Muskil

409 22 7
                                    

Abaikan huru-hara yang tengah melanda briizeville, fokuslah pada ibadah bulan Ramadan. Catatan ini hanya sebagai hiburan dan pemanasan sebelum melanjutkan yang lain.

...

Den Haag masih diguyur hujan penghabisan musim dingin ketika berita duka itu mencapai Goudsbloemstraat A7, disampaikan langsung oleh istri almarhum via panggilan suara. Song Eunseok tutup usia pada Senin, 11 Maret pukul 20.24 waktu setempat, bertepatan dengan malam Selasa Kliwon menurut pasaran kalender Jawa. Keluarga Song menghendaki Jürgen ambil bagian dalam tradisi brobosan*. Ibunya yang cantik seketika limbung dihempas kedukaan, disusul sergapan kalut atas penolakan keras Jung Sungchan terhadap opsi paling riskan: pulang.

"Tidak, Schatje. Sepuluh tahun yang lalu kita sudah bersepakat demi kebaikan Jürgen. Kita tidak akan membawa Jürgen pulang. Mustahil kamu sudah lupa. Kehidupanmu dan Jürgen sudah tidak sama lagi, semua karena siapa?"

Jawaban Sungchan tidak berubah sejak kemarin. Wonbin kira suhu 3°C di luar sana cukup untuk mendinginkan kepala lelaki itu sepanjang rute pengantaran cookies buatannya yang terdaftar di Kamer van Koophandel (KVK) dengan merek dagang Binnie's kepada para pelanggan. Optimisme turut Wonbin gantungkan penuh-penuh pada rawikara yang mulai ramah menyapa Den Haag di bulan Maret, berharap ampuh memacu produksi serotonin Sungchan pascaserangan winter blues tahunan. Variabel apa pun yang mampu memperbaiki suasana hati sekaligus menjernihkan pikiran Sungchan, terselip doa dari Wonbin di dalamnya.

Lebih dari satu jam Wonbin menunggu Sungchan kembali dengan sepedanya, bukan ini jawaban yang ia harapkan.

"Tapi Mas Eunseok masih punya satu anak laki-laki lagi, Ko."

Wonbin sadar diri, argumentasinya bahkan berlaras gamam. Sepuluh tahun lalu yang disebutkan Sungchan masih ajek mengisi lembar catatannya paling kelam. Sekeras apa pun upaya Wonbin melupakannya, goresan tintanya terlalu tebal, basah, menyala-nyala bak lidah api. Setiap hurufnya hidup, bergerak menjalar-jalar, meliuk-liuk seperti ... ular.

Wonbin meneguk ludah kasar. Sepuluh tahun tidak mengubah apa pun. Bulu romanya kembali meremang hanya karena mengintip ulang ruang memori.

"Pastinya kamu tidak ingin mengulangi kejadian sepuluh tahun yang lalu, bukan? Apalagi sekarang Jürgen sudah besar. Jauh-jauh kita membawanya ke sini sesuai petunjuk Ko Aheng. Keamanan Jürgen nomor satu. Eunseok sudah meninggal, kita tidak tahu siapa yang akan di--Bina!"

Suara Sungchan mengejawantah raung alarm di telinga Wonbin. Lengan kekar Sungchan berhasil menjangkau tubuh rampingnya yang limbung di depan lemari es dapur. Tubuh Wonbin aman dalam dekapan laki-laki ini, tetapi tidak dengan hatinya.

Rasanya jauh lebih rentik dari sepuluh tahun silam. Perpisahan. Dalam kurun satu dasawarsa, Wonbin harus mengalaminya dua kali dengan orang yang sama dan bersifat kekal untuk kali ini.

Song Eunseok telah berpulang. Delapan hari menjelang ulang tahunnya yang ke-36, Eunseok resmi mengakhiri perjuangan panjang dan melelahkan di atas ranjang ruang ICU sebagaimana yang disampaikan istrinya kemarin. Gagal ginjal kronis, demikian kabar yang sampai ke telinga Wonbin. Tubuh Eunseok tidak lagi sanggup menanggung jatah cuci darah rutin tiga kali seminggu. Terdengar miris jika disandingkan dengan usianya tahun ini, tentu, juga usia ketiga anak yang ia tinggalkan.

Hati Wonbin nyeri sampai tembus ke sumsum. Hingga ajal menjemput, Eunseok masih berutang maaf kepadanya, juga kepada Jürgen yang belum sempat ia temui barang satu kali.

Kumandang tangisan nyaring datang bergulung-gulung menyandingi bulir bening yang luruh di pipi Wonbin.

"Helen."

Cherry Blossoms After ErrorWhere stories live. Discover now