ONE: [THAT SHOULD BE ME]

3.2K 132 3
                                    

ONE―THAT SHOULD BE ME

"―You're taking him where we used to go

Now if you're trying to break my heart

It's working 'cause you know that―"

PASANGAN pengantin itu terlihat bahagia di atas pelaminan. Kedua mempelai itu memakai pakaian pengantin sunda. Sang wanita terlihat sangat cantik mengenakan Siger dan kebaya berwarna putih. Nuansa tradisional sangat terasa di ballroom hotel itu. Seorang lelaki dari sudut menatap pasangan pengantin di atas pelaminan itu dengan tatapan nanar. Kekesalan, kekecewaan dan sakit hati bercampur jadi satu. Tidak boleh! Ia harus kuat. Ia tidak boleh terlihat lemah di sini. Walaupun sebenarnya perasaannya sedang diuji tapi ia laki-laki bukan perempuan yang lemah dan menangis dengan cengeng saat melihat mantan tunangan yang masih dicintainya menikah dengan orang lain.

Seseorang menepuk bahunya menguatkan. Ia menatap ke arah orang yang menepuk bahunya.

"Everything's cool. Right?" tanya lelaki bermata sipit disebelahnya.

Kalau dilihat-lihat lelaki itu mirip dengannya. Hanya berbeda di matanya. Ia bermata almond dengan tatapan tajam. Sedangkan lelaki disampingnya bermata sipit dengan tatapan lebih lembut.

"Nggak perlu deh lo sok care kayak gitu," katanya ketus.

"It's okay not to be okay. Just stay calm, Bro. Even your heart fallin' into pieces," ujarnya.

Ia tersenyum sinis, "Lo nggak usah sok tahu deh, Clay. You are my twin, but this time is not your part. Just stay in your area."

"Gue nggak sok tahu kok. Mungkin sifat lo kayak gitu yang membuat Sarah―," kata-kata Clay dipotong Karl.

"Halah! Bullshit," kata Karl langsung meninggalkan Clay berjalan ke arah meja dan mengambil red wine.

Clay menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Honey, look! Karl needs space. Just don't bother him," kata Elisa menenangkan suaminya agar tidak terpancing suasana.

"Yeah, I hope so," kata Clay sambil menatap saudara kembarnya itu yang berada di sudut ruangan sambil menyesap red wine di tangannya. Dalam hatinya ia juga sebenarnya kasihan. Tapi apa yang ia bisa perbuat?

Karl menghela napasnya sesak. Bahkan setiap tarikan napasnya ia merasakan sesuatu menghimpitnya dalam hati. Ia segera menghabiskan gelas kedua red wine-nya. Menatap lagi pengantin di atas pelaminan. Kini pengantin itu sedang memotong sebuah kue tart di hadapan mereka. Sang pria menggenggam erat tangan sang wanita, mereka bersama-sama memegang pisau untuk memotong kue pernikahan itu. Kebahagiaan membungkus keduanya.

Kenapa sih, Sar, lo nggak bilang dari awal kalau lo nggak suka konsep pernikahan garden party? Kenapa lo nggak bilang kalau lo mau indoor party dengan tatanan tradisional kayak gini? Dan kenapa lo nggak bilang kalau lo mau juga ikut ambil andil dalam menyusun pernikahan kita? Kenapa lo baru bilang saat itu juga?

Tatapan Karl melembut menatap wajah wanita yang sedang berada di pelaminan itu. Ia merindukan senyumannya itu. Setahun lalu senyum itu masih menjadi miliknya. Tapi sekarang itu senyum itu bukan miliknya lagi.

Suap-suapan kue antara kedua mempelai pengantin membuat Karl semakin menggenggam erat gelasnya. Melihat kemesraan mereka rasa-rasanya Karl ingin berteriak pada mempelai pria saat itu juga 'seharusnya gue yang ada di posisi lo!' tapi Karl mengurungkan niatnya. Itu memalukan dirinya sebagai lelaki.

Namun, saat sang MC mengatakan sebentar lagi akan ada wedding kiss membuat Karl tidak tahan lagi berada di ruangan itu. Ia menghempaskan gelas secara kasar di atas meja. Bahkan hempasannya terdengar di seluruh sudut ballroom. Membuat semua mata tertuju padanya yang sedang berjalan keluar dari ballroom itu.

BELIEVEWhere stories live. Discover now