09. = Tapi, Maher siapa?

37 5 6
                                    

Hollla hola hola *pake nada dolla dolla yg lgi piral*
Wahai kalian, kira-kira enaknya update weekday apa weekend ya? Komen aja disini.

Pusing.

Ara pusing. Harusnya ini jadi hari bahagianya karena tugas danusannya sudah berakhir kemaren, tapi semua sirna karena saat ini ia malah berada di depan lelaki yang paling ia hindari.

Nadhir hari ini berperan sebagai pahlawan kepagian bagi Ara, saat gadis itu di goda oleh kakak tingkat yang kehausan. Entah kehausan apa, Saat Nadhir ingin mengantarkan bekal sarapan untuk Junot di ruang sekre Fisip.

Pusing sekali saja tidak cukup, nyatanya Ara pusing berkali-kali lipat saat Nadhir terus berceloteh di hadapannya saat Ara lagi mengobati memar-memar di beberapa titik wajah gantengnya Nadhir. Yap, Mereka lagi di ULK fisip.

"Pori-pori lo kecil amat."

"Lubang idung lo gak simetris."

"Mata lo item."

"Bulu mata lo pendek ya, kaya orangnya."

"Jidat lo mayan lebar sih."

Ara membuang nafas kasar dengan wajah betenya. "Kak, bisa diem bentar gak sih?" tegurnya seraya menjeda meresapkan alkohol dengan kapas di sudut mata.

Nadhir mengabaikan. Entah karena tak mendengar atau karena terpaku dan terpukau sebab menatap wajah manis yang lagi fokus di jarak 10 senti darinya ini cukup menarik perhatiannya.

"Lo pernah ciuman gak, Ra?" sampai pada suatu titik, Nadhir berhenti mencaci fisik Ara, tepatnya saat matanya pandang ranum warna pink menjelang merah si gadis ini.

Aduh, being calm, Dhir. Dia cuma adek tingkat yang emosinya paling suka lo pancing!

Tapi, bukan Ara namanya kalo gak kebal sama apapun sikap Nadhir. Dia anteng lanjut ngobatin. "Perasaan alkohol cuma nyampe di kulit lo, tapi udah bikin lo mabuk ya? Ngomongnya jadi kemana-mana."

"Biasa di drama-drama yang gue tonton, kalo posisi cowo cewe kaya gini, adegan selanjutnya pasti mereka ciuman sih." Nadhir melanjutkan isi pikirannya.

Brutal. Brutal sekali memang. Sialan. Padahal sekarang matanya tak curi pandang ke labium itu lagi, berusaha mengalihkan dengan melihat benda acak di sekelilingnya.

Sadar, Dhir, bagi lo dia cuma mbak Rara pawang hujan. Bukan Harazeen khatulistiwa anak fisip semester tiga!

"Terus lo ngarep kaya gitu juga?" Ara menutup p3k dengan tenang, lalu menaruhnya di laci samping brangkar Nadhir duduk. membersihkan tangannya dengan tisu. Kini hutang budinya ia anggap telah selasai.

"Gue pikir lo yang paling ngarep ke gue," jawab Nadhir enteng.

"Iw Najjiss!!" pekik Ara dengan wajah jijiknya. "Tugas gue udah selesai kan? Gue cabut dul—"

After HomeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz