Chapter 16.

34K 3.3K 124
                                    

Hari demi hari berlalu, tak terasa, hal tersebut mampu membuat kedekatan antara Lendra dan Alera semakin erat terikat. Mereka berdua sudah layaknya pasangan suami istri yang menikah dengan cinta. Bahkan mungkin, Alera sudah sangat sulit berjauhan dengan Lendra.

Nyatanya, cinta Alera untuk suami dari 'dunia lain'-nya itu semakin subur. Ia tidak mengindahkan lagi tentang kehidupannya terdahulu, yang terpenting sekarang adalah menjalani hidup di dunia ini dengan damai.

Sejalan dengan hal tersebut, Alera semakin bisa mengendalikan elemennya. Belum dikatakan kuat, namun jika disandingkan dengan pemula yang lain, tentunya kemampuan Alera cukup mempuni.

Beberapa macam teknik dasar menggunakan sihir telah ia kuasai hingga tibalah waktunya. Waktu di mana Lendra dan Alera membeli kereta kuda.

Kemarin, Lendra telah menyewa sebuah kereta kuda di desa terdekat menggunakan uang tabungannya. Jujur saja, Alera sempat berpikir jika tabungan itu ibaratkan seperti di dunia modern yaitu pada sebuah bank atau paling tidak menggunakan celengan.

Namun semuanya salah, nyatanya Lendra menggunakan karung sebagai tempat menyimpan uang-uangnya. Karung? Ya, benar. Ia bahkan menyimpan karung itu di tempat terbuka. Rasanya Alera ingin mencibir lelaki itu, tapi tentu saja ia tak tega.

"Lama banget kereta kuda ini jalan. Andai ada mobil, kayak di zaman modern," gumam Alera cukup pelan, tetapi tampaknya Lendra dapat menangkap perkataan itu dengan jelas.

"Mobil? Zaman modern? Apa itu?" tanya Lendra seketika membuat Alera tergagap.

"Em, itu... Bukan apa-apa," jawab Alera gugup.

Lendra hanya mengangguk santai tetapi tidak dengan pikirannya yang melalang buana. "Sudah dua kali ia menggunakan bahasa itu. Tempo hari berbicara kasar saat dia terusir sekarang mengeluh tentang mobil di zaman modern," Ia menatap Alera dengan tatapan yang sulit diartikan.

Lamunan pria itu buyar karena tiba-tiba kereta kuda mereka terasa menghantam sesuatu sehingga terdengar bunyi yang cukup kencang. Alera bahkan sudah menyentuh dadanya guna menetralkan detak jantungnya yang terasa hampir melompat dari tempatnya.

"Bajingan. Kaget gue," umpat Alera tanpa sadar.

Lagi-lagi Lendra terdiam mendengar bahasa yang diucapkan istrinya sangat familier di pendengarannya. Namun sekarang bukan saat yang tepat memikirkan hal tersebut.

"Ibu, takut..." Enzi yang sedang tertidur merasa terganggu. Ia merengek lantaran suara bising yang terjadi.

Sang ayah--Lendra--mengintip dari pintu kereta. Terlihat, beberapa bandit dengan kemampuan sihir tingkat rendah sedang mengusik kereta kudanya. Tampaknya tampilan kereta kuda serta minimnya pengawal membuat para bandit berani menyerang. Mereka tidak menyadari, bahwa mereka telah mengantarkan nyawa mereka untuk dicabut.

Lantas, Lendra keluar dari kereta, begitupun dengan kusir yang turut keluar dengan raut wajah marah. Pasalnya para bandit ini telah merusak kereta miliknya. Miliknya? Ya, tentu saja. Kereta kuda tersebut langsung di kendarai oleh pemiliknya.

"Dasar bandit sialan. Kalian merusak keretaku!" kesalnya. Pak kusir itu mengeluarkan bola api di kedua tangannya sedangkan Lendra mengeluarkan elemen angin.

"Gunakan elemenmu bersamaan denganku," ujar Lendra dingin.

Setelahnya kedua pria tersebut melancarkan serangan mereka secara bersamaan. Membuat sebuah elemen petir memancar, menyerang para bandit yang berjumlah tujuh orang itu satu per satu.

Tak menunggu waktu lama, semua yang menganggu perjalanan mereka, telah Lendra tumbangkan. Setelahnya Lendra kembali masuk ke dalam kereta kuda bersamaan dengan sang kusir.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Alera cemas. Sedari tadi ia berniat membantu namun ia tidak tega meninggalkan Enzi yang sedang ketakutan.

Lendra tersenyum melihat kecemasan dari wanita yang ia cintai. Ia mengangguk pelan. "Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir," balasnya lembut.

"Syukurlah..."

Perjalanan kembali berlanjut. Enzi telah kembali tenang bahkan anak laki-laki berusia lima tahun itu telah kembali tertidur di atas pangkuan sang ibu.

Tanpa mereka sadari, bandit-bandit yang mengganggu perjalanan mereka hanyalah sebuah jebakan. Jebakan yang hanya diketahui kegunaannya oleh si pembuat.

Di balik pohon, seseorang tersenyum miring seraya menatap kereta kuda yang perlahan menghilang dari penglihatannya. "Aku menemukanmu," gumamnya. Setelah itu ia tertawa terbahak-bahak layaknya orang gila.

TBC.

Farmer's Wife (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang