UL | DESA WEISPRING | Alasan mengapa

15 3 0
                                    

"Hh ... Lilysia jadi merindukan Ibu. Kira-kira, kondisi Ibu sekarang seperti apa ya?" tanyaku pada diri sendiri.

Setelah bertemu dengan anak katak pedalaman itu. Dia langsung melompat pergi begitu saja saat Lucillion makin mendekat.

Sementara itu, bangkai Ibu katak dibiarkan terurai juga dimakan oleh hewan lain.

Ini sudah siang. Artinya, sisa waktuku di Desa Weispring tinggal besok dan besoknya lagi.

Karena aku ditempatkan di kamar depan, sekarang aku tengah melihat keluar jendela. Kepalaku di letakkan di atas tangan yang terlipat.

Helaan napas ku makin terdengar seiring dengan rasa rindu yang terus menumpuk.

Fokusku kemudian teralihkan pada Lucillion. Dari sini, aku bisa melihat dia menerima sekeranjang bunga jeruk dari seorang anak perempuan.

"Dia, kan ... anak yang tidak kunjung masuk ke dalam rumah saat hari mulai gelap," gumamku.

Meskipun jarak rumah Lucillion dengan rumah anak perempuan itu tidak terlalu jauh. Tetap saja, aku tidak bisa mendengarkan apa yang mereka bincangkan. Aku hanya memperhatikan mimik bibir keduanya.

"...!" Aku memekik saat Lucillion menyadari bahwa aku tengah memperhatikannya.

Mata kami sempat bertemu sebelum akhirnya Lucillion memutuskan kontak mata terlebih dahulu.

Sepertinya tidak masalah untuk memperhatikan keduanya sedikit lebih lama.

Aku menyangga dagu dengan dua tangan. Mataku menangkap wajah Lucillion. Namun, aku sendiri terpaku pada matanya.

Bagaimana bisa Tuan Muda memiliki warna mata yang berbeda? Terlebih, cara matanya menatap semua hal selalu sama. Sayu, datar, dan seperti tidak memiliki semangat hidup, batinku.

Mata biruku mengikuti Lucillion yang berjalan kembali kemari. Sebelum masuk ke dalam rumah, dia sempat berhenti dan menatap lurus padaku.

Kepalanya memberikan isyarat untukku keluar dari kamar. Dan aku menurutinya.

Begitu keluar, aku langsung duduk di atas tikar. Lucillion meletakkan beberapa buah jeruk di atas meja.

Sedangkan sisa jeruk yang masih ada di keranjang dibawa masuk ke dalam kamar Kakeknya.

Saat Lucillion keluar kamar, aku langsung melontarkan pertanyaan padanya.

"Anak perempuan yang memberikan jeruk itu siapanya Tuan Muda?"

Lucillion duduk di hadapanku. Yang memisahkan kami hanyalah meja bundar ini.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Lucillion meriah satu buah jeruk dan mulai mengupasnya.

"Em ... hanya penasaran. Bisa saja, kan kalau kalian berdua itu pasangan?"

Lucillion mendengus. "Maksudmu, aku tampak serasi jika bersama dengan Adikku?"

"..."
"Adik?!" kataku tidak percaya.

Lucillion menatapku. "Apakah reaksimu harus begitu berlebihan saat aku menjawab pertanyaan?"

"Tidak! Hanya saja ... kenapa kalian tinggal terpisah?"

"Memang sudah seperti itu sejak pertama kali. Adikku tinggal dengan Ayah."

"Ah ... jadi, apakah Tuan Muda memiliki saudara lain?" Nadaku pelan.

Lucillion menggeleng. "Tidak. Dia satu-satunya saudari yang aku miliki. Itupun beda Ibu."

"Beda Ibu?" Aku memiringkan kepala karena baru pertama kali mendengar ungkapan itu.

"Iya ... Satu tahun setelah Ibuku meninggal saat melahirkan. Ayah menikah dengan seorang janda di desa ini." Jari telunjuk Lucillion menyentuh meja beberapa kali. "Jadi, Ibu dari Adikku adalah seorang Ibu sambung."

UNTUK LAVYLIA [HIATUS]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin