Prolog

3 1 0
                                    

   

            "Selamat Membaca"

"Kamu kenapa sih, selalu diam kalo aku tanya?
Kamu takut jawabnya kalo misalnya dia memang anak hasil perselingkuhan kamu" ujar Diana bergebu-gebu

"Berapa kali sih harus aku bilang, Langit itu bukan anak aku" balas Rama dengan intonasi suara tinggi.
Rama sungguh sangat muak dengan Diana yang selalu menanyakan hal yang sama

"Jadi apa?
Kenapa kamu bisa bawa pulang anak yang baru lahir ke rumah ini?
Dimana orang tua dia?
Jawab aku Ram, jawab aku" ujar Diana sambil menangis

Langit turun dari kasurnya, dia merasa terganggu dengan suara berisik dari luar.
Langit melangkahkan kaki kecilnya menuju pintu kamar yang menghubungkan dengan ruang keluarga.
Langit membuka kecil pintu kamarnya lalu mengintip ke arah ruang keluarga

"Kamu gak perlu tau apa-apa Di, kamu juga gak perlu rawat dia dengan baik, kamu cuma perlu biarin dia hidup" ucap Rama, lalu melangkah pergi

"Ram, aku hidup sama anak itu selama 5 tahun, tapi aku belum tau apapun tentang dia. Sampai kapan Ram, sampai kapan?" Tanya Diana, mengcekram tangan Rama

Rama tidak mempedulikan Diana, dia lebih memilih melepaskan  cengkeraman Diana, lalu pergi.

"ARGHhh.." teriak Diana sambil menjambak rambutnya.
Sampai kapan dia harus merawat anak yang bahkan  dia tak tau asal usulnya

Langit memberanikan diri untuk melangkah ke arah ibunya yang sedang menangis dan meringkuk di samping sofa.
Tangan kecilnya menyentuh kepala sang ibu yang ditangkup di antara dua tumitnya

"Ma..." Panggil Langit

Diana mendonggakkan kepalanya, lalu menepis tangan kecil Langit

"Pergi"balas Diana datar

Langit tidak pergi, Langit hanya menatap Diana yang balik menatapnya sinis

"Kamu gak punya telinga? Saya bilang pergi" ujar Diana dengan tatapan sinis dan dingin

"Mama, Langit..." belum selesai Langit mengucapkan kalimatnya, Diana lebih dulu menjewer telinga Langit

"Saya bilang pergi, pergi.
Kamu yang bikin keluarga saya hancur" ucap Diana menguatkan jewerannya

"Ma.., sakit ma.." rintihLangit

"Sakit? Kamu gak tau sesakit apa saya setiap hari harus lihat muka kamu" bisik Diana tepat di telinga Langit

"Ma..sakit.." rintih Langit lagi

"Kamu memang harus tau apa itu sakit" ujar Diana menguatkan jewerannya pada telinga Langit

Langit menangis, anak kecil itu tidak tau harus berbuat apa.
Setiap hari mamanya selalu memukulnya, dia tidak tau apa kesalahannya
Mamanya sangat berbeda ketika bersama Dirga, adiknya yang hanya beda beberapa bulan

"Sini kamu ikut saya" Diana menyeret Langit ke arah kamar mandi dekat dapur

Diana menyuruh Langit masuk ke dalam kamar mandi lalu menguncinya dan mematikan lampu kamar mandi tersebut

"Ma..Mama..Langit takut" teriak Langit sambil mengedor-ngedor pintu

" semakin kamu berisik, semakin lama saya buka pintu ini" ujar Diana lalu pergi meninggalkan Langit yang terkunci di dalam

Langit meringkuk di samping pintu, mengharap ada keajaiban yang datang.

Langit menangis terisak-isak, dia takut.

"Mama..." panggilnya lirih

"Mama.."

"Mama..."

"Mama..." Langit terus mengulangi kata-kata itu.
Da begitu menyanyangi ibunya, tapi entahlah ibunya menyanyanginya atau tidak

Langit menatap sekeliling, gelap. Dia tidak bisa melihat apapun. Ketakutan semakin menjadi, dia berusaha untuk tidur dan menyingkirkan pikiran-pikirannya.

"Kenapa mama jahat sama Langit?" Tanya Langit pada dirinya sendiri

"Langit sayang sama mama" lirih Langit lagi sebelum menutup mata

.
.
.
.
.
Aku bakal lebih berusaha supaya cerita lebih seru ke depannya

Thank you for reading

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 24 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LangitWhere stories live. Discover now