10-0.5, Hansel and Gretel

1.4K 126 34
                                    

"Perjalanan ini... terasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk di sampingku, Kawan.."

Beberapa receh berjatuhan mengisi kotak biola yang diletakkan di depan pria itu. Ia sedang ada di ujung jembatan penyebrangan, memainkan biola sambil memperdengarkan tembang 'Berita Kepada Kawan' karya Ebiet G. Ade dengan suara sumbangnya. Alasan orang memberinya receh mungkin karena biolanya yang merdu dan rambut putihnya yang menarik perhatian.

"...Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita"
"Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang"

Dan begitulah ia mengakhiri lagunya, mengangkat wajahnya yang tirus dan memperlihatkan mata merah pekatnya. Kalau ada jenis pengamen langka maka bisa dibilang dialah orangnya. Ciri-ciri? Mungkin agak albino-albino nggak jadi, rambutnya asli warna putih, iris matanya asli warna merah, kulitnya pucat dan giginya tajam.

"Om! Request lagu dong!" seru beberapa cewek yang lewat, "lagu barat"

"maaf, tapi saya cuma bisa lagu lawas, eh sama lagu klasik deh itupun jarang yang suka" Pria rambut putih menjawab sambil menarik hoodie untuk menutupi rambutnya, "lagipula saya bukan om-om"

"terus panggil apa?"

Pria itu menjentikkan jarinya narsis, "panggil 'Abang' dong" Dan gadis-gadis barusan langsung terkikik, tapi kata-kata berikutnya membuat si Abang terkejut.

"Tapi Om kan udah punya anak"

"Haah?? Punya istri aja kagak, anak dari mane"

"Lah itu anak siapa?"

Hal yang tak tersorot kamera sejak tadi, dua anak kecil berumur sekitar 5 tahun yang kini duduk di sambil menekuk lutut di sebelah si pria, laki-laki dan perempuan. Si pria hanya menganga terkejut melihat anak itu, darimana datangnya tuyul kecil manis ini?

"Kakek.." panggil si anak perempuan.

"BWAHAHAHAHA!! Kakek katanya!-uhuk uhuk! Maaf bang-uhuk! Tapi pas banget abang kan rambutnya putih" Gadis-gadis itu tertawa sampai batuk-batuk, "aduh Bang maaf ya, makasih sudah menghibur kami, nih buat makan siang"

Selembar uang 20ribu diserahkan ke tangan si pria berambut putih sebelum gadis-gadis itu pergi. Ia kini menunduk, menatap kedua anak kecil itu horror, ia tarik kembali soal tuyul-kecil-manis, mahluk di dekat kakinya ini Gollum dengan tipu muslihat terbaik.

"selamat kalian berdua sukses menghancurkan reputasi saya sebagai preman sekaligus pengamen kece di depan mata cewek-cewek hanya dengan satu kata" ia menghela nafas dan membereskan biolanya.

"Kakek Morgan.., laper"

"Cari ibu kalian, cih, saya banyak urusan" Pria berambut putih itu, Morgan mengambil rokok--maksudnya Lollipop bentuk rokok dari saku jaketnya. Ia menggigit permen itu keras.

"Ibu lagi ada transaksi, dia bilang kami disuruh main ke tempat kakek"

Morgan mendengus, ia menyelampirkan kotak biola ke bahunya, bersiap pergi, "heran deh, meski sebegitu seringnya saya pindah tempat kenapa kalian bisa tetep nemuin saya sih?"

"Kakek Morgan bau kakek-kakek" si anak laki-laki menjawab dan langsung dibalas jitakan, "b.. bau permen maksudnya"

"Ini, dari ibu" si anak perempuan menyerahkan sebuah kotak. Morgan menerimanya dan membuka kotak itu, isinya mantap, lollipop aneka warna yang begitu menggoda, tulisannya bahasa jerman lagi, lollipop mahal ini. Ia tersenyum kecil, "Nggak ada Narkobanya kan?"

"Dari baunya sih nggak" balasnya lagi dengan polos, "kakek.. mau makaaann"

"Mau donat J.ko, kakek"

"iya-iya, nanti Saya beliin donat di warungnya si Eko"

"Gamau ke warkop Eko lagi, maunya J.ko, ke Mall itu kakek"

Mereka berdua turun dari tangga penyebrangan sambil menarik-narik jaket Morgan, membuat pria itu dongkol. Tapi kalau menelantarkan anak-anak ini amarah ibu mereka akan lebih buruk dampaknya, lollipop barusan tanda kalau ia harus menerima ini. Berurusan dengan pedagang Narkoba itu menakutkan, eh? entah kawin sama apa ibunya sampe punya anak yang penciumannya bisa setajam ini.

Sambil menyiapkan kocek, Morgan dan kedua anak kecil di kiri-kanannya melangkahkan kaki ke Mall yang memang ada di dekat sana. Mall penuh sesak dengan macam-macam orang, tampaknya sedang ada suatu pertunjukkan disini, sulap katanya.

Beberapa orang meliriknya saat ia lewat, tapi Morgan tak peduli tatapan orang-orang, ia dengan percaya diri berjalan ke naik eskalator. Meski baju dan jaket hoodienya kucel, tampangnya kece-nya ini akan mengalahkan semua itu, begitulah keyakinannya.

Dan tibalah ia di depan tempat nongkrong legendaris itu, meski sebenarnya Morgan lebih suka nongkrong di warkop dengan secangkir kopi hitam. Ia menghela nafas. "Hans, Greta, cepat pilih mau donat apa terus kita pergi"

Hening. Tak ada jawaban. Morgan menoleh ke bawahnya, wajahnya putihnya sudah sepucat orang mati sekarang. Dua anak barusan hilang. Benar-benar hilang.

.

Hansel dan Gretel kehilangan jejak orang tuanya di tengah hutan.

Mereka berjalan seharian hingga akhirnya, mereka melihat sebuah rumah

Yang terbuat dari permen dan manisan.

.

"Greta, jangan nangis"

"Kakek hilang.. hiks... hiks.... Kakek..., mau donat, laper"

"Nanti kita cari lagi, pasti bau Kakek Morgan akan tercium lagi"

Dua anak kecil itu berdiri di dekat sebuah toko. Orang-orang yang lewat tak terlalu melihat mereka sehingga tak sadar ada anak hilang disana. Si anak perempuan tampaknya akan mulai menangis sementara Si anak laki-laki mengelus kepala adiknya itu pelan.

"terlau banyak bau.. hiks, sulit"

"Nggak, aku menciumnya... bau manis ini" Hans menegakkan tubuhnya, membuat Greta berhenti menangis, "agak beda tapi... ini lumayan kuat, dekat, ayo jalan!"

Mendengar kakaknya itu Greta mengangguk dan menghapus air matanya, mereka berdua saling berpegangan tangan dan berlari mengikuti arah dimana bau manis itu tercium. Memang sih agak beda tapi siapa lagi yang bisa punya bau manis kayak gini?

Saat tiba di tempat, kedua anak itu memelankan langkahnya, mereka tak melihat orang berambut putih memakai hoodie dimanapun, tapi bau itu benar-benar berasal dari sini, tak salah lagi. Tempat ini penuh dengan kerumunan orang, jadi Greta memutuskan menutup matanya dan berpedoman pada indra penciumannya. Ia berjalan perlahan. Bau manis ini...

GREPP. Tangannya menangkap sebuah tangan.

"Loh siapa anak ini? Marco-san, coba kesini sebentar"

Sayup-sayup sebuah suara terdengar, lembut, tidak sekasar Kakek Morgan. Greta membuka mata dan terkejut saat melihat siapa orang di depannya. Pria berambut coklat, ia tak mengenalinya tapi wajah pria itu membuatnya tenang.

"Ada apa?" Pria berambut coklat itu bertanya sambil tersenyum

"Ma... mamaa" Greta mengucapkannya dan langsung memeluk orang di depanya itu sambil menangis.

.

Author: Bar, tampaknya semua orang sudah melupakan fakta kalau kamu cowok,

TBC~

AN: ehehe maap ya partnya pendek ini cuma openingnya (?) kan minus 0.5 di judul wkwk. Kalian bisa tebak saha si morgan eta teh, namanya pernah ada di chat-nya Nana kan=w= dia juga punya suatu urusan sama si Barou, apakah mereka bakal ketemu? dan gimana crossdressnya? nantikan di part berikutnya! (justfact: umur dia 42 hehe)

Lagu Berita kepada kawan for elenharits thank you por epeliting~~ (bisa bunyi kan wattpadnya? bisa kan? =w=) #soundtrackoftheday, naik kereta itu enak ternyata ya dan aku belum tagih Tama-ku -,-

btw kalau kalian nemu orang pake tas ada gantungan kunci abu2 bertuliskan 'Helianthus' itu Aku! mau nyapa boleh~

Toko Permen di Ujung JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang