8. Kado Dari Gerald

996 164 47
                                    

Pagi ini, ada yang aneh dari Gerald. Dia berada di ruang guru sekarang, dan ternyata penyebabnya adalah dia membawa kotak berukuran lumayan besar ke sekolah. Tentu, hal ini mengundang kecurigaan para guru.

"Pak, udah saya bilang kalo isinya ini bukan bom!" Gerald berkata sambil menyodorkan kotak yang dibawanya.

"Jadi kenapa ini nggak boleh dibuka?" tanya Wali Kelas kami.

Saat ini murid-murid yang lain ikut menguping dari luar ruangan, begitupun denganku. Entah kenapa, hal apapun yang berkaitan dengan Gerald, ada perasaan ingin tahu dalam hati.

"Pak, ini isinya kado," Gerald menjawab pertanyaan tadi, dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan itu adalah nota pembelian lalu diperlihatkannya ke Wali Kelas kami, "ini Pak, bukti notanya. Saya membeli ini untuk kado."

Wali Kelas kami tertawa kecil setelah membaca nota pembelian itu.

"Lagipula kalo bom nggak bakal saya bungkus kado secantik ini Pak, sayang kertas kadonya," kata Gerald sambil memasukan lagi nota tadi ke dalam tasnya.

"Bagaimana kalo ternyata itu isinya senjata untuk tawuran?"

"Saya emang kayak berandalan Pak, tapi saya ini anti tawuran dan berhati lembut, selembut kapas."

Aku menahan tawa saat mendengar ucapan Gerald.

"Ya udah kalo gitu, kamu boleh masuk kelas sekarang," ucap Wali Kelas kami.

"Terima kasih Pak, saya permisi," Gerald berdiri dan berjalan keluar ruangan, semua murid yang menguping langsung mendadak bubar. Aku berbalik, dan berjalan menuju kelas.

"Aery!" Gerald memanggil, sambil berlari ke arahku.

"Ada apa?" tanyaku, menghentikan langkah sejenak.

Setelah Gerald mendekatiku, aku berjalan kembali. Tapi, karena kaki Gerald yang tinggi, dia dapat mengimbangi langkahku yang berada di depannya.

"Nih buat lo, buka di rumah aja ya. Gue malu," ujar Gerald, wajahnya tersipu malu.

Aku tersenyum geli melihat Gerald tersipu seperti itu. Ini baru pertama kalinya aku melihatnya tersipu malu.

"Apa ini?" tanyaku penasaran.

"Ini kado sebagai ucapan terima kasih gue, karena lo udah baik banget sama gue dan juga sebagai permohonan maaf karena dulu gue udah jahat banget sama lo. Gue udah salah bully orang. Lo perempuan kedua yang pengen selalu gue jaga."

"Siapa yang pertama?"

"Nyokap gue," Gerald tersenyum kepadaku.

"Terima kasih ya Ger, dan gue terima maaf lo," aku membalas senyuman Gerald, kami berjalan berdua menuju kelas.

***
Sesampainya di dalam kelas, aku mengambil buku dari dalam tas dan menaruhnya di dalam laci. Ketika tanganku masuk ke dalam laci, aku menemukan selembar surat berwarna merah darah dan bertuliskan:

Jauhi Gerald atau lo bakal dalam masalah besar dan kesialan yang terus datang.

Gerald curiga melihat ekspresiku setelah membaca surat itu, dia berdiri dan mengambilnya dari genggaman tanganku.

"Kurang ajar! Siapa yang berani ngancem lo?" Gerald meremas surat itu lalu menyobeknya, "nggak bisa dibiarin!"

Aku masih berdiam diri tanpa menanggapi ucapan Gerald. Siapa yang membuat surat itu? Apakah Melissa, Sandra atau Renald?

Dengan tiba-tiba, Gerald menggenggam tanganku, dia menatapku dengan tajam dan berkata dengan serius, "lo tenang aja, gue bakal ngejagain lo! Mulai sekarang, gue bakal antar jemput lo dan nanti pulang sekolah biar gue yang ngawal lo sampe rumah."

"Eh, nggak usah sampe segitunya Ger! Gue bisa kok pulang sendiri."

"Aery, tolong jangan nolak gue, oke? Gue nggak bakal ngebiarin seorang pun buat lo celaka."

"Tapi Ger," ucapanku terpotong saat Danu masuk ke dalam kelas.

Danu melihat tangan Gerald yang masih menggenggam tanganku. Dia menghampiri kami dan langsung meninju Gerald.

"Kak Danu! Berhenti!" teriakku sangat terkejut atas tindakan Danu tadi.

Gerald terbangun dan memegang pipinya yang baru saja ditinju Danu, masih berusaha menahan emosinya.

"Nggak gue sangka, lo ternyata nggak ada bedanya sama cewek murahan lainnya!" seru Danu menatapku penuh amarah, hatiku terasa teriris saat mendengarnya. Tidak pernah terpikirkan olehku, Danu akan berucap seperti itu kepadaku.

"Jangan pernah lo menghina Aery!"

Dan buuug!
Terdengar sangat kencang, Gerald membalas tinjuan Danu. Danu tersungkur, tampaknya Gerald akan melakukan tinjuan keduanya. Aku langsung menarik baju Gerald, menahannya agar tidak lagi memukul Danu.

"Cukup Ger, kalo lo pukul dia lagi, lo bakal di skorsing! Dan rencana buat ikut lomba musik bakalan hancur!" aku berbisik, berusaha menenangkan Gerald, "Ger, gue pengen ngeliat lo menang di lomba itu! Gue pengen lo bisa buktiin ke Renald, kalo lo juga bisa berprestasi di bidang yang lo suka!" tambahku berusaha lebih menyakinkan Gerald.

"Pergi! Gue bilang pergi sekarang!" Gerald membentak Danu.

Danu langsung berdiri dan bergegas meninggalkan kelas. Untunglah, sebelum ada guru yang datang, murid yang lain telah terlebih dulu bubar dan kembali ke aktivitas mereka semula sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari guru manapun.

***
Selama jam pelajaran, aku melihat Gerald terus menerus mencoret kertas. Wajahnya tampak masih marah. Bahkan sampai jam istirahat pun, ekspresi wajahnya tetap tidak berubah.

"Ger, kapan lo mulai latihan?" tanyaku memulai pembicaraan.

"Mulai besok. Kata Pak Rudi, hari ini banyak alat musik yang lagi dibenerin terutama senar gitar."

"Oh, semangat ya Ger."

Gerald berhenti dari aktivitasnya mencoret kertas, dia memandangiku lama sekali, membuatku sangat gugup.

"Apa?" tanyaku tidak mengerti.

"Lo cantik, gue suka lo kasih semangat," Gerald kembali menulis di kertas, akan tetapi bukan lagi coretan abstrak, melainkan gambar love dan bertulisan:

Gue Gerald, sayang banget sama Aery. Mau nggak lo jadi pacar gue?

"Apa sih Ger?" tanyaku, kali ini benar-benar tidak bisa lagi menutupi ekspresi senang di wajahku.

"Mau atau nggak?" tanya Gerald penuh harap.

Aku mengangguk, entah ini karena spontan atau memang aku sudah menyukainya, hanya saja tidak aku sadari. Entahlah, tapi yang jelas, Gerald telah berhasil membuat aku merasa nyaman bersamanya.

Gerald melompat girang, "woi denger, ya! Siapapun yang berani buat cewek gue nangis, bakal berhadapan langsung sama gue! Jangan ada yang nyakitin Aery, paham kalian semua? Terutama lo Mel!" Gerald berteriak dan menunjuk ke arah Melissa.

Melissa tampak sangat tidak suka dan pergi meninggalkan kelas.

"Ger, malu-maluin aja lo!" kataku sambil menarik Gerald supaya kembali duduk, "duduk Ger!"

"Iya deh," Gerald kembali duduk dan terus menatapku dengan senyuman. Aku berbalik badan karena sudah tak bisa lagi menahan gugup.

***
Waktu pulang sekolah pun tiba, seperti ucapan Gerald di kelas tadi, dia mengawalku, mengendarai motornya di belakang sepedaku hingga sampai rumah.

Sesampainya di rumah, aku masuk ke dalam kamar, dengan segera membuka kado dari Gerald dan ternyata itu adalah sepasang boneka beruang berwarna cokelat dengan tulisan namaku dan nama Gerald. Di dalam kotak itu juga ada surat berwarna merah muda, yang bertuliskan:

I love you, gue sayang banget sama lo, Ry. semoga pas lo buka surat ini, gue udah jadi cowok lo.
Gerald

"Ger.. Ger.. lo ada-ada aja!" gumamku sambil melipat lagi surat itu lalu memeluk boneka, aku merasa senang bukan main, "kenapa ya kok gue bisa sesenang ini?" aku bertanya heran.

True Love of an Introvert [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang