With---38: Presentasi

4 2 0
                                    

Jujur, Angel kini yang sudah duduk di bangku upacaranya menghela napas setelah dia selesai membacakan doa. Angel tak habis pikir, ternyata Brama memang secepat itu mengendarai motor. Dia bahkan lebih dari seorang pembalap. Brama benar-benar menepati janjinya. Mereka tidak jadi telat hari ini.

Saat ini, Brama membawa map hijau berisi naskah Undang-Undang Dasar 1945. Dia berdiri di sampingnya menghadap depan dengan tegap. Angel sesekali memandangnya sembari tersenyum. Namun, tak disangka sang empunya nama pun tahu dan menoleh.

“Ada apa, Ly?” tanya Brama.

“Nggak apa, Bram,” jawab Angel gugup.

“Oh, aku paham,” ucap Brama lalu dia sedikit mundur agar cahaya matahari tidak mengenai tubuh Angel. Entahlah, hari ini memang masih pagi. Namun, sinar mataharinya sudah menyengat.

Mengetahui perlakuan Brama, Angel menoleh sedikit ke belakang.

“Kamu kenapa melakukan itu, Bram? Aku nggak kepanasan, kok,” bisik Angel.

“Nggak pa-pa, Ly. Dari pada kamu pingsan? Siapa yang tanggung jawab?” sanggah Brama.

“Nggak, Bram,” kata Angel.

“Nggak, gimana? Kamu ‘kan hobi ke UKS,” ledek Brama. “Nggak usah protes. Ini mauku, kok.”

“Ya, sudah. Terserah kamu, Bram,” ucap Angel mengalah.

“Akhirnya, nurut juga kamu, Ly,” balas Brama lalu menabok kepala Angel dari belakang dengan map yang dipegangnya.

Mendapat perlakuan itu Angel meraba kepalanya. Dia menggerutu sambil sesekali meringis menahan rasa sakit.

“Brama! Sakit tahu nggak?” gerutu Angel dia menoleh kembali.

“Sakit, ya, Ly? Maaf, deh,” jawab Brama seraya mengelus kepala Angel dengan cengar-cengir.

Di sisi lain, Rayyan yang melihat sedikit keributan hanya mengode Angel dengan tatapan agar tidak bersuara. Saat itu, Rayyan menjadi pemimpin upacara. Rayyan pun juga sesekali tersenyum melihat tingkah adiknya dengan Brama.

*****

Beberapa menit kemudian upacara telah selesai. Para murid pun berhamburan masuk kelas kecuali Brama dan Angel. Mereka berjalan beriringan menuju kelas, usai Brama mengembalikan kursi ke ruang guru.

“Ly, presentasi sosiologi sudah siap?” tanya Brama membuka obrolan terlebih dahulu.

“Sudah. Kita presentasi dua bab setelah bab masyarakat multikultural ‘kan?” balas Angel.

“Iya. Aku satu bab dan kamu selanjutnya. Bismillah, semoga nanti kita lancar, ya,” ucap Brama.

Angel hanya mengiakan saja.

“Ly?” panggil Brama.

“Ada apa, Bram?” jawab Angel.

“Pulang sekolah ke mana?”

“Ke rumah, lah, Bram. Paling pulang sama Mas Rayyan juga. Kalau menunggu Papa nggak menjamin, sih. Tadi saja untung ada kamu. Terima kasih, ya,” ucap Angel.

“Sama-sama. Kita main, yuk! Nanti aku jemput ke rumah,” tawar Brama.

Tawaran Brama membuat Angel tertawa, dia tebak Brama hanya basa-basi saja. Pasalnya, cuma Rayyan dan Krisna yang berani mengajak Angel main. Itu pun tempatnya paling dekat dengan rumah. Respons Angel yang seperti itu membuat Brama heran.

“Kenapa?” tanya Brama.

“Kamu bercanda, Bram. Aku nggak percaya,” jawab Angel.

“Kamu meremehkan aku?” sanggah Brama.

“Nggak juga. Namun, ini kenyataannya, Bram. Ngapain ngajak main orang cacat? Menyusahkan saja,” kata Angel.

“Itu kata orang ‘kan?” tanya Brama.

Angel merespons dengan mengangguk.

“Tunggu aku! Nanti aku datang, jangan lupa pakai hoodie pemberian Mama, ya!” ucap Brama sedikit berteriak. Dia berbalik badan dan berlari menuju toilet. Angel pun tertawa memandang tingkah Brama.

*****

Brama kembali ke kelas dan Pak Hali sudah datang. Dia pun segera mengambil smartwatch untuk mengirim file presentasi supaya bisa diakses dengan laptop Pak Hali. Dia pun berdiri di depan kelas menerangkan bab sosiologi setelah masyarakat multikultural, kemudian disambung oleh Angel dengan bab selanjutnya. Pak Hali pun hari ini hanya menyimak saja dan mengawasi diskusi murid-muridnya sampai jam pelajarannya selesai.

***** 

Tak terasa istirahat pertama pun telah tiba. Namun, Angel bergegas saja ke ruang BK karena mamanya sudah berada di sana untuk memenuhi panggilan.

Sesampainya di ruang BK, Angel langsung saja duduk di samping Wanti. Mereka berdua sekarang duduk berhadapan dengan Bu Bira  dengan meja sebagai sekat.

“Selamat pagi, Bu Bira. Saya di sini sebagai orang tua dari Angel ingin meminta maaf atas kesalahan anak saya,” kata Wanti mendahului pembicaraan.

“Iya, Bu. Lain kali anaknya diperhatikan, ya. Biar nggak cari masalah,” jawab Bu Bira ketus.

Mendengar hal itu, Wanti hanya tersenyum tipis. Dia tahu sekarang, menghadapi Bu Bira memang harus dengan kesabaran yang penuh. Cerita dari Angel waktu itu membuat Wanti mengerti.

“Anak saya hanya sedang capek dan mencoba menyanggah saja, Bu. Ya, meski begitu Angel tetap salah. Lantas, apa hukumannya, Bu?” jawab Wanti to the point. Beliau tidak mau berbelit-belit dengan Bu Bira.

Setelah menghela napas Bu Bira memandang Angel dengan lekat.

“Karena pelanggaranmu termasuk ringan, jadi hukumannya hafalan surat Al-Baqarah sambungan ayat kemarin yang kamu hafalkan dengan Pak Lukman sampai ayat dua puluh, ya. Waktunya tiga hari. Kamu sanggup ‘kan?” kata Bu Bira.

“Sanggup, Bu. Nanti kalau sudah hafal saya setor ke Pak Lukman,” balas Angel.

“Baik. Untuk Bu Wanti. Jangan biarkan anak kurang perhatian Anda. Karena pihak sekolahan tidak dapat mengawasinya secara penuh. Anak tetap tanggung jawab orang tua,” ujar Bu Bira.

Perkataan Bu Bira membuat Wanti tersenyum tipis, dia memandang beliau lembut.

“Anak saya memang tidak beruntung soal keluarga, Bu. Namun, anak saya juga punya hak yang sama seperti anak-anak lain di sini,” balas Wanti.

Bu Bira pun terdiam, dia masih mencerna kata-kata Wanti. Sebelum Bu Bira menjawab kembali, Wanti menghela napas.

“Apakah masih ada yang dibicarakan lagi, Bu?” tanya Wanti.

“Saya pikir sudah selesai, Bu. Angel masih bisa ditoleransi,” jawab Bu Bira.

Akhirnya, Wanti pun pamit pulang. Sudah keluar dari ruang BK bersama Angel, kini mereka saling berdiri berhadapan tepat di depan pintu kelas Angel. Wanti menghela napas lalu menepuk lembut pundak kanan Angel.

“Ngel, jangan ulangi lagi, ya. Mama khawatir sama kamu,” kata Wanti.

“Iya, Ma. Angel minta maaf, ya?” pinta Angel.

Wanti pun hanya mengiakan, kemudian dia berpamitan pulang. Angel menatap sang mama yang perlahan melangkah pergi. Dia menghembuskan napas pelan lalu Angel masuk ke kelas.

*****

Ketika Waktu BersamamuWo Geschichten leben. Entdecke jetzt