PROLOG

38 16 3
                                    

"Silahkan pasang foto tiga kali empat dan tanda tangan di sini."

Seorang guru wanita menginstruksi setelah Primara mengisi formulir pendaftaran ulang. Primara menghela napas sejenak. Bersekolah di SMA Cita Pelajar nyatanya bukanlah sebuah kemauan, melainkan kehendak ibunya. Primara harus merelakan smansa dimana itu adalah sekolah dengan reputasi paling baik di kotanya.

Hampir menangis, itulah yang dirasakan Primara. Seharusnya sekarang ini ia berada di smansa. Berkumpul dengan anak-anak ambis se-frekuensi untuk menyerahkan formulir pendaftaran ulang bersama. Nyatanya impian itu telah sirna tanpa lebih dulu diperjuangkan.

Primara tidak suka dengan SMA swasta pilihan ibunya. Menurutnya bibit dan bobot SMA Cita Pelajar sangat tidak jelas. Dengar-dengar dari mulut ke mulut reputasi SMA ini kurang baik. Menurut primara bukan kurang baik lagi melainkan sangat buruk.

Dulu semasa SMP primara dan teman-temannya sering membicarakan kasus-kasus yang menimpa SMA Cita Pelajar. Mulai dari tawuran hingga perundungan kritis. Dari situlah primara enggan bersekolah di sana termasuk teman-temannya. Namun yang terjadi sekarang ini? Bisa didefinisikan sebagai jilat ludah sendiri.

Dengan berat hati jemari primara mengambil sedikit lem lalu mengusapkannya pada sebuah foto berukuran 3x4. Gadis itu lalu menempelkan foto pada kotak yang tersedia di formulir. Tidak lupa menggoreskan sedikit tinta pulpen sebagai tanda dari tangannya di sana.

"Terima kasih. Selamat bergabung menjadi bagian dari SMA Cita Pelajar. Saya harap anda berperilaku baik." Ucapan guru itu membuat Primara tersenyum tipis. Tidak sudi rasanya jika harus disamakan dengan murid-murid nakal di luaran sana. Primara itu beda dan ia akan membuktikannya nanti.

"Saya pastikan. Ibu tidak perlu khawatir."

"Silahkan menebus seragam dan keperluan lainnya di koperasi!"

Primara tak lagi menjawab, iya hanya menganggukkan kepalanya. Kakinya melangkah menyusuri jalanan paving yang sedikit retak. Bukti kalau Cita Pelajar itu biasa saja, bukan termasuk sekolah elit. Beberapa sarana terkesan butuh pembenahan. Plusnya di sini  gedungnya tiga tingkat dengan lapisan cat yang elegan.

Bukannya menuju koperasi, Primara mendaratkan tulang ekornya pada sebuah kursi panjang di seberang perpustakaan. Ia menatap sekeliling dengan cermat. Berharap ada sesuatu yang membuatnya senang berada di sini. Nihil, tentu saja.

Netranya tak sengaja bertemu dengan guru wanita muda lewat celah pintu perpus yang terbuka. Guru itu tersenyum ramah kepada primara. Primara tidak merespon apapun.
Pikirannya terusik oleh kenyataan yang masih belum bisa iya terima.
Dalam sekejap Primara tak lagi melihat bayangan guru itu yang hilang entah kemana.

"Apa yang menarik? Apa yang bisa bikin gue betah sekolah di sini?"

______________________________________

Assalamualaikum 😺


Selamat datang di cerita klamalia.
Follow author dulu say biar nggak ketinggalan info cerita.

METAM

Fiksi remaja-horor-thriller yang akan membawa kalian hidup bersama para murid toxic SMA Cita Pelajar. Kecuali Primara pastinya.

Eh tapi-tapi, apa Primara bakalan ikutan toxic kayak murid-murid lainnya?

Ditunggu aja, ntar juga tau sendiri 😌

METAMWhere stories live. Discover now