With---4O: Lima Detik

8 2 0
                                    

Sesuai keinginan Brama, lima belas menit berlalu. Angel sudah siap dengan hoodie merah pemberian sang mama yang dia padukan dengan celana hitam panjang. Rambut yang dia kucir ekor kuda berhias jepit bentuk bunga mawar pemberian Rayyan waktu itu, tak lupa dia juga memakai tas rajut selempangnya. Kini, Angel tinggal memakaikan kaki kirinya sepatu putih.

Namun, saat sedang asyik menali tali sepatunya, tiba-tiba tali itu diambil alih oleh seseorang, membuat dia kaget dan refleks mendongak.

“Brama?” kaget Angel. Setelah mengetahui pelakunya adalah Brama, dia jongkok dengan posisi kaki kirinya ditekuk sembari membenahi tali sepatunya.

“Iya. Ada apa, Ly?” sahut Brama, selesai dengan aktivitasnya dan tersenyum kepada Angel.

“Nggak apa, kaget saja. Aku sudah selesai. Berangkat sekarang?” tanya Angel.

“Bentar, lima detik dahulu,” pinta Brama. Kedua tangannya pun beralih menangkup pipi Angel dan menatap wajahnya lekat.

Mendadak tatapan Brama membuat jantung Angel berdegup kencang. Namun, dia berusaha santai. Jujur, Angel akui penampilan Brama saat ini sama persis dengan dirinya. Hanya beda warna hoodie. Punya Brama berwarna biru, dilengkapi dengan jam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya. Rambut hitam itu pun menambah wajah Brama mempesona.

“Apa, sih, Bram? Melihatku seperti itu, ada yang aneh?” tanya Angel untuk menepis kegugupannya.

Brama menggeleng lalu tersenyum kembali dengan posisi yang sama.

“Terus?” tanya Angel heran.

“Aku suka menatap kamu kayak gini. Apalagi matamu indah dan di dalamnya ada aku,” ucap Brama.

Perkataan Brama membuat Angel jengah. Dia pun menepuk jidatnya pelan lalu  beralih menangkup kedua pipi Brama. Sekarang, mereka berdua saling berdiam diri seraya bertatapan. Entah kenapa sorot mata hitam Angel langsung saja masuk ke dalam jantungnya dan lag-lagi sang jantung itu berdetak lebih kencang, tetapi saat di situasi tersebut tiba-tiba Angel mencubit hidung Brama keras.

“Ya jelas, dong, Bram. Bayanganku ada dalam matamu. Wong kamu natap aku! Sorry gombalanmu nggak mempan padaku,” sanggah Angel lalu melepas cubitannya. Namun, tak disangka tubuh Brama goyah dan dia pun hampir jatuh. Dengan sigap Angel menarik tangan Brama. Naas, bantuan Angel membuat dia rugi sendiri. Tubuhnya ikut lolos dari kursi dan jatuh di atas tubuh Brama.

Dug!

Jidat Angel terbentur dada Brama. Rasanya sakit sekali. Dia pun mengelus-elus jidat itu supaya reda rasa sakitnya. Sedetik kemudian, kepala Angel dia letakkan pada dada Brama memposisikan telinga itu dengan benar. Angel  hanya ingin memastikan saja, degub jantung yang sangat keras tersebut apakah milik Brama?

“Bram, jantung kamu kenapa? Keras banget degubnya sumpah,” tanya Angel sesekali mendongak dan memposisikan kembali telingannya untuk mendengar.

Pertanyaan Angel membuat Brama menghembuskan napas berat, dia melakukan hal itu berkali-kali dengan harapan detak jantungnya segera mereda. Namun, nihil. Perlakuan Angel malah membuat jantungnya semakin abnormal. 

Brama belum menjawab pertanyaan Angel. Dia malah menutupi wajah itu dengan punggung tangan kanannya, sedangkan yang kiri dia biarkan lurus di lantai. Respons tersebut, membuat Angel gemas lantas dia menyingkirkan tangan Brama dan menatap wajahnya lekat.

“Bram, jantung kamu kenapa? Jangan nambah aku khawatir, deh,” kata Angel mengulang pertanyaannya, kemudian dia meletakkan telinganya di dada Brama lagi. “Noh, ‘kan? Kamu mau serangan jantung, ya, Bram? Lebih kencang lagi daripada yang tadi, lho.”

Masih dengan posisi yang sama Brama terkekeh mendengar ocehan Angel lalu dia beralih menatap Angel yang masih setia di atasnya. Dia pun gemas. Tingkah gadis ini memang polos dan lucu. Angel masih saja sesekali menempelkan telingannya di dada Brama. Padahal, yang membuat detak jantungnya abnormal adalah dia.

“Ly, aku nggak pa-pa. Sini! Tatap aku, deh,” pinta Brama.

Permintaan Brama membuat Angel menghentikan aktivitasnya dan mendongak untuk menatap Brama.

“Beneran?” tanya Angel.

Brama hanya mengiakan.

Alhamdulillah,” ucap Angel lalu berniat untuk berpindah tempat.

Namun, baru saja dia ingin beranjak, tiba-tiba tangan kiri Brama merengkuh tubuhnya. Alhasil, sekarang mereka saling beradu pandang. Mata hitam Brama yang menatap Angel dari bawah, langsung saja masuk ke manik hitam sang pemiliknya yang ada di atas.

“Kenapa, Bram?” tanya Angel bingung. “Aku bisa, kok, pindah sendiri.”

Senyuman Brama adalah respons dari ucapan Angel lalu tangan kanannya bergerak mengelus jidat Angel dengan sesekali meniupnya lembut.

“Sudah nggak sakit ‘kan sekarang? Maafin, ya?” kata Brama masih sesekali meniupnya.

Perlakuan Brama membuat Angel tersenyum. Dia masih membiarkan Brama melakukannya.

“Sudah, ya? Sana, pergi!” ujar Brama setelah menghentikan kegiatannya dan melepaskan rengkuhannya dari tubuh Angel.

“Ih! Ngusir,” protes Angel. Akhirnya, dia pindah dan beralih posisi menjadi duduk bersila di samping Brama.

“Biarin! Salah sendiri usil. Hidung aku mancung nanti,” balas Brama usai dia bangkit dan berdiri. “Aku pamit Mama dulu, terus kita berangkat, ya?”

Tanpa menunggu jawaban Angel, langsung saja Brama melangkah mencari Mama Wanti untuk minta izin mengajak Angel. Sudah mendapatkan izin, Wanti pun membantu Angel naik ke motornya Brama.

*****

Sebelum ke tujuan mainnya, Angel meminta Brama untuk mampir terlebih dahulu ke sungai yang sering dia kunjungi bersama Danu. Setelah mereka duduk bersebelahan dengan posisi berayun. Brama memulai obrolan.

“Indah, ya, Ly, sungai ini. Terus, kenapa kita ke sini?” tanya Brama penasaran.

“Aku ingin menceritakan sedikit tentang kalung itu,” jawab Angel.

Brama pun yang awalnya menatap depan menikmati pemandangan itu, kini dia menoleh menatap Angel tersenyum. Tangan kanannya menyelipkan helaian rambut Angel ke belakang daun telinga yang sesekali bergerak pelan karena tertiup angin.

“Ada apa dengan kalung ini, Ly? Dia masih bertengger di leherku, lho,” kata Brama dia masih melanjutkan tindakannya.

“Aku pernah ingin membuang kalung itu di sungai ini,” balas Angel.

“Karena?” tanya Brama.

Pertanyaan Brama membuat Angel menghela napas lalu dia tersenyum menatap Brama yang masih memainkan rambutnya.

“Aku sudah tidak percaya lagi dengan cowok sekali pun itu Kak Hans dan Mas Rayyan. Patah hatiku karena Papa, Danu yang tak bisa aku temui duluan karena fisikku, terus cowok jahat yang melakukan hal tak senonoh kepadaku. Itu penyebab utamanya, Bram. Aku depresi sebab masalah keluarga. Terlepas dari itu, Bram…” Kalimat Angel menggantung. Matanya pun menatap Brama dengan lekat.

Brama berhenti memainkan rambut Angel, kemudian dia membalas tatapan Angel dengan lembut.

“Iya, Ly. Kenapa?” tanya Brama seraya tangan kanannya mengelus pipi Angel. Sang empunya punya pipi pun mengenggam tangan Brama di situ dengan sesekali memejamkan mata.

“Apakah aku benar-benar bisa percaya padamu, Bram? Apakah kamu mau mengajariku dan bukan menerimaku apa adanya? Sebab, saat aku bersamamu. Aku menjadi apa adanya diriku,” ucap Angel usai menghela napas dan membuka matanya kembali.

******

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang