Bab 18 || Penolakan

218 74 6
                                    

Kini aku sedang berada di ruang makan bersama keluargaku. Aku masih terdiam memikirkan kejadian hari ini, semuanya masih terngiang di otakku.

"Kina? Kamu kenapa, nak?" tanya mama padaku.

"Ah, Kina gak apa-apa kok, ma. Cuma mikirin tugas aja." jawabku sambil mencoba tersenyum.

"Kalo kamu ada masalah, coba kamu cerita sama mama, papa, atau Bang Haris. Siapa tau kami bisa bantu." ujar papa lembut.

Kalo mama sama papa sih gue percaya, tapi kalo Bang Haris? Gak dulu deh, bukannya bantu paling nambah masalah aja. Batinku.

Cukup lama aku terdiam, hingga pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan soal perjodohan itu pada keluargaku.

"Pa, apa bener Kina dijodohin?" tanyaku dengan suara pelan.

Seketika ekspresi kedua orang tuaku berubah, sedangkan Bang Haris yang sebelumnya asik makan tiba-tiba tersedak setelah mendengar penuturanku.

"Apa?! Lo dijodohin?!" teriak Bang Haris terkejut.

Aku hanya mengedikkan bahuku sebagai jawaban atas pertanyaan Bang Haris.

"Jadi kamu sudah tau, Kina?" tanya papa balik padaku. Wajahnya nampak tenang, seolah-olah ini bukanlah hal yang besar.

"Jadi bener papa jodohin, Kina?!" aku sedikit menaikkan suaraku.

"Bukankah dulu kamu setuju, Kina?" kini mama bersuara.

Setuju?! Kapan mereka membahas soal perjodohan ini padaku?! Dan kapan aku menyetujui perjodohan ini?!

"Setuju?! Kapan mama sama papa bilang ke Kina kalo Kina bakalan dijodohin?!" amarahku kian memuncak.

"Sabar dulu, dek. Coba lo tenangin diri lo dulu. Dengerin dulu penjelasan mama sama papa." Bang Haris berupaya menenangkanku.

Nafasku memburu, amarah yang tadinya memuncak perlahan-lahan dapat aku redakan.

"Dulu kamu berteman dengan anak dari teman papa. Karena kami sering melihat kalian bersama, kami berinisiatif untuk menjodohkan kalian berdua. Sebelum itu, kami juga sudah bertanya dengan kalian berdua, dan kalian dengan semangat menerimanya. Sebelum mereka pindah, mereka juga mengatakan bahwa perjodohan ini akan kembali berlanjut setelah kalian dewasa." jelas papa padaku.

Gue nerima dijodohin? Gak! Gue gak mungkin mau nerima dijodohin sama si pria tengik sialan itu! Batinku menolak.

"Gak! Kina gak mau pa, ma. Kina pengen perjodohan ini dibatalkan!" pintaku.

"Tapi, kedua pihak keluarga telah menyetujui perjodohan ini sayang. Setelah kamu genap berumur 18 tahun akan diadakan upacara pertunangannya terlebih dahulu." ucap mama menambahkan.

"Tapi Kina belum mau nikah, ma! Kina masih mau sekolah! Dan juga bukankah kalian membebaskanku untuk memilih pasanganku kelak?! Lalu kenapa tiba-tiba Kina dijodohin?" aku masih kesal dan marah.

"Kina sayang, pertunangannya hanyalah sebagai tanda bahwa kalian akan bersama kelak. Untuk urusan menikah itu belakangan setelah kamu lulus kuliah nanti. Dan soal kebebasan, kami mengatakan hal itu karna kami yakin bahwa kamu akan tetap memilih dia sebagai jodohmu." jelas mama lembut.

"Tapi Kina tetep gak mau dijodohin sama orang itu, ma! Kina gak mau!" aku tetap bersikukuh untuk menolak.

"Kina, coba kamu mulai mengenal kembali orang itu lebih dulu. Siapa tau kamu bakalan berubah pikiran sayang." tawar papa.

"Enggak! Kina gak suka sama dia!" setelah mengucapkan kalimat itu, aku langsung pergi meninggalkan meja makan dan memasuki kamarku. Dengan keras kututup pintu hingga menimbulkan suara hentakan. Lalu kuhempaskan diriku ke atas ranjang.

My True First LoveOnde histórias criam vida. Descubra agora