1. Makhluk Gila

519 19 0
                                    

Arya menatap lekat wanita yang kini tengah menyodorkan dokumen pada Mahesa. Pertemuan peninjauan ulang kerjasama dengan perusahaan konstruksi itu seharusnya dihadiri oleh sang ayah. Namun, dia terpaksa mewakili mengingat kondisi kesehatan ayahnya yang tiba-tiba menurun.

"Senja pulang ya, Pa," pamit wanita yang diketahui memiliki nama lengkap Mentari Senja.

Jujur, Senja merasa tidak nyaman telah ditatap Arya meski hanya sekilas. Tatapan pria itu sarat akan sesuatu. Andai sang ayah tidak tiba-tiba menghubungi dan meminta agar mengantar dokumen yang ada di meja kerja rumahnya. Mungkin saat ini dia sedang bersantai di rumah dan bukannya di cafe bernuansa klasik itu.

"Sebentar! Jadi wanita ini putri Anda, Pak Esa?  Saya pikir Anda hanya memiliki satu putra, Cakrawala."

Tidak bisa menahan rasa penasaran membuat Arya menumpahkan isi kepala. Dahinya yang mengkerut menatap Senja sekilas dan beralih menatap Mahesa menuntut jawaban. Sudah lima tahun bekerjasama, dia tidak melihat nama lain dalam salinan RUPS. Di sana hanya ada nama Mahesa dan Cakrawala yang memiliki saham di PT. Kertadinata Abadi.

"Iya, Senja putri dari istri kedua saya," sahut Mahesa mengulas senyuman.

"Oh, begitu." Arya mengangguk sambil melirik Senja, "Ternyata dia anak Mahesa Kertadinata. Pantas saja sikapnya selalu dingin dan terlihat arogan, mirip sekali dengan Cakrawala. Padahal Pak Esa sendiri orangnya sangat-sangat baik," imbuhnya dalam hati.

Beberapa kali bertemu dan bertabrakan, wanita dengan bola mata jernih itu tidak pernah mengucapkan maaf atau sekedar berbasa-basi. Bagai mentari yang pantas menunjukkan kesombongan, sikapnya seperti putri raja yang tidak layak mengucapkan kata maaf dan terima kasih.

Sikap Senja jauh berbeda dengan ayah tirinya yang rendah hati meski memiliki kekayaan melimpah. Tidak segan mengucapkan kata maaf jika melakukan kesalahan dan terima kasih bila mendapat bantuan.

"Ya udah, Senja pulang," pamit Senja lagi. Dia meraih tangan sang ayah dan mengecup punggung tangannya.

Sementara itu, Arya mengulurkan tangan. Namun sayang, Senja tidak meliriknya sedikit pun dan langsung beranjak pergi. Arya tersenyum miris menarik kembali uluran tangannya.

"Maaf, atas sikap putri saya, Pak Arya. Semoga tidak diambil hati," kata Mahesa tidak enak.

Arya mengangguk dan bertanya, "Kalau boleh tahu, apa putri Anda memang seperti itu?" Tatapan matanya fokus pada punggung Senja yang perlahan mulai menghilang dari pandangan.

"Senja memang orangnya tidak terbiasa berinteraksi dengan orang asing. Mungkin dia merasa kurang nyaman atau mungkin sedikit canggung. Maklumlah namanya juga anak gadis. Tapi dia anaknya baik, kok, Pak Arya."

Sebelumnya Senja tidak seperti itu. Akan tetapi, beberapa tahun belakangan berubah menjadi wanita dingin dan seolah tidak bisa disentuh. Mahesa merasa tidak perlu menjelaskan lebih jauh pada Arya. Cukup dengan menjawab apa yang seharusnya diketahui oleh rekan kerjanya saja.

"Baik. Kalau begitu, mari kita tinjau perpanjang kontrak kerjasama perusahaan."

Sebenarnya, Arya masih penasaran dan ingin mempertanyakan hal lebih. Namun, rasanya akan sangat tidak pantas dan lebih memilih menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu di kepala. Dia tidak ingin terlalu mengorek lebih dalam hingga menimbulkan ketidaknyamanan, terlebih sekedar penasaran semata. Tugasnya di sana hanya membantu sang ayah meninjau rencana kerjasama antar perusahaan yang telah lama dijalin.

"Baik." Mahesa menyerahkan dokumen yang semula diantar putri tirinya.

Arya langsung meraihnya dan membuka lembar pertama. Raut wajah pria itu terlihat serius. Membaca dengan seksama dari poin satu sampai seterusnya.

Sepotong Asa Untuk SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang