Strong Girl

79 3 0
                                    

Winter tersadar, lagi dan lagi pertahanannya runtuh. Kali ini milik Rina juga ikut runtuh. Sungguh tidak bisa digambarkan bagaimana hancurnya perasaan Winter.

"Win, kamu jangan ngerasa sendiri. Aku, bang Jae juga nemenin kamu,"

"Aku ga akan biarin kamu sendiri, kita lewati sama-sama ya?" Rina tidak tega Winter sampai seperti ini.

"K-kak, W-Winter g-gakuat...W-Winter mau k-ketemu mereka..." pinta Winter dikondisi tubuhnya yang sekarang.

"Kamu masih belum sehat, ikut perintah dokter buat ada di sini dulu hm?"

"Kak.. Winter mohon.." Rina sudah pasrah, akhirnya ia meminta izin pada suster yang berjaga dan diperbolehkan.

"Suster bilang harus pake kursi roda, kamu gaboleh jalan dulu," Winter mengangguk lesu.

"Pelan-pelan, kakinya ditaruh di atas sini," Rina menyesuaikan tempat telapak kaki Winter harus berada di sana.

Rina mulai mendorong kursi roda dengan Winter yang duduk di sana. Berjalan perlahan menuju ruangan menegangkan. Mereka hanya bisa melihat melalui kaca depan ruangan itu.

"M-mama... P-papa..." Winter melihat kedua belahan jiwanya terbaring tak sadarkan diri dengan berbagai alat medis dan perban di tubuh mereka.

"M-maaf Winter baru bisa jenguk s-sekarang," suaranya hampir habis dan terbata-bata.

"M-mama papa janji sama Winter sehat kan?"

"Kalian masih mau ketemu Winter lihat Winter lagi kan ma, pa?"

Sesakit itu Karina memandang peristiwa di depannya ini.

"Mama, papa yang kuat ya? Winter bakalan n-nemenin k-kalian di sini," pungkasnya.

"Love you always..." tak kuat, Karina menangkup erat tubuh Winter.

"Mama, papa pasti denger Win. Mereka denger apa yang kamu bilang barusan..." senyum tipis Winter muncul setelahnya.

"Kamu mau lihat abang? Abang ada di ruang rawat kata suster. Mau kesana?" Winter mengangguk pada akhirnya mereka pergi ke salah satu ruangan rawat inap.

Membuka pintu yang membatasi ruang itu, melihat seorang laki-laki kesayangan Winter yang terpejam dengan infus dan perban pada beberapa titik tubuhnya. Winter dan Rina mendekat, menatap lekat wajah Mark.

"Abang, Winter dateng..." salah satu tangannya mengusap rambut Mark lembut.

"Abang kenapa harus k-kaya gini..."

"Winter ga bisa lihat abang kaya gini,"

"Kalau kemarin Winter ikut, Winter ga akan se pedih ini lihat kalian semua," Rina dengan cepat mencegah perkataan Winter yang mulai kemana-mana.

"Winter, siapa yang minta kamu bilang kaya gitu? Ga perlu begitu Win, aku gamau kamu ngomong gitu lagi," nasihat Rina pada Winter.

"Kak Rina ga ngerasa sakitnya Winter kaya gini kak! Ga bisa lihat mereka luka harus dirawat gini. Kak Rina gangerti perasaan Winter!" Winter kelepasan, ia tidak mungkin akan berbicara seperti itu. Hanya pengaruh suasana hatinya yang buruk.

"Win, aku ga mungkin ga ngerasain perasaan kamu! Siapa yang ga sakit lihat sahabatnya juga sakit runtuh kaya gini... Aku juga sama Win, bukan aku ga ngerti, tapi tolong jangan karena ini kamu mikir kemana-mana Winter..." Rina tidak membentak, hanya nadanya sedikit meninggi.

"So sekarang, tenang. Coba buat tenang dulu, aku udah bilang semuanya bakal balik seperti semula,"

Pertengkaran kecil itu tidak membuat Rina mendiamkan Winter begitu saja.

"Dari semalem kamu demam, tadi pagi juga belum sempet sarapan. Sekarang sarapan dulu ya?"

"Mau makan apa?" dengan sabarnya Rina merawat Winter.

Never Gonna Let You Go | WINRINAWhere stories live. Discover now