With---12: Kekecewaan

40 14 121
                                    

Nadinia masih mengejar Danu. Ternyata, Danu tidak ke ruang guru, melainkan menuju lapangan hijau. Sesampai di sana, Danu melepas tas yang digendongnya. Usai mengusap wajah kasar, dia berteriak dan roboh sudah tubuhnya. Sekarang Danu pun telah bersimpuh menundukkan kepala tangisannya pecah di sana.

Adegan Danu barusan membuat Nadinia memberanikan diri mendekatinya. Dia bersimpuh di samping Danu, tangan kanannya bergerak menyentuh bahu Danu dan sedikit mengelusnya. Dari sentuhan itu, Danu sudah tahu bahwa dia adalah Nadinia.

“Kalau kamu masih peduli sama Angel, mengapa kamu melakukan itu, Nu?” tanya Nadinia lembut dengan posisi yang sama.

“Aku nggak mau memberi harapan lebih lagi ke Angel, Ndin, jadi aku berusaha untuk sewajarnya kepada Angel,” sanggah Danu lalu mengelap air mata itu.

“Terus, mengapa kamu seperti menyesal?” tanya Nadinia.

“Aku menyesal karena Angel lagi seperti itu dan aku nggak bisa ngapain-ngapain. Aku sayang sama dia, Ndin,” jawab Danu.

Mendengar hal tersebut, Nadinia tersenyum dia menatap Danu. “Kamu sudah ngapain-ngapain, kok, Nu,” kata Nadinia.

“Maksudnya?” tanya Danu.

“Bagi Angel, kamu adalah semangatnya. Tujuh tahun mencintaimu. Itu sebuah kekuatan untuk dia selalu yakin bahwa apa pun yang terjadi kepadanya. Semua baik untuk dia meski hal tersebut sangat menyakitkan,” kata Nadinia.

“Aku yang bodoh, Ndin. Aku menyakitinya,” sanggah Danu.

“Nggak. Kamu sama sekali tidak menyakitinya, kok, Nu,” jawab Nadinia.

Air mata Danu pun luluh lagi lalu dia menyekanya agar tidak semakin deras. “Dia sangat baik. Tak sepantasnya Angel disakiti,” gumam Danu.

“Iya. Dia berhak bahagia, Nu. Jangan menangis lagi, ya. Angel nggak apa. Dia mengerti, kok. Aku yakin Angel akan baik-baik saja,” sahut Nadinia. “Kamu cowok baik, Nu.”

Akhirnya, setelah hatinya merasa tenang Danu menggendong tasnya lagi lantas bergegas menuju ruang guru untuk mengambil berkas-berkas terakhir terkait olimpiade yang tinggal seminggu lagi. Dia pun berjalan beriringan bersama Nadinia. Namun, baru saja mereka sampai di tengah perjalanan. Danu dan Nadinia dicegat oleh Handa. Mengetahui hal tersebut Danu mendengkus kesal.

“Dicariin juga. Ke mana saja, sih?” tanya Handa kesal. “Kamu harus profesional, dong, nggak nemuin temanmu mulu. Kita di sin---“

“Aku tahu kita di sini tugas. Namun, kamu jangan sok mengaturku. Aku ngerti di mana aku bertemu dengan temanku dan bertugas,” sanggah Danu memotong. Pasalnya, begini, karakter Handa; jika dia diberi amanah, semua yang bersangkutan dengan itu harus sesuai sama caranya.

“Aku hanya mengingatkan, Danu,” balas Handa.

“Mengingatkan nggak gitu caranya. Nggak semua harus menurut dengan kemauanmu,” jawab Danu lalu beralih ke Nadinia. “Ndin, aku pergi, ya.”

Nadinia pun yang dipamiti hanya mengangguk lalu dia beralih menatap Handa. “Kamu panitia olimpiade, ya?” tanya Nadinia.

“Iya, aku panitianya. Aku panggil kamu Ndin boleh?” tanya Handa.

“Boleh. Terus, aku panggil kamu Han,” jawab Nadinia.

“Kamu ikut olimpiade juga ‘kan?” 

“Iya, ekonomi sama Krisna.”

“Yang profesional, ya. Jangan seperti Danu.”

Perkataan Handa membuat Nadinia tertawa lalu setelah tawanya reda dia menatap Handa kembali. “Danu tidak seperti itu, Han. Danu hanya sedang tidak baik-baik saja,” sanggah Nadinia lalu pergi. Namun, baru beberapa langkah dia berhenti dan menoleh kembali kepada Handa. “Kamu hanya perlu mengenalnya, Han. Jangan berasumsi terlebih dahulu.”

Ketika Waktu BersamamuWhere stories live. Discover now