Harapan Orang Tua dan Keputusan Darren

122 68 2
                                    

Bab 46: Melangkah Maju dengan Sepenuh Hati

Di malam yang dingin dan berangin, Darren memutuskan untuk mengunjungi tempat biliar favoritnya. Ruangan itu terang benderang oleh lampu-lampu gantung yang menggantung di atas meja-meja biliar. Suara gemerincing bola dan langkah-langkah pemain lain menciptakan irama yang mengalun di udara, mengisi ruangan dengan ketegangan dan semangat.

Darren, terduduk di sudut ruangan, tenggelam dalam kenangan tentang Nazeera. Meski berusaha melupakan, bayangan Nazeera tetap menghantuinya. Mereka berdua memiliki takdir yang berbeda dan harus menerima bahwa mereka tidak bisa bersama.

Ketika pintu ruangan biliar terbuka, Darren menoleh. Suara langkah kaki yang akrab membuatnya terbelalak. Di hadapannya, Nazeera berdiri dengan langkah pasti. Wajahnya yang lembut dan senyumnya yang menghangatkan membuat Darren merasa seperti berada di dalam mimpi. Tubuhnya tampak lebih kurus daripada yang terakhir kali dia lihat, dan matanya memancarkan kelelahan. Rambut cokelatnya terurai dengan anggun di sepanjang bahunya, dan senyum lembutnya mengingatkan Darren pada matahari yang muncul setelah hujan deras.

"Darren," suaranya lembut, seperti angin yang berbisik di antara dedaunan. Darren menoleh, dan matanya terbelalak. Nazeera, wanita yang selama ini dia cintai dan rindukan, sekarang berdiri di depannya dengan tatapan yang penuh arti.

"Nazeera?" Darren berkata dengan suara yang bergetar, mencoba memproses kehadiran mendadak wanita itu di sana. Dia meraba-raba pinggangnya, mencari sesuatu yang bisa dia pegang untuk memastikan ini bukanlah ilusi.

Nazeera mengangguk, senyumnya tetap terpahat di wajahnya. "Aku tahu tempat ini adalah tempat favoritmu, jadi aku pikir aku akan menemuimu di sini." Suaranya seperti aliran sungai yang tenang, mengalir dengan kehangatan dan nostalgia.

Darren merasakan campuran emosi yang memenuhi dirinya: kegembiraan, kebingungan, dan sedikit ketakutan. Apakah ini benar-benar Nazeera atau hanya ilusi yang dia ciptakan dalam pikirannya? Dia ingin meraih tangannya, merasakan kehangatan kulitnya, tetapi dia ragu.

Sebelum Darren bisa mengumpulkan cukup keberanian untuk bertanya, Nazeera melanjutkan, "Aku datang untuk memberitahumu sesuatu. Aku tahu kita tidak bisa bersama, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku selalu akan mengingat kenangan indah yang kita bagikan bersama." Matanya berkaca-kaca, dan Darren melihat kilatan kesedihan di balik senyumnya.

Kata-kata Nazeera menembus hati Darren seperti pisau, mengingatkan dia pada kenyataan yang menyakitkan bahwa mereka tidak akan pernah bersama lagi. Namun, dalam keheningan ruangan biliar yang penuh sesak itu, ada kelegaan yang tak terduga dalam mendengar suara Nazeera lagi. Darren merasa seperti dia berada di antara dua dunia: masa lalu yang indah dan kenyataan yang pahit.

Dia menatap Nazeera dengan mata penuh kerinduan. "Kenapa kau datang?" tanyanya pelan.

Nazeera tersenyum, dan matanya berbinar. "Karena aku ingin memberimu kesempatan terakhir untuk mengucapkan selamat tinggal."

Darren menggenggam tangannya, merasakan getaran lembut di antara jari-jarinya. Dia tahu ini hanya momen singkat, tetapi dia akan mengingatnya selamanya. Di antara biliar yang sunyi, Darren dan Nazeera saling memandang, mengubur kenangan mereka dalam senyuman dan tatapan yang tak terlupakan.

Saat Darren memandangi Nazeera yang perlahan berbalik dan meninggalkan ruangan, hatinya berkecamuk. Senyum lembut wanita itu masih terbayang di matanya, dan meskipun dia tahu mereka tak bisa bersama, ada sesuatu yang mengganjal di dadanya.

Darren kembali duduk di kursi biliar, bola-bola berwarna tersebar di atas meja hijau. Pikirannya melayang pada Nazeera, dan dia merasa seperti ada benang tak terlihat yang menghubungkan hatinya dengan wanita itu. Namun, bagaimana mengurai simpul itu? Darren mencoba berkonsentrasi pada permainannya, tetapi Nazeera terus menghantui setiap langkahnya.

***

Dalam beberapa minggu berikutnya, Darren terus merenungkan pertemuan mereka di tempat biliar. Dia merasa seperti ada sesuatu yang harus diselesaikan, seperti ada pesan yang harus dia pahami dari kehadiran mendadak Nazeera dalam hidupnya.

Saat malam berganti hari, Darren menemukan keberanian dalam dirinya untuk menghadapi tantangan yang menghadangnya. Dia mengetahui bahwa meskipun Nazeera akan selalu tinggal di hatinya, dia harus melangkah maju dan menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri.

Dan dengan tekad yang kuat dan bantuan dari teman-temannya, Darren siap menghadapi apa pun yang akan datang, menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri untuk mengatasi masa lalunya dan melangkah maju ke masa depan yang lebih cerah.
Dia memutuskan untuk berbicara dengan kedua orang tua tentang keputusannya untuk menikahi keponakan teman ibunya.

Nyonya Seraphina tersenyum lebar, matanya berbinar-binar. Dia meraih tangan Darren dengan penuh kasih sayang. "Darren, kamu membuat kami semua bahagia. Cassandra adalah wanita yang luar biasa, dan kalian berdua akan membentuk keluarga yang indah."

Ayah Zenith mengangguk setuju. "Kami mendukungmu sepenuhnya, Darren. Kalian berdua memiliki masa depan yang cerah bersama."

Luna, Saudara perempuan Darren, menatapnya dengan tulus "Darren, aku tahu perasaanmu terhadap Nazeera masih ada. Tapi ingatlah, cinta itu rumit. Terkadang kita harus memilih kebahagiaan orang yang kita cintai, bahkan jika itu berarti melepaskan perasaan kita sendiri." Dia mengusap pundak Darren dengan lembut.

Darren menghela nafas dalam-dalam. "Terima kasih, semuanya. Aku akan berusaha menjalani keputusanku dengan bahagia. Cassandra adalah wanita yang pantas mendapatkan cintaku."

Mereka semua duduk bersama di ruang tamu, suasana hangat dan penuh harapan. Darren merasa lega, meskipun hatinya masih terbelah antara masa lalu dan masa depan.

Setelah itu, Nyonya Seraphina mengundang Mr. Anthony dan Cassandra ke rumah untuk membahas rencana pernikahan mereka. Di dalam pertemuan tersebut, mereka membicarakan berbagai persiapan dan detail penting terkait pernikahan Darren dan Cassandra. Meskipun ada perasaan yang rumit dan campur aduk di antara Darren dan Nazeera, kedua keluarga berusaha menjaga kerukunan dan kebahagiaan dalam proses persiapan pernikahan tersebut.

Nyonya Seraphina tersenyum hangat pada Darren, matanya berbinar. "Terima kasih, Darren, karena telah membuat keputusan ini. Kami sangat bahagia melihatmu menetapkan langkah penting dalam hidupmu."

Ayah Zenith mengangguk setuju, "Benar sekali, anakku. Ini adalah langkah yang besar, dan kami sepenuhnya mendukungmu."

Luna, saudara perempuan Darren, tersenyum lebar, "Aku juga sangat senang untukmu, Kak Darren. Ini akan menjadi momen indah bagi keluarga kita."

Darren merasa hangat di hatinya. "Terima kasih, Mama, Papa, Luna. Aku tahu ini bukan keputusan mudah, tapi aku ingin memberikan yang terbaik bagi keluarga kita."

Nyonya Seraphina menggenggam tangan Darren dengan penuh kasih sayang, "Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membuat pernikahanmu menjadi hari yang istimewa. Sekarang, mari kita bahas rencana bersama-sama."

Mr. Anthony, paman Darren, bergabung dalam percakapan. "Kami sangat senang untuk kalian berdua, Darren dan Cassandra. Kami akan membantu dengan semua yang kami bisa untuk memastikan segalanya berjalan lancar."

Cassandra, calon Darren, tersenyum dan mengangguk, "Terima kasih, paman. Kami berdua sangat bersemangat untuk memulai babak baru dalam hidup kami." Semua anggota keluarga tersenyum dan merasa berbahagia, siap untuk merayakan momen istimewa ini bersama.

Di antara dedaunan yang lembut, Darren berdiri di tepi jendela kamarnya, memandangi langit senja yang memerah. Udara terasa dingin, dan dia merasakan getaran telepon genggamnya di saku. Nazeera, wanita yang telah mengisi pikirannya selama beberapa bulan terakhir, adalah alasan mengapa Darren berada di sini. Keputusannya untuk menikahi keponakan teman ibunya adalah langkah besar, dan dia ingin berbicara dengan Nazeera tentang hal itu.

Namun, ketika dia mencoba menelponnya, panggilannya tidak diangkat. Darren menggigit bibirnya, mencoba menekan perasaan kecewa. Handphone Nazeera terlihat aktif, tetapi tidak ada tanggapan dari pihaknya. Darren mencoba beberapa kali lagi, tetapi hasilnya tetap sama. Seolah-olah ada tembok tak terlihat yang memisahkan mereka. Apakah ada sesuatu yang menghalanginya ataukah dia sengaja menghindari pembicaraan dengan Darren?

Dengan hati yang berat, Darren memutuskan untuk menunggu dan memberinya waktu. Namun di balik layar, sebuah rahasia yang membingungkan mulai terkuak, menggiringnya ke dalam dunia yang tak terduga. Apakah Darren akan menemukan jawaban yang dia cari ataukah akan terjerat dalam misteri yang lebih mendalam?

Rintik Kesedihan Dipelukan Hujan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang