Bab 41: Aneh

7.9K 690 47
                                    

081012022002
Tama? Posisi?

Centang satu doang.
Ada apa nih. Semoga lu nggak kenapa-kenapa ya. Batin Renner.

⏳⏳⏳

Ketika menyantap sarapannya, pikiran Renner melayang ke pesan singkat dari Sam semalam. Ia sudah mencoba menghubungi nomor itu, tapi sudah tidak aktif. Mungkin ada baiknya ia bertanya ke Pak Dewa perihal ini.

HP Renner bergetar, panggilan dari kantornya.

"Ren, cepet ke kantor ya. Ada kemungkinan kasusnya Laskar masih kebuka." ujar komandannya dari ujung telepon.

"Gimana maksudnya? Bukannya udah ditangkep semua sama Brimob? Sidang pertamanya juga udah mulai kemarin, kan?" tanya Renner.

"Udah cepet kesini aja." sahut komandannya. Renner menutup teleponnya dan bergegas ke kantor.

Di kantor, timnya sudah berkumpul. Briefing sudah dimulai.

"Jadi ini masih analisa awal aja, tapi kita mesti cepet narik kesimpulan." ujar Komandan Jeffry, atasan Renner di Bareskrim.

Menurut analisa awal footage dashcam dari penyergapan Brimob, ada dua orang anggota Laskar yang tidak berhasil ditangkap. Tapi ini tidak sesuai dengan pernyataan Intan yang menyatakan bahwa semua anggota Laskar sudah ditangkap. Jadi, Renner ditugaskan untuk menganalisa ulang footage dashcam dan memberi kesimpulan resmi agar Bareskrim bisa menindaklanjuti.

Renner menghela nafasnya, lagi-lagi me-review footage. Tapi ia tidak bisa menawar, timnya yang lain sedang melakukan pekerjaan lapangan yang ia tidak bisa ikuti karena bahunya masih di-sling. Ia langsung menuju mejanya dan mengerjakan pekerjaannya. Setelah beberapa jam duduk di kursi kantor yang tak nyaman, Renner merasa bahunya sakit lagi. Ia lalu memutuskan untuk membawa pekerjaannya ke rumah supaya bisa duduk lebih nyaman.

Sabila 🚑🆘
Nanti sore jadi ketemu kan?

Renner 🚨👊
Maaf ya, lagi nggak bisa. Aku banyak kerjaan.

Sabila 🚑🆘
:( pengen ketemu

Renner 🚨👊
Hm, kamu kenapa? Kalo mau ke rumahku aja, aku kerja dari rumah.

Sabila 🚑🆘
Okey aku main ke rumah kamu 🙂

Renner menatap handphonenya, heran. Ia tidak menyangka kalau Sabila bisa clingy. Tapi ia sangat tidak keberatan kalau pekerjaan membosankannya nanti akan ditemani sang kekasih.

⏳⏳⏳

Sampai di rumah, Renner memposisikan dirinya di sofa, mengelilingi dirinya dengan bantal-bantal untuk mengganjal laptopnya, juga tangannya agar bahunya bisa lebih stabil. Ia lalu meminum sebutir ibuprofen untuk meredakan nyerinya sebelum mulai bekerja.

Sabila datang di sore hari, Bi Nana, asisten rumah tangga yang juga bekerja untuk rumah sebelah—rumah Syarla—mempersilakannya masuk. Rumah Renner kecil, hanya ada satu lantai dimana dapur, ruang makan, dan ruang keluarga jadi satu ruangan dan hanya disekat rak besar. Tapi rumah itu terasa besar karena tidak banyak barang. Tidak ada pernak-pernik, foto, maupun hiasan.

"Rennerrrr.." sapa Sabila, melangkah dan mendudukkan dirinya di sebelah Renner.

"Hey.." balas Renner, mengusap kepala kekasihnya. "Bentar ya, aku ditungguin ini. Jam 6 mesti kirim laporan."

"Hmm." ucap Sabila, ia meletakkan kepalanya di bahu Renner, ikut melihat layar laptopnya.

"Kamu kenapa? Tumben? PMS ya?" tanya Renner.

"Tumben apa?"

"Tumben manja." jawab Renner sambil senyum-senyum.

"Ih. Ya masih kangen aja. Emang nggak boleh?" balas Sabila sambil memukul pelan lengan Renner.

Two Worlds Colliding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang