4. Kembali Menjadi Tahanan

576 109 6
                                    

Part 4 Kembali Menjadi Tahanan

‘Kau hamil, kan?’ Ethan melempar testpack di tangannya ke wajah Cara.

Cara menunduk, menatap stik kecil yang mendarat di samping sepatunya. Dengan dua garis sebagai hasilnya.

‘Apakah itu mlilikku?’ dengus Ethan.

Cara menelan ludahnya. Kata-kata Ethan memang menyakitkan, tetapi ada fakta yang lebih buruk daripada keraguan pria itu sendiri. Ia tak sudi mengandung anak pria berengsek itu. ‘Kau menemukannya?’

Ethan menggeram dengan dagu Cara yang sedikit terangkat ke arahnya. Sengaja menantangnya dan amarahnya memang semudah itu tersulut oleh Cara. Tangannya menangkap pundak gadis itu dan mendorongnya ke dinding. Menghimpit tubuh mungil tersebut dengan tubuh besarnya hingga Cara kesulitan bernapas.

‘Apakah itu milik Zevan?’

Cara membalas tatapan Ethan dengan keberanian yang hanya seujung kuku. Amarah Ethan memang semengerikan itu. ‘Ya. milik Zevan.’

-Masa sekarang-

Kegelapan menyemburat di seluruh permukaan wajah Ethan hanya dalam hitungan sepersekian detik. Sementara wajah Mano dan Zaheer memucat. Napas keduanya tertahan oleh ketegangan yang seketika membentang di antara Ethan dan Zevan. 

“Kenapa kau begitu terkejut, Ethan?” Zevan yang pertama kali memecah kesunyian tersebut. “Sepuluh tahun kami bersembunyi darimu, kau pikir kami hanya bermain rumah-rumahan?”

Cara melompat berdiri begitu pegangan Ethan melonggar. Berusaha mendapatkan napasnya di tengah situasi yang semakin memburuk. Ketika Ethan melompat ke arah Zevan. Dengan satu tinju mendarat tepat di hidung.

Tubuh keduanya ambruk, jatuh ke lantai dengan suara yang keras. Ethan memang ahli bela diri, tetapi Zevan pun juga memiliki cukup ilmu bela diri yang mumouni untuk melawan Ethan. Dua pukulan mengenai rahangnya sebelum ia berhasil menjatuhkan tubuh Ethan ke samping. 

Cara tak sempat mencerna keterkejutannya. Memekik keras melihat baku hantam yang semakin menjadi sementara Mano dan Zaheer menyaksikan pertengkaran tersebut dengan sikap santai.

“Sebaiknya kau tak ikut campur, Cara,” peringat Mano ketika kaki Cara bergerak maju. “Kau tak setolol itu.”

“Persetan dengan kalian.” Cara mengabaikan peringatan tersebut. Posisi Ethan kembali unggul meski darah menghias ujung bibir pria itu. Duduk di atas perut Zevan. Satu pukulan mendarat di hidung Zevan yang dipenuhi darah, kemudian beranjak berdiri dengan mencengkeram kerah sang sepupu. Mengangkat dan membanting tubuh Zevan ke kursi, jatuh kembali ke lantai.

“Kau pikir aku percaya omong kosongmu?” Ethan kembali mendekat, berjongkok di depan Zevan, yang malah meludahkan darah ke arah Ethan.

“Bukankah kau selalu berbagi wanitamu dengan kami semua?”

Ethan menggeram. Wajahnya benar-benar tak bisa lebih gelap lagi.

Zevan tertawa, mendorong tubuh Ethan yang semoat lengah hingga tersungkur ke belakang. Menghambur ke arah Ethan sebelum pria itu sempat bangun dan dua pukulan menghantam perut serta wajah sebagai balasan. “Aku tak tertarik dengan mantan-mantanmu. Tapi … kau tahu Cara selalu menjadi pengecualian untukku, kan?”

Amarah yang mendidih di ubun-ubun Ethan berhasil mendongkrak amarahnya. Tubuh Zevan kembali dibanting dari atas tubuh Ethan, yang kemudian bangkit berdiri dengan suara menggelegar. Mengambil kursi di sampingnya dan melemparnya ke arah Zevan yang tak sempat menghindar.

Dan kali ini, apa yang dilakukan oleh Ethan berhasil membuat Mano dan Zaheer terkejut. Kursi tersebut mengenai kepala Zevan. Yang tiba-tiba meluruh dan tak bergerak, sementara darah mengalir dari pelipis pria itu. Erangan Zevan mulai melemah, sebelum kemudian kedua matanya terpejam.

Pekikan keras Cara terbungkam oleh telapak tangannya, melompat ke arah Zevan dengan tangisan yang semakin menjadi. Kedua tangannya terulur, membawa kepala Zevan ke pangkuannya. “Z-zevan? Zevan, bangun!”

“Ethan.” Zaheer menahan lengan Ethan yang masih berapi-api. Apa yang dilakukan Cara di hadapan mereka kembali menyulut kecemburuan pria itu. 

Ethan menyentakkan tangan Zaheer. Menyambar lengan Cara dan menyeret wanita itu menjauh.

“Lepaskan!” Cara tak memedulikan lengannya yang hampir remuk oleh pegangan Ethan. Memberontak dari seretan Ethan.

Ethan cukup kewalahan dengan penolakan sekaligus kemarahan Cara. Isakan wanita itu yang menangisi Zevan membuatnya semakin berang bukan main. Ia menyentakkan lengan Cara, dan hanya dalam satu gerakan ringan, tubuh wanita itu dipanggul di pundaknya. Tendangan dan pukulan Cara tentu saja bukan hal yang sulit untuk ia terima. Malah pemberontakan tersebut hanya menyakiti diri wanita itu sendiri.

Tubuh Cara dibanting ke dalam jok belakang mobil, menyusul Ethan yang kembali menangkap pinggang Cara yang masih tak menyerah untuk melarikan diri.

“Semakin kau memperlihatkan kepedulianmu padanya, dia akan menerima lebih banyak hukuman untuk membayar ketidak patuhanmu, Cara,” ancam Ethan. Menangkap rahang Cara yang dibanjiri air mata. 

“Kenapa? Kau ingin membawaku ke rumah sakit? Untuk menggugurkannya. Seperti yang kau lakukan dulu?”

Kedua mata Ethan yang mendelik tampak memerah. Membara oleh amarah yang masih bergemuruh di dadanya. “Kau tahu tubuhmu adalah milikku, Cara. Termasuk rahimmu.”

“Ya, maafkan aku menyerahkan milikmu pada pria lain yang lebih bisa menggetarkan hatiku. Yang tak pernah kau miliki.”

Cengkeraman Ethan semakin menguat.

“Kau masih saja bersikap kekanakan.”

“Ya, dan aku masih berengsek dan gila seperti sepuluh tahun yang lalu. Tak ada yang berubah, Cara. Kau masih istriku yang manis.”

Cara menggunakan kedua tangannya untuk melepaskan wajah dari cekalan Ethan, usahanya sia-sia. Tetapi kemudian Ethan menyentakkan wajahnya menjauh dengan kasar.

Ethan hanya mendengus tipis melihat Cara yang langsung beringsut menjauh begitu terlepas dari dirinya. Meski tak lagi melakukan ketololan lainnya seperti melompat keluar dari dalam mobil, suara sesenggukan wanita itu masih terdengar hingga mobil berhenti di basement rumah sakit.

“Turun.” Ethan turun lebih dulu dan mengulurkan tangan kea rah Cara.

Cara mengedarkan pandangan ke sekeliling mobil. Hanya ada mobil-mobil lainnya yang terparkir dan lambang AMC yang begitu familiar membuatnya tersadar bahwa mereka berada di gedung rumah sakit milik Anthony Group.

Cara menggeleng, beringsut menjauh hingga punggungnya membentur pintu mobil. Pintu mobil yang tak dikunci memberinya kesempatan untuk keluar dari sisi yang lain.

“Jika kau berani mengambil satu langkah untuk melarikan diri, kupastikan akan mematahkan kakimu, Cara.”

Cara tentu saja tak mendengar peringatan tersebut. Sebelum Ethan menutup mulut, wanita itu sudah mendapatkan langkahnya yang ketiga. Suara tembakan yang tepat mengenai kaki kiri membuat tubuhnya berguling ke samping. Mengerang kesakitan. Begitu menemukan rasa sakit tersebut dengan kedua matanya, darah mengucur dari tempat peluru bersarang. Ancaman Ethan memang tak pernah menjadi sebuah omong kosong.

Kembalinya Sang Istri SahWhere stories live. Discover now