- HUIT -

3 3 1
                                    

Mereka sudah berpencar ke seluruh penjuru taman hiburan. Helio berjalan ke arah selatan dengan teliti menyusuri setiap sudut tempat itu, namun nihil. Ia tidak menemukan apapun. "Ck, di mana dia," gumam Helio. Di tengah rasa kesal, ia merasakan nyeri di dadanya. Seketika itu pula ia berlari dan semakin lama rasa itu semakin kuat.

Ia merogoh sakunya mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang, namun orang itu tak kunjung menjawab. Ia masih berlari sampai sesuatu membuatnya berhenti di depan sebuah toko permen. Ia berjalan ke arah gang yang ada di samping toko itu.

Gang itu terbilang gelap karena hanya ada satu lampu redup yang meneranginya di tengah sana. Walaupun begitu, ia masih bisa tau sedang ada perkelahian di belakang tumpukan kotak di dalam sana.

Tampak Glén yang yang sedang bertarung dengan pria berbaju lusuh dengan rambut palsu yang tergeletak begitu saja di tanah. Ia semakin terkejut karena tangan Glén yang berlumur darah karena menahan serangan pisau dari pria itu.

Helio segera berlari dan menerjang pria itu membuatnya terjerembab ke tanah. Beberapa kali ia melayangkan pukulan yang membuat pria itu sekarat. Entah kenapa ia merasa sangat marah melihat apa yang pria itu lakukan.

"Helio!" pekik Glén melihat kejadian itu. "Cukup! Hentikan! Dia bisa mati!" ia berteriak dan berusaha menarik Helio menjauh dari pria itu.

"Berikan tanganmu," ucap Helio berdiri dan beralih pada Glén.

"Nanti, Kita harus mengurus orang ini terlebih dahulu."

"Dia tidak akan bangun untuk beberapa saat," Helio menarik tangan Glén dan berdecak kesal melihat luka di telapak tangan gadis itu. "Ck, telapak tanganmu hampir terbelah menjadi dua karena pisau itu."

"Tidak apa, Aku bisa menghentikan pendarahannya sementara," Glén merogoh sakunya untuk mengambil sapu tangan, namun Helio menghentikannya.

Helio menekan luka itu dengan ibu jarinya dan membuat Glén meringis kesakitan. "Tahan sebentar," ucap Helio pada gadis itu. Beberapa menit setelah itu, Helio mengangkat ibu jarinya dan menampakkan luka di telapak tangan Glén yang sudah bersih. "Maaf, Aku tidak bisa menghilangkan bercak darahmu."

Glén membulatkan mata. "Aku tidak tahu kau mempunyai kekuatan seperti ini."

"Tidak apa, setidaknya kau tidak menyebutku sebagai paranormal, ajudan, atau pekerjaan aneh lainnya," ucapan pria itu membuat Glén tertawa lepas. Ia berusaha membersihkan bercak darah di tangan Glén dengan sapu tangan.

"Maafkan aku, Helio."

Senyum tipis terukir di wajah Helio. Melihat Glén yang mulai terbiasa dengan kehadirannya adalah hal baik untuk Helio. Namun, senyumnya luruh ketika ia teringat bahwa Glén adalah tugas baginya, ketika tenggat waktu sudah habis maka semua ini juga akan selesai.

"Helio, apa kau bisa melakukan hal ini kepada orang lain?"

"Hal apa?"

"Menyembuhkan luka," Glén menunjukkan telapak tangannya.

"Tidak, hanya kau."

"Ah seperti itu rupanya."

"Sebutan apa lagi yang akan kau berikan kepadaku?"

"Apa yang kau harapkan? Dokter alternatif?"

Tawa Glén kembali pecah. Helio mengulas senyum sampai tiba-tiba Glén terdiam. Tangannya bergerak menyentuh bagian bawah tengkuknya sendiri. "Kau merasa sakit?" Tangan Helio bergerak menggenggam tangan gadis itu. "Semoga membantu."

Glén merasakan nyeri di belakang lehernya berkurang. "Terima kasih," Glén mengulas senyum tipis. "Kita harus membereskan pria itu," Glén kembali teringat akan pria di depannya.

CHOSEN GUARDWhere stories live. Discover now