1. Kembali Ke Sarang Harimau

1.6K 207 9
                                    

Part 1 Kembali Ke Sarang Harimau

Kedua tangan Cara saling meremas satu sama lain. keduanya lembab oleh keringat. Karena kegugupannya yang berlebihan. Kedua matanya tak berhenti menatap pintu kayu ganda yang ada di hadapannya. Menunggu setiap detik yang terasa begitu lama. Satu getaran lembut mengalihkan perhatiannya, ia gegas merogoh ponsel di dalam tasnya. Membaca pesan singkat yang dikirim oleh Zevan.

‘Tarik napas dan hembuskan. Semoga berhasil.’

Cara mengikuti instruksi tersebut, seketika kegugupannya perlahan berkurang dan tautan tangannya melonggar. Ia sudah melalui tes tiga kali dengan penuh perjuangan dan kegigihannya. Tes terakhir tak akan berakhir sia-sia begitu saja, kan?

Pun ia sempat mendengar selentingan kabar tentang sang bos besar sedikit rewel dan cerewet untuk posisi asisten pribadi yang sedang dilamarnya saat ini. Bahkan cara bernapas pun akan salah saat suasana hati sang bos besar sedang buruk. Itulah sebabnya posisi ini memiliki bayaran yang fantastis. Daripada asisten pribadi lainnya yang pernah ia lamar atau ditawarkan di kolom lowongan pekerjaan yang ia baca.

Sekali lagi Cara menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan. Ketika namanya disebut dan seorang wanita berambut pirang muncul dari balik pintu. Bersama seorang wanita berambut bergelombang dengan rok pensil di atas lutut berhenti tepat di hadapannya. Mengamati penampilannya dari atas sampai bawah dengan tatapan mengejek.

“Menyerahlah. Kau tak akan diterima,” ucap wanita dengan angkuh. Sebelum kemudian berjalan pergi dengan kekesalan yang semakin memuncak.

Cara menelan ludahnya. Menatap kesempurnaan fisik yang dimiliki wanita itu sebelumnya. Itu adalah wanita kelima yang ditolak hanya dalam hitungan detik oleh sang bos besar. Sebenarnya kriteria macam apa yang diinginkan bos besar untuk posisi tersebut?

“Mari.” Wanita berambut pirang tersebut mempersilahkan Cara masuk. Menahan pintu tetap terbuka.

Cara melangkah ragu, mengabaikan ponselnya yang bergetar, menampilkan nama Zevan. Bergerak pelan sembari mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang luas tersebut. Dilengkapi perabot dan set sofa yang mewah. Dinding kaca menjadi background meja kebesaran yang bos besar. Dengan kursi yang diputar membelakangi posisinya.

“Kau diterima,” putus pria itu bahkan sebelum Cara belum berdiri tepat di depan meja sang bos besar. Wanita itu membeku. Cukup lama. Mencerna kata-kata pria yang duduk di balik kursi besar tersebut.

Kenapa?

Secepat ini?

“Ya, secepat ini.” Kursi di balik meja berputar dengan perlahan, menciptakan keheningan yang terasa begitu menegangkan ketika si bos besar melanjutkan kalimatnya. “Aku menyukaimu.”

Seperti tersambar petir di siang bolong, seluruh tubuh Cara membeku. Napasnya tercekat dengan keras. Tak butuh lebih dari satu detik baginya untuk mengenali wajah pria yang duduk dengan tangan di kedua lengan kursi kebesara tersebut.

Pandangannya bergerak turun, membaca nama yang tertulis di deskname dari kaca hitam tersebut. Ethan Anthony | CEO of Eth Enterpries. Sekali lagi keterkejutan kembali memucatkan wajahnya yang sudah sepucat mayat.

Ujung bibir Ethan menyeringai dengan kilat licik di kedua mata. “Kau masih ingat denganku, manis.”

Itu bukan pertanyaan. Keduanya tahu mereka saling mengenal. Ah, tidak. Keduanya tak pernah benar-benar mengenal. Hanya segelintir masa lalu yang melibatkan kehidupan keduanya saling bertaut. Masa lalu yang sudah Cara pendam jauh di belakang sana.

Ethan beranjak dari duduknya. Berjalan memutari meja dengan langkah perlahan, sengaja membuat Cara semakin ketakutan.

Ketakutan familiar seketika merebak memenuhi seluruh dadanya. Keduanya kakinya beringsut menjauh dan sebelum semua terlambat seperti terakhir kalinya, tubuhnya berputar dan berlari menuju pintu. Hanya untuk menemukan pintu ruangan yang terkunci.

“Aku menangkapmu.” Tubuh Ethan menempel di punggung Cara, menghimpit wanita itu di pintu. Bibirnya menempel di telinga Cara dan berbisik dengan dengan suara berat. “Lagi.”

Tubuh Cara menggeliat, berusaha mendorong Ethan yang semakin merapatkan diri.

“Bagaimana kabarmu?” Senyum Ethan melengkung tinggi. “Apa kau tidak merindukanku?”

“Lepaskan, Ethan,” lirih Cara setengah merengek. Ketakutan terasa menyesakkan dadanya, himpitan tubuh Ethan membuatnya semakin kesulitan bernapas. 

Bagaimana mungkin ia melakukan kesalahan sebesar ini? Ia sangat yakin Eth Enterpries tak ada hubungannya dengan Anthony Group. Nama besar yang sudah menjadi mimpi buruk di malam hari dan menjadi ketakutan terbesar yang menggantung di atas kepalanya di siang hari.

Keyakinan itulah yang membuatnya memutuskan untuk memasukkan lamarannya di perusahaan ini tanpa ragu. Tak pernah membayangkan sedikit pun bahwa pria itulah yang menjadi pemilik perusahaan. Dan seolah belum cukup ketololannya, ia sendirilah yang mendatangi sarang harimau. Setelah mengorbankan segalanya untuk berlari dari hidup pria itu.

“Kumohon.” Suara Cara semakin tertelan ketika Ethan memutar tubuhnya, membuat tubuh keduanya saling berhadap-hadapan. 

“Aku selalu suka mendengar permohonanmu.” Napas panas Ethan menerpa seluruh permukaan wajah Cara. Wajahnya bergerak menepi jarak di antara keduanya, tetapi bibirnya mendarat di pipi Cara yang bergerak ke samping.

“Kumohon, Ethan,” lirih Cara, nyaris menangis tetapi ia menahan air matanya tak sampai meleleh. Merasakan bibir Ethan yang tersenyum di pipinya. Malah bergerak meninggalkan jejak basah di rahangnya.

Cara semakin gugup, tubuhnya memberontak berusaha mendorong tubuh besar Ethan dengan sia. Kekuatan pria Ethan jelas tak bisa dibandingkan dengan kekuatan wanitanya. Kedua tangannya ditahan dan dipaku di atas kepala.

Ethan membiarkan bibirnya tetap menempel di rahang Cara. Bergerak ke belakang menggigit ujung telinga Cara hingga wanita itu tersentak pelan. Lalu turun ke bawah sementara tangannya yang lain menarik bagian atas kemeja Cara dan merobeknya hingga kancing-kancingnya berserakan di lantai.

Air mata Cara sama sekali tak menghentikan Ethan yang menenggelamkan wajahnya di cekungan leher wanita itu. Bahkan isakan pilu wanita itu membuat amarah dan gairah Ethan semakin membara.

Setelah puas bermain-main di leher Cara. Ethan menarik wajahnya, menatap puas bekas yang ditinggal di sana. Namun, senyum itu tak bertahan lama. Ketika getaran benda pipih yang tergeletak di lantai berhasil mengalihkan perhatian dari kepuasannya.

“Zevan?” desis Ethan dengan ujung bibir yang menipis keras. Satu nama yang berhasil mengobarkan amarah di dadanya. “Jadi dia alasanmu melarikan diri, istriku?”

Cara semakin terisak. Berusaha memberontak lebih keras ketika Ethan menyeret dan membanting tubuhnya di sofa terdekat. Lalu menindihnya dan mengulang keberengsekan yang telah berkali=kali pria itu lakukan tanpa penyesalan sedikit pun.

Kembalinya Sang Istri SahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang