With---22: Bosan Menunggu

39 16 77
                                    

Tak terasa pelajaran terakhir pun selesai. Tepat pukul tiga sore sekolah sudah sepi, tetapi Angel belum juga dijemput. Alhasil, dia beralih mengerjakan tugas rumah. Angel asyik mengerjakan tugas itu sampai azan magrib terdengar, tetapi sama saja sang papa tak kunjung datang. bahkan sampai azan isya sudah berlalu pun Arka juga masih belum datang. Untung Angel lagi berhalangan di hari terakhir, jadi dia tidak tembus dan salat. Semua pintu kelas sudah ditutup kecuali gerbang dan ruang kelas Angel sebab dia belum pulang.

Angel mulai bosan. Tadi sebenarnya Angel ingin menghubungi Rayyan. Namun, dia lagi pergi keluar kota, begitu pula Nadinia dan Krisna. Mereka di rumah padhe mereka masing-masing. Mau tak mau Angel menunggu Arka sampai malam. Setelah wira-wiri di dalam kelas dengan wolkernya untuk mengusir rasa bosan sampai Angel sendiri capek, kemudian dia kembali ke bangku, membenamkan kepala pada lipatan tangannya di atas meja hingga Angel tertidur.

Namun, tiba-tiba dia terusik oleh elusan lembut di rambutnya. Angel menggeliat lalu membuka mata secara perlahan. Lamtas dia melihat sosok Brama yang berdiri di samping mejanya.

“Ly, kenapa nggak Whatsapp aku?” tanya Brama.

“Aku nggak mau merepotkan kamu, Bram. Namun, mengapa kamu di sini?” ucap Angel lalu dia mengangkat kepalanya dan menoleh kepada Brama.

“Tadi aku bertemu Pak Toro habis salat isya di masjid. Setelah selesai salat Pak Toro mau ke sini lagi untuk mengunci gerbang dan ruang kelas ini. Ternyata kamu belum pulang. Usai berganti baju aku langsung menjadi tukang kebun dadakan mengantikan Pak Toro  malam ini,” jelas Brama.

“Maafin aku, Bram,” ujar Angel.

“Nggak usah minta maaf. Kamu makan belum?” tanya Brama.

“Belum.”

“Makan, terus pulang. Kamu mau makan di mana?” tanya Brama.

“Aku ngikut kamu saja. Terus, kamu jalan kaki, Bram? Di mana motormu?” tanya Angel.

“Aku bawa mobil.”

“Kamu bisa nyetir dan punya mobil?” sahut Angel.

“Bisa. Nggak punya, sih, mobilnya Om aku. Lama nggak nyetir sekalian saja pinjam dan mendampingi kamu pulang,” ujar Brama.

“Oh. Maaf, ya?” pinta Angel.

“Maaf apalagi? Kamu nggak salah, Ly,” sanggah Brama.

“Ya, aku ngerepotin kamu bawa mobil segala dan—“

Kalimat Angel mengantung ketika jari telunjuk Brama di bibirnya. Dia pun tertegun akan perlakuan tersebut. Namun, beberapa detik kemudian tubuh Angel abruk ke depan. Untung Brama sigap. Dia langsung menahan dan membiarkan kepala Angel jatuh di dadanya.

“Maaf, Bram, kepalaku pusing banget,” ucap Angel masih dengan posisi yang sama.

“Nggak apa, Ly. Itu karena kamu belum makan dan apakah kamu juga lagi berhalangan?” tanya Brama.

“Iya, Bram. Aku lagi berhalangan,” jawab Angel.

“Oh, pantas. Kata artikel yang aku baca cewek memang ada yang lemas kalau lagi berhalangan. Kamu masih kuat jalan?” tawar Brama.

“Nggak, Bram.”

“Ya, sudah. Aku bopong, ya? Nanti istirahat di dalam mobil saja,” kata Brama, kemudian dia menyambar tas Angel, lantas membopong tubuhnya. Benar, badan Angel lemas. Dia pun tak banyak menyanggah seperti biasanya, bahkan Angel dengan sendiri mengkalungkan dua tangannya di leher Brama.

“Lebih cantik kalau banyak menyanggah kamu, Ly,” kata Brama lalu membawa Angel keluar kelas.

Setelah memasukkan Angel ke dalam mobil, Brama mengunci pintu kelas lalu baru masuk ke mobil kembali. Di dalam mobil Brama tersenyum memandang Angel sudah bisa duduk tegak tidak lemas seperti tadi.

“Gimana, masih pusing? Tadi sudah diolesin ‘kan pelipisnya dengan minyak kayu putih?” tanya Brama lembut.

“Belum. Cuma aku baui saja,” jawab Angel.

Respons Brama hanya menghela napas lantas dia mengambil minyak kayu putih yang Angel letakkan di dasbor. Dibukanya tutup botol minyak itu, hendak mengoleskannya ke pelipis Angel. Namun, saat itu Angel menahan dada Brama.

“Bram, maaf. Tolong jangan dekat-dekat aku takut,” ucap Angel.

Mendengar hal tersebut, Bram tersenyum dia menggeleng. Terlihat jelas wajah Angel  ketakutan. Ternyata benar kata Rayyan,  Angel memang sulit percaya dengan cowok. Lebih tepatnya dia sangat takut. Entah apa yang membuatnya begitu, tetapi yang jelas Brama harus bisa mendapat kepercayaan dari Angel.

“Aku nggak apa-apain kamu, Ly. Percaya, deh,” kata Brama. “Aku cuma mau olesin ini di pelipis kamu. Kalau aku, mau milikin kamu nanti saja bila saatnya tiba.”

Perkataan Brama membuat Angel mengerutkan kening bingung,”Saatnya tiba? Maksudnya?”

Brama pun tertawa mendengar hal itu, kemudian dia menghela napas,”Ya, sudah. Nanti kamu juga tahu.”

Setelah berkata demikian, Brama benar-benar mengoleskan minyak kayu putih di pelipis Angel. Selesai melakukannya dia meraih sabuk pengaman dan memasangkannya untuk Angel, membuat Angel tertegun akan hal itu dan tanpa sadar kedua pipinya berubah merah seperti kepiting rebus. Tahu pipi Angel berwarna, Brama terkikik.

“Cantik kalau pipinya merah gitu, Ly,” ucap Brama dia mulai menyetir mobilnya.

“Hah?” kata Angel. “Nggak! Siapa yang merah? Memang gini pipiku dari dahulu.”

Sanggahan Angel tidak digubris oleh Brama. Dia fokus menyetir. Namun, beberapa menit mereka saling berdiam diri. Akhirnya, Brama mengajak mengobrol Angel terlebih dahulu.

“Ly, kenapa nggak minta tolong Rayyan, Krisna, dan juga Nadinia?” tanya Brama.

“Aku tak mau jadi manusia yang egois, Bram,” jawab Angel.

“Maksudnya? Aku nggak ngerti, ‘kan kamu minta tolong bukan memerintah,” sanggah Brama.

 “Aku tahu. Namun, mereka punya dunianya sendiri dan aku nggak mau merenggut itu dengan mereka terlalu menolong aku, Bram. Aku masih bisa menunggu Papa. Aku yakin, kok, jika Papa tidak mencariku pasti Mama yang akan mencariku,” kata Angel dengan nada bicara yang sedih sesekali memijat pelipisnya yang masih berdenyut.

Mendapati hal itu Brama tersenyum sambil menyetir, kemudian dia mengelus rambut Angel. “Lain kali, cari aku, ya? Aku akan ada buat kamu.”

“Nggak, Bram. Kalau tidak mendesak, aku tidak akan minta tolong orang,” balas Angel.

Respons Angel menghentikan tangan Brama, membiarkannya kembali menyetir dengan kedua tangan.  Lantas lengkungan manis di bibirnya terbit lagi.

“Ya, sudah. Aku yang akan menawarkan itu buat kamu,” balas Brama.

*****

Ketika Waktu BersamamuWhere stories live. Discover now