🌼Kirana Adelline🌼

255 153 265
                                    


"Jika hari ini kamu diberi tanggungjawab, maka lakukanlah. Siapa tahu, besok tanggungjawab nya lebih besar dari hari ini"

🛸 Happy Reading 🛸

Seharian berada di kampus ternyata begitu menguras energiku. Entah sudah berapa lama aku berbaring di ranjang tidur, yang pasti sejak aku kembali di kostan tujuan utama yang ku pikirkan adalah merebahkan tubuh.

Tanpa berniat untuk tidur, hanya dengan posisi seperti ini rasanya sudah cukup untuk meng-charger kembali energiku, lagipula... hari juga sudah petang. Dulu saat di kampung, Bunda selalu memarahiku jika dia tahu aku tertidur di waktu sore katanya sih, 'pamali'.

Berbicara tentang Bunda, aku jadi merindukan nya. Padahal baru kemarin kami saling bertukar kabar melalui video call. Aku akui, berada di kota orang dan jauh dari orang tua ternyata tak seindah ekspektasi yang dulu pernah aku bayangkan. Singkat cerita, aku berniat untuk melanjutkan kuliahku di sini karena melihat para sepupuku kebanyakan dari mereka melanjutkan pendidikan tinggi di luar kota, dipikiranku itu hal yang luar biasa. Selain belajar mandiri aku juga bisa melakukan hal-hal lain tanpa larangan dan komentar dari Bunda.

Namun, siapa sangka setelah memutuskan dan merasakan sendiri ternyata semuanya tidak se-indah itu. Mungkin, dulu aku terlalu lugu karena hanya memikirkan hal-hal yang indah saja tanpa berpikir bahwa 'ekspektasi tak seindah realita' itu benar adanya. Bayangkan saja, aku yang apa-apa selalu mengandalkan Bunda dan keluarga lainnya kini semenjak tiga tahun belakangan harus bisa mengurus dan mengatur diri sendiri, apalagi untuk bagian keuangan. 'ku akui itu hal yang paling sulit! Xixi.'

Kruckk... Kruckk.....

Aku merasakan getaran dari perutku tanda bahwa mereka ingin segera diberi nutrisi. Ku beralih menatap meja berharap ada cemilan atau sesuatu yang bisa dimakan. Nihil. Aku tidak menemukan apa-apa di sana. Baru tersadar, ternyata sudah seminggu ini aku belum keluar untuk membeli persediaan stok cemilan karena jadwal kuliah yang akhir-akhir ini sangat padat. Dengan berat hati aku harus merelakan tempat tidur dan beranjak keluar.

Dapur, menjadi tujuanku saat ini. Mengingat dikulkas sepertinya ada sesuatu yang bisa ku makan untuk mengganjal perut sebelum nanti keluar untuk berbelanja. Suara ribut yang berasal dari dapur sudah pasti ku tebak siapa pelakunya. Ani dan Sesil, siapa lagi kalau bukan mereka?

"Gue kira lo mati?" Kata pembuka yang ku dengar setibanya di dapur.

"Aku laper," sahutku tanpa memikirkan perkataan itu. "Ada makanan, ga?" Keduanya kompak menggeleng.

"Kalau udah mau sekarat aja baru keluar lo. Nih, gue sama Sesil udah tungguin lo dari tadi buat nyari makan bareng di luar. Sekalian ntar mau beli stok belanjaan, gila... kuliah dari pagi ampe malem bener-bener buat gue gila."

"Lebay." Sahut Sesil. "Bukannya kamu kalau di kelas kerjaannya cuma gibah ya.. sama si Triska? Mana gibahin orangnya yang jelas-jelas ada di kelas, nyaring lagi tuh."

"Diem lo, kutil badak!" Sewot Ani merasa tidak terima atas tuduhan yang diberikan Sesil padanya. "Masih mending gue gibahin orang yang jelas-jelas itu faktanya, dari pada elu... kerjaannya molor doang. Heran, punya temen ga di kost, ga di kelas molornya ampe lupa waktu. Gue rasa lo tuh, udah tertular sama penyakit molornya si Kirana."

"Wah.. perasaan aku dari tadi diem aja deh, kenapa jadi nama aku dibawa-bawa?" Komenku tidak terima. "Lagian nih ya, aku kalau tidur mah selalu ingat waktu. Cuma, waktunya aja yang suka kelebihan."

"Elehh... Ga elo, ga Sesil yaa... sama aja!" Bantah Ani.

"Ilihh... Gi ili, gi Sisil yii... simi iji!" Ejek Sesil. "Udah Kir, ga usah ditemanin. Biasa Ani-ani, memang suka julid orangnya."

My C(St)upid Kirana'sWhere stories live. Discover now