SAM'S STORY - 3

9 0 0
                                    

"Nama gue Hani."

"Boleh gue jadi temen lo?"

"Boleh gue jadi temen lo?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suaramu bahkan masih terngiang jelas di dalam ingatanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suaramu bahkan masih terngiang jelas di dalam ingatanku. Suaramu saat pertama kali kita berbincang.

***

5 June
08:16 AM

Kau menyerngit sesaat. Sinar matahari yang masuk melalui celah jendela ruangan mu sedikit mengusikmu hingga kau benar-benar terbangun.

Ah sudah pagi ternyata.

Entahlah. Itu tandanya hari baru di mulai dan kau harus melewatinya dengan rasa jenuh. Yah sepertinya kau sudah mulai jenuh berada di tempat ini, Mercy Hospital. Meski di rumah mau pun di sekolah rasanya tidak jauh berbeda, tapi di sana setidaknya kau bisa menyibukkan diri dengan belajar atau berolahraga.

Tok tok tok

Seorang mengetuk pintu ruangan mu. Tidak kau pikirkan hal yang aneh lantaran kau pikir itu pasti hanya perawat atau dokter yang akan melihat keadaanmu. Iyakan, memangnya siapa lagi.

Tok tok tok

Seorang itu mengetuk pintu mu lagi. Dan kali ini dua alis mu sedikit bertaut. Kau sedikit heran.

Kenapa terus mengetuk? Kalau itu petugas, pasti mereka hanya mengetuk sekali dan langsung masuk dengan lancang.

Namun tak mau berpikir lebih jauh. Kau putuskan untuk pergi membuka pintunya, melihatnya dan menyelesaikannya secepatnya lalu kau akan kembali berbaring dengan nyaman.

Ceklek

Kau membuka pintunya lalu..

Kau dapati seorang gadis seusiamu tengah berdiri di hadapanmu. Gadis itu juga pasien, piyama kalian bahkan sama. Tapi wajahnya familiar.

Sudah kau buka pintunya tapi gadis itu malah diam berdiri di sana. Raut wajahnya juga tenang tanpa ekspresi. Ada apa dengan gadis ini? Apa maunya?

Namun detik berikutnya gadis itu malah mengulurkan sebelah tangannya lalu..

"Nama gue Hani."

"Boleh gue jadi temen lo?"

Kau terdiam cukup lama. Mencoba berpikir, mencerna, dan menganalisa baik-baik perkataan gadis itu. Intinya kau sedikit terkejut dengan apa yang di katakan gadis itu barusan.

"Ha?"

Dengan bodohnya kau malah menjawab seperti itu. Entahlah, siapa yang bodoh di sini tapi jika harus memberi jawaban sudah pasti Samuel Dilson akan menolak menjadi teman gadis itu bukan.

"Booleeh guuee jaadii teemeen loo?" Ulang gadis itu memperlambat cara bicaranya. Mungkin di pikirnya kau punya masalah dengan indra pendengaran.

"Maaf. Cari orang lain aja." Ujar mu to-the-point. Kau pun hendak menutup kembali pintumu tanpa basa-basi namun..

Gadis itu malah menahan pintu yang hendak kau tutup degan berani. Baiklah raut wajahmu sedikit marah sekarang. Orang ini aneh dan mengganggu, pikirmu.

"Lo gak boleh nolak permintaan orang yang sakit kanker stadium tiga." Ucap gadis itu dengan wajah serius.

"Ap-apa?" Ujarmu bingung namun sedikit terkejut.

Bingung bahwa ada orang yang begitu berani dan cukup tak tahu malu seperti gadis ini, dan sempat terkejut dengan isi perkataanya barusan.

Apa gadis ini benar-benar serius? Dia sakit kanker? Percayalah selama ini kau hanya bisa mendengar orang yang sakit kanker lewat koran atau artikel, tapi hari ini kau bisa melihat secara langsung orangnya. Yah kau sedikit tertegun sekarang.

Dan kalau di lihat lebih seksama, wajah gadis ini pucat, matanya lemah, bahkan tubuhnya kurus.

"Gue mau jadi temen lo. Dan jawabannya harus 'iya'. Kalo lo nolak, entar pas gue mati, gue gak ikhlas trus gue malah gentayangan."

Deg

Kau sedikit risih mendengarnya. Meski kau tau gadis itu hanya setengah bergurau, tapi kau tak suka mendengar kata mati. Kau cukup sensitif dengan satu kata itu.

Tapi hey tunggu dulu. Setelah melihat wajah gadis ini lebih lama, ah kau ingat. Kau mengingatnya.

"Kamu.. Cewek yang kemarin kan? Yang jatuh sampe ke lantai itu." Tanya mu memastikan.

Iya. Dia ini adalah gadis yang kemarin jatuh tersungkur tepat di depanmu. Kau tak mungkin salah. Rambut panjang hitamnya, tatapan matanya yang tajam, dan raut wajahnya yang polos tapi berani. Itu Dia.

"Bukan! itu kembaran gue!" Jawab gadis itu asal. Dua pipinya sedikit memerah, sepertinya dia malu karena kau mengingatnya.

Ah! Lagi-lagi kau jadi ingin sedikit tertawa, tapi kau tak sampai hati melakukannya.

"Nama lo siapa?" Tanya gadis itu kemudian.

Sungguh gadis itu benar-benar seperti tak ada beban karena sudah sok akrab dengan orang asing, sedikit merasa canggung saja tidak. Luar biasa.

"Samuel" Jawabmu spontan.

Eh, kenapa malah kau jawab. Seorang anti sosial seperti mu saat ini malah melakukan percakapan lebih dengan orang tak di kenal. Ini lebih luar biasa Samuel.

"Oke besok temenin gue ke suatu tempat ya, bye!" Ujar gadis itu santai sambil hendak berlalu pergi begitu saja.

Kau jadi linglung sendiri di tempatmu. "Ha?! H-hey aku kan belum bilang 'iya'."

Tanpa menoleh gadis itu menjawab. "Lo kan juga gak bilang 'enggak'."

Dan gadis itu sudah benar-benar pergi menghilang di ujung koridor. Sedang kau masih tak bergeming pada tempatmu.

Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa? Dan kenapa dengan gadis itu? Tidak! Sebenarnya kenapa dengan dirimu yang juga seolah tak sepenuhnya berniat untuk menolak gadis itu. Entahlah rasanya kau merasa tidak asing dengan gadis itu.

"Siapa namanya? Hani?" Gumammu tanpa sadar.

***

SAM'S STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang