PART 4

143 11 0
                                    

Khansa menghela napasnya panjang, dia melirik jam yang berada di ponselnya. Tepat pukul 19.00 ke mana Kaiser? Lama sekali. Haruskah Khansa memesan ojek online atau taksi online saja? Ah tidak, sepertinya lebih baik Khansa menunggu bus kota saja. Karena ini sudah waktunya bus datang. Tak lama senyum Khansa terbit, bus itu datang. Khansa lantas bangkit dari duduknya, tetapi saat kakinya akan melangkah masuk suara klakson mobil yang terdengar dari jarak 5 meter itu membuat Khansa menoleh.

"Kai?" Khansa kembali turun, bus kota itu pun pergi dan berganti dengan mobil Kaiser yang berada di depannya. Kaca mobil itu terbuka sehingga menampilkan wajah tampan Kaiser yang menatapnya tajam. Khansa hanya tersenyum lalu membuka pintu mobil itu, Khansa bukan Aruna. Sehingga Kaiser harus memperlakukan Khansa layaknya seorang putri.

"Mulai berani lo melanggar ucapan gue?" Baru saja Khansa masuk, pertanyaan dengan nada dingin itu menyapa telinganya. Khansa menatap Kaiser dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya, sangat indah. Tetapi Kaiser tidak akan pernah luluh dengan senyuman milik Khansa. Bagi Kaiser, Khansa adalah perusak masa depannya.

"Maaf Kai, soalnya kamu lama. Aku takut Kamu lupa." jawab Khansa membuat Kaiser memutar bola matanya malas.

Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota yang cukup ramai ditemani bulan yang bersinar dengan terang, lampu-lampu di sisi jalan begitu memanjakan mata Khansa. Bukankah Khansa harus berterima kasih kepada Kaiser yang menjemputnya telat? Karena Khansa bisa melihat keindahan ini, tadi sore juga Khansa melihat senja yang begitu indah di atas langit.

Suasana di dalam mobil benar-benar hening, tidak ada pembicaraan sama sekali. Sampai saatnya Khansa menyadari hal yang janggal."Kok jalannya bukan ke rumah aku, Kai?" tanya Khansa.

"Pindah."

Khansa lantas langsung mengerutkan keningnya tidak suka."Aku gak mau." Spontan Khansa mengatakan itu, kenapa tiba-tiba? Ayahnya baru saja meninggal, ibunya sendirian di rumah.

"Gak butuh penolakan lo, Khansa." ujar Kaiser tanpa menoleh sedikitpun ke arah Khansa.

"Kai, please. Mama di rumah sendirian, Ayah aku baru meninggal. Aku gak mau ninggalin Mama sendiri."

Kaiser menoleh sekilas."Lo pikir gue perduli?" tanya Kaiser.

"T--tapi-- Kai, aku--"

"Berisik!" sentak Kaiser.

Tidak berselang lama mobil milik mewah milik Kaiser tiba di rumah minimalis dua lantai yang terlihat mewah, gerbang dibuka dengan lebar. Satpam itu membungkuk sopan saat mobil tuannya memasuki area rumah, Khansa meneteskan air matanya dia tidak mau di sini, dia ingin pulang.

Kaiser keluar dari mobil sedangkan Khansa dia tetap berdiam diri di dalam mobil, Kaiser menoleh menatap Khansa. Kaiser berdecak dan meninggalkan gadis itu di dalam mobil. Kaiser tidak suka Khansa yang kekanak-kanakan. Kaiser mengenal Khansa cukup lama, 11 tahun yang lalu saat Khansa berusia 6 tahun dan dia berusia 7 tahun. Ah, atau mungkin sejak kecil mereka dipertemukan.

Untuk saat ini Khansa tidak akan perduli pada Kaiser, jika Kaiser tidak ingin mengantarkannya pulang maka Khansa akan pulang sendiri. Khansa keluar dari mobil itu, tangannya dengan lincah mengutak-atik ponsel miliknya Khansa berniat untuk memesan taksi online. Tapi belum sempat Khansa memesan taksi online itu, ponsel miliknya sudah hancur di depan matanya sendiri.

Khansa meneteskan air matanya, ponselnya hancur. Ini bukan tentang seberapa mahal ponsel miliknya hancur, tetapi semua kenangan yang ada di dalamnya. Ada banyak foto-foto bersama ayahnya yang kini sudah hilang. Khansa menoleh menatap Kaiser, tangannya terulur menghapus air matanya seiring dengan air mata itu turun. Wajah Khansa memerah menatap Kaiser. Dia marah, kenapa Kaiser dengan teganya melakukan hal seperti ini padanya?

K A I S E R || Nightmare Where stories live. Discover now