Bagian 10

27 14 11
                                    

Ruang rapat dipenuhi dengan suara cekikikan dan percakapan ringan ketika para anggota KKN berkumpul untuk membahas acara penutupan yang akan dilaksanakan. Mereka ingin membuat momen perpisahan yang berkesan bagi warga desa, sesuatu yang akan dikenang oleh semua orang. Mereka tidak menyangka kalau semua ini berakhir tanpa terasa. Hanya tinggal sedikit lagi, dan mereka akan menyelesaikan tugas KKN yang memakan waktu cukup lama itu.

Zena duduk di sudut ruangan, diam dan terpaku pada pikirannya sendiri. Meskipun dia ada di sana secara fisik, pikirannya melayang jauh, terus mengingat momen-momen indah yang pernah dia bagikan dengan Rakha. Dia melirik Rakha yang duduk berjauhan darinya, tetapi jarak di antara mereka terasa begitu besar.

Saat diskusi berlangsung, Zena tetap diam, tanpa berkomentar atau menyampaikan ide-ide seperti biasanya. Dia hanya memperhatikan jalannya rapat dan sibuk dalam dunianya sendiri.

Setelah rapat selesai, Zena memutuskan untuk melarikan diri dari keriuhan ruangan. Dia pergi ke sudut ruangan yang tenang untuk membuat laporan KKN yang masih belum selesai. Dia berharap dengan sibuknya, dia bisa mengalihkan perhatian dan pikirannya dari Rakha.

Namun, ketika Zena berusaha keras untuk tidak mengingat Rakha, pria itu justru mendekatinya. Rakha menawarkan susu kotak rasa pisang sebagai balasan atas minuman isotonik yang pernah diberikan Zena padanya.

"Minum ini biar makin semangat ngerjain laporannya," ucap Rakha dengan senyum ramahnya.

Zena merasa dadanya berdebar-debar saat Rakha mendekatinya. Hatinya berkecamuk di antara keinginan untuk berbicara dengan Rakha dan ketakutan akan konsekuensinya.

"Makasih, Rakha," jawab Zena dengan suara yang canggung.

"Mau dibantuin gak? Mumpung aku juga lagi senggang, gak ada kerjaan." Rakha duduk di samping Zena.

Zena buru-buru menghindari tatapan Rakha dan bergerak menjauh darinya. "Ah, gak papa. Udah beres, kok. Aku ke kamar dulu."

Zena beralasan dan pergi meninggalkan Rakha. Zena merasa bodoh, padahal mungkin moment tadi bisa mengembalikan keakraban mereka. Tetapi Zena terlalu canggung untuk kembali akrab dengan Rakha.

Malam itu, Zena menghabiskan waktu sendiri, mencoba merangkai kata-kata untuk laporannya. Tetapi pikirannya terus melayang pada Rakha, memikirkan tentang semua momen indah dan juga kekecewaan yang dia rasakan.

***

Balai desa berseri-seri dengan cahaya lampu yang menghiasinya, menciptakan suasana yang hangat dan menggembirakan. Para anggota KKN bergotong-royong menghias ruangan untuk acara perpisahan mereka. Mereka saling bekerja sama dengan penuh semangat.

Di satu sudut, para anggota wanita sibuk merangkai hiasan bunga dengan penuh kehati-hatian. Mereka tertawa dan bercanda sambil saling membantu.

"Zena, bisa tolong ambil bunga-bunga di sana? Kita butuh untuk menghias dekorasi meja," pinta salah satu anggota wanita.

Zena mengangguk dan melangkah menuju tumpukan bunga. Meskipun hatinya berat karena situasi antara dia dan Rakha, dia tetap berusaha membantu.

Sementara itu, anggota pria sibuk memasang hiasan yang telah dibuat oleh anggota wanita. Mereka tertawa riang sambil menyesuaikan dekorasi dengan cermat.

Rakha, selaku ketua, mengorganisir pemasangan hiasan dan memastikan semuanya berjalan lancar. Meskipun terlihat sibuk, ekspresi wajahnya menunjukkan ketenangan dan fokus.

Zena, yang tahu bahwa jarak antara dia dan Rakha semakin jauh, memilih untuk menjaga diri. Dia tidak ingin mengganggu suasana dengan kehadirannya.

Sementara itu, Putri, yang masih berusaha mendekati Rakha, merasa frustrasi karena laki-laki itu tetap cuek dan dingin. Dia berusaha mencari cara untuk mencairkan suasana, tetapi usahanya belum membuahkan hasil.

"Rakha, kamu butuh bantuan?" tawar Putri, mencoba memulai percakapan.

Rakha hanya mengangguk singkat, tanpa mengangkat pandangannya dari pekerjaannya. Kedua tangannya sibuk memasang hiasan, tanpa memberikan perhatian lebih pada Putri.

Putri menghela napas dalam-dalam, merasa kecewa dengan reaksi Rakha yang tetap dingin. Dia berharap bisa mendekati Rakha seperti dulu, tetapi tampaknya hal itu semakin sulit dilakukan.

Keesokan harinya, acara perpisahan akhirnya tiba. Kepala desa, sesepuh, dan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan KKN berkumpul di balai desa untuk mengucapkan selamat tinggal kepada para anggota KKN.

Rakha sebagai perwakilan anggota KKN, berdiri di depan semua orang untuk menyampaikan kata-kata terima kasih atas kerjasama dan dukungan yang telah diberikan selama mereka tinggal di desa.

"Saya mewakili teman-teman di sini, ingin mengucapkan terima kasih kepada semua warga desa yang telah membuka pintu hati dan rumah mereka untuk kami. Kalian telah menjadi keluarga bagi kami, memberi kami kenangan indah yang akan kami simpan selamanya sebagai pengalaman hidup yang berarti bagi masa depan kami."

Tidak hanya itu, Rakha juga ingin menekankan bahwa kegiatan mereka berjalan baik atas kontribusi semua orang. "Di balik keberhasilan KKN ini, ada kerja keras dan dedikasi dari setiap individu di sini. Kita semua telah belajar bahwa dengan bersatu, tidak ada yang tidak mungkin. Bersama, kita telah membuktikan bahwa kita bisa mengatasi segala rintangan dan mencapai tujuan bersama."

Dengan suara yang penuh semangat, Rakha melanjutkan, "Malam ini, saya mewakili setiap anggota KKN untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat desa ini. Tanpa dukungan dan bimbingan kalian, perjalanan kami tidak akan mudah."

Rakha menatap setiap wajah dengan penuh penghargaan, "Terakhir, kepada teman-teman sesama anggota KKN, kalian adalah pahlawan sejati yang telah berbagi tawa, tangis, dan semua momen berharga bersama. Mari kita terus jalin hubungan kita, meskipun kita berpisah setelah ini dan menjalankan aktivitas masing-masing kembali."

Dia menutup pidatonya dengan senyuman hangat, "Terima kasih atas segalanya. Semoga kenangan indah ini akan menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi kita semua."

Suara tepuk tangan meriah dan sorak sorai menyambut akhir pidato Rakha. Di mata setiap orang, terpantul rasa hormat dan kekaguman pada keberanian dan ketulusan kata-kata yang baru saja mereka dengar.

Dalam acara selanjutnya, Rakha kemudian menyerahkan sebuah cendramata sebagai tanda terima kasih kepada kepala desa, yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari semua orang yang hadir.

Acara menjadi semakin meriah saat Rakha dan teman-temannya menghibur semua orang dengan petikan gitar dan suara mereka yang merdu. Lagu-lagu yang dinyanyikan membuat suasana semakin hangat dan penuh kenangan.

Namun, di tengah kegembiraan itu, Zena merasa hatinya masih hampa. Meskipun mereka berbagi momen terakhir bersama, Rakha tetap menjaga jarak.

Hati Zena terasa berat saat melihat Rakha dari kejauhan. Dia merindukan hubungan yang dulu mereka miliki, tetapi sekarang hanya tinggal kenangan.

Bahkan setelah acara perpisahan berakhir, Zena merasa seakan-akan tidak ada artinya. Hatinya terasa hampa dan kosong, karena meskipun mereka berbagi momen perpisahan, kesenangan itu tidak bisa menyamarkan kesedihan di dalam hatinya.

Di bawah cahaya bulan yang bersinar terang, Zena berjalan pulang dengan langkah yang berat. Dia tahu bahwa meskipun perpisahan itu tak terelakkan, kenangan indah yang mereka bagi bersama akan tetap hidup dalam ingatannya.

***

Just Friend (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang