Chapter 07.

36.6K 3.6K 52
                                    

Suara halus Enzi membuat Alera tersadar. Ia mendongak seraya menghela napas pelan. Enzi benar, di sini ia tidak sendiri, jadi, buat apa takut? Alera bangkit dari posisi semula. Tiba-tiba Lendra memeluk tubuhnya erat membuat sang empu tersentak kaget.

"Maaf..." lirih Lendra menyesal.

Ya, penyesalan itu seketika menguar di dada Lendra karena ia merasa sang istri justru menitihkan air mata karena dirinya. Alera yang mendengar ungkapan maaf dengan nada penyesalan itu jadi tersenyum lembut, ia balas memeluk Lendra tak kalah erat.

"Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu," ucap Alera pula.

"Eh, ayah dan ibu tidak mengajak Enzi untuk berpelukan," ujar Enzi membuat kedua sejoli itu mengalihkan pandangan mereka.

Dapat mereka lihat, anak berusia lima tahun itu sedang berusaha membuka celah di antara paha kedua orang tuanya untuk bergabung dalam pelukan hangat tersebut. Alera dan Lendra tak dapat menyembunyikan senyum geli mereka, tapi tak ayal sepasang suami istri itu melonggarkan pelukannya membuat Enzi segera menelusupkan tubuh kecilnya.

"Nah, kalau seperti ini, Enzi bisa ikut memeluk ayah dan ibu," gumam anak itu.

~o0o~

"Kita mau tinggal di mana?" celetuk Alera. Saat ini tiga orang keluarga itu sedang berjalan menyusuri hutan dengan Lendra sebagai pemimpin arah jalan mereka sedangkan Alera menggandeng erat tangan sang anak.

"Tenang saja. Aku punya sebuah rumah di sekitar sini. Kita bisa tinggal sementara di sana," ungkap Lendra.

"Rumah? Kau mempunyai dua rumah?" tanya Alera penasaran.

Lendra menoleh sekilas. "Sebenarnya hanya satu, tapi aku membeli satu lagi rumah untuk kita tempati setelah menikah," jelas Lendra.

"Jadi... Rumah itu adalah hadiah pernikahan kita?" tanya Alera memastikan. Entah kenapa ia merasa jadi salah tingkah sendiri, bahkan wajahnya pun ikut bersemu.

"Ya, kamu benar. Maaf rumah yang aku berikan hanya sebuah rumah kecil," ucap Lendra pelan.

"Tidak apa-apa. Lagi pula yang di lihat itu usahamu, bukan tempatmu. Jadi aku tidak peduli dengan ukurannya," sahur Alera.

Mungkin, jika ini adalah Alera Aleondra, pasti dia akan menangis histeris bahkan memaki Lendra dengan kata-kata tidak pantas yang tentunya melukai hati. Terkadang Alera jadi berpikir, kenapa Lendra mencintai pemilik tubuh sebelumnya? Wanita yang bahkan tidak bisa menerima Lendra sepenuh hati.

"Masih lama?" tanya Alera.

"Ya, cukup lama. Apa kamu lelah?" balas Lendra balik bertanya.

"Tidak. Lanjutkan saja," ujar Alera. Sebenarnya ia pun sedikit merasa lelah namun masih sanggup berjalan.

"Yakin?"

"Sudah, lanjutkan saja," ucap Alera dengan nada memaksa.

Akhirnya Lendra kembali diam dengan kaki yang terus melangkah. Sepertinya Alera ingin cepat-cepat tiba di rumah yang akan menjadi tempat mereka berlindung dari cuaca. Lendra sendiri tahu jika istrinya itu sedikit merasa lelah karena raut wajah cantik itu tidak pandai berbohong.

~o0o~

Alera memandang rumah minimalis yang ada di depannya. Tidak, bukan minimalis, lebih tepatnya rumah kecil yang hampir menyerupai gubuk. Bahkan rumah ini lebih kecil dari pada rumah mereka sebelumnya.

"Maaf, aku hanya bisa memberikan tempat tinggal berukuran kecil ini." Lendra berucap lirih seraya menatap punggung sang istri yang sedang berdiri di depannya.

Melihat keterdiaman sang istri membuat Lendra memejamkan matanya merasa bersalah. Ia yakin pasti istrinya akan marah dan kembali membencinya padahal baru tiga hari ini hubungan mereka membaik.

Tiba-tiba sepasang tangan memeluk pinggangnya erat, membuat Lendra langsung membuka matanya. Ternyata Alera yang tadi membelakanginya sudah berbalik dan memeluknya. Isakan lirih masuk ke dalam gendang telinga Lendra. Kali ini ia semakin yakin istrinya marah dan sedih karena ia hanya mampu memberikan rumah kecil ini.

"Terima kasih, Lendra. Terima kasih..." lirih Alera.

Sekarang tampaknya Lendra sedikit meragukan keyakinannya. Apakah benar Alera marah? kenapa istrinya ini justru berterima kasih? Namun, kalimat yang Alera ucapkan berhasil mematahkan keyakinan seorang Lendra.

"Rumah ini sangat berharga untukku. Terima kasih sudah berjuang bahkan memberikan rumahmu yang tersisa. Aku tidak tahu lagi harus berterima kasih seperti apa. Selama ini aku selalu bersikap buruk padamu, namun kau tidak pernah menyerah. Maafkan aku..." ucap Alera dengan suara teredam oleh dada bidang Lendra.

Perlahan, senyum terbit di bibir pria berusia tiga puluh tahun itu. Ia mengangkat tangan kemudian balas memeluk tubuh istrinya. Rasa menggelitik di hatinya membuat Lendra merasa bahagia.

Kali ini ia bahkan bisa merasakan apa itu di hargai oleh orang yang ia cintai.

"Ayah, Ibu. Kalian berpelukan tanpa mengajakku lagi!" seru Enzi kesal.

TBC.

Farmer's Wife (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang