4: Jodoh (2)

1.2K 132 3
                                    

Zhou Shiyu's POV

Aku bangun pagi ini dengan rasa semangat yang membuncah. Perasaan semangatku ini bahkan melebihi perasaan saat aku akan bertanding cheers dalam kejuaraan antar sekolah.

Aku sengaja bangun lebih awal pagi ini untuk mandi lebih lama, berdandan lebih lama, dan benar-benar memastikan diriku sudah cantik untuk latihan cheers hari ini.

Kalian pasti sudah tau bukan alasannya?

Ya, manusia super dingin bernama Wang Yi itu lah yang membuatku sampai seperti ini.

Tin! Tin!

Tiba-tiba aku mendengar suara klakson truk yang sangat kencang. Aku pergi ke arah balkon kamarku untuk melihat ada keramaian apa di luar sana. Ternyata rumah di samping rumahku yang sudah lama kosong itu saat ini didatangi oleh penghuni barunya.

Bisa kulihat kurir pengantar barang bolak-balik ke dalam kamar yang berada tepat di depan balkon kamarku. Mereka meletakkan banyak kardus besar di sana.

Rumahku dan rumah tersebut memang sangat dekat. Rumah kami hanya dibatasi oleh tembok yang bahkan tidak terlalu tinggi. Kamarku yang berada di lantai 2 berhadapan langsung dengan sebuah kamar yang sangat mirip desainnya dengan kamarku di rumah itu. Wajar saja, perumahan kami memang berbentuk cluster yang desain rumahnya hampir mirip semua.

Ah.. aku berharap penghuni baru rumah tersebut baik dan tidak menyebalkan.

Aku melirik jam di tanganku, sudah pukul 7. Aku segera turun ke ruang makan untuk sarapan. Aku harus sampai di sekolah pukul 8. Walaupun latihan baru dimulai pukul 9, aku benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan untuk melihat Wang Yi. Aku sangat merindukan wajahnya.

Kemarin, aku hanya sempat melihat wajahnya saat akan pergi ke toilet. Setiap melewati kelas Wang Yi, aku selalu melirik ke arah jendela untuk melihatnya. Dan kemarin tanpa sengaja pandangan kami bertemu. Aku tersenyum dan memberikan ciuman jarak jauh kepadanya, namun hanya dibalas dengan ekspresi datar.

Aku terkadang penasaran, apa yang ada di dalam pikirannya? Kenapa ia bisa sedatar itu?

"Pagi, Mama. Pagi, Papa." aku menyapa kedua orang tuaku dan memberikan masing-masing kecupan di pipi mereka. Aku bergabung bersama Papa yang sedang asyik memakan roti bakarnya sambil membaca koran. Sedangkan Mama, dirinya sedang sibuk menuangkan susu ke gelas. Aku tebak itu untuk diriku.

"Ini susunya. Kamu mau roti bakar atau nasi goreng?" tanya Mama.

"Roti aja, Ma. Aku agak buru-buru pagi ini." jawabku, dan Mama langsung meletakkan satu roti bakar ke piringku.

"Makasih, Mama." aku segera melahap roti bakar tersebut.

"Oh iya, tadi aku lihat di depan rumah samping ada truk pengangkut barang. Udah ada yang membeli rumah tersebut, ya?" tanyaku memulai obrolan.

Papa yang tadinya sedang membaca koran langsung melipat korannya untuk masuk ke dalam obrolan. "Papa tadi sempat bertemu kepala keluarganya. Mereka pindahan dari Suzhou. Kelihatannya mereka orang baik. Tadi Papa juga sempat bertemu anak perempuan tertuanya."

Ah.. anaknya perempuan. Syukur lah, aku berharap penghuni kamar di depan kamarku adalah anak perempuan itu. Tentunya akan lebih nyaman saat kamar kami berhadap-hadapan dengan sesama perempuan.

"Nanti Mama akan coba kesana mengunjungi tetangga baru kita untuk memberikan salam." ucap Mama yang diangguki oleh Papa.

Aku langsung pamit saat sarapanku sudah habis. Hari ini aku pergi menaiki bus kota. Setiap hari Sabtu dan Minggu, keluarga kami sengaja meliburkan supir kami.

Saat aku berjalan ke arah luar komplek untuk ke halte bus, aku melewati rumah di sebelah rumahku. Kulihat barang-barang di dalam truk sudah tinggal sedikit. Aku melihat seorang pria dewasa yang kutebak adalah kepala rumah tangganya sedang sibuk mengarahkan kurir pengantar barang untuk meletakkan setiap kardusnya.

WangYi: My Crush, My ObsessionDonde viven las historias. Descúbrelo ahora