01.

555 59 6
                                    

Shena gadis dengan kemeja coklat rapih itu tengah terburu merapihkan proposalnya, ia harus sampai kos sebelum 30 menit atau nyawanya akan hilang malam ini

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Shena gadis dengan kemeja coklat rapih itu tengah terburu merapihkan proposalnya, ia harus sampai kos sebelum 30 menit atau nyawanya akan hilang malam ini. Ia berbohong pada sang pacar, karena jika tidak Jezo mungkin akan menyeretnya keluar dari ruang sekretariat bem fakultas. Membayangkan saja ia sudah bergidik ngeri.

Selesai dengan lembaran kertas itu, Shena langsung berlari menuju pintu keluar dekat parkiran tepat di samping fakultasnya. Tidak peduli dengan keadaan perut yang belum terisi makanan dari siang, ia hanya peduli pada nyawanya sekarang.

"Na!" seseorang memanggilnya dari belakang, Shena berhenti berlari dan menoleh dengan cepat.

Seorang lelaki berkacamata menunjukkan notebook merah muda milik Shena, oh sialan kenapa barangnya bisa tertinggal?

Lelaki itu berlari menuju Shena yang berdiri sekitar lima meter darinya, "Buku catatan lo, takut penting." ujarnya seraya memberikan buku kecil tersebut pada Shena.

Shena tersenyum kecil dan menggangguk, "Oh iya, thanks." jawabnya sambil tergesa memasukkannya ke dalam tas.

"Lo buru-buru banget? Pulang naik ojol?" tanya Erza sebagai lelaki yang menemukan buku catatan Shena.

Shena menggeleng, ia hanya boleh berjalan kaki. Tidak dengan ojek online apalagiㅡ "Mau gue balik bareng nggak, na? Lo arah central kan? Kebetulan motor gue parkir di depan." ajak Erza dengan tulus.

Oh tidak. Shena terdiam, ia tidak pernah bisa menolak seseorang tapi disatu sisi gadis itu takut pada pacarnya. "Na?" panggil Erza lagi karena Shena terdiam dengan tatapan kosong.

"Eh? Tapi kos gue nggak jauh kok, Er. Jalan ke depan juga sampe." jawab Shena beralasan, takut merepotkan temannya. Tapi lebih takut jika Erza bertemu Jezo, mungkin temannya itu akan babak belur ditangan sang pacar.

Erza melihat jam yang melingkar ditangan kirinya, "Lo yakin? Udah malem lho, nggak takut sendirian?" mendadak mata Shena membulat. Ia baru saja ingat untuk sampai kos tiga puluh menit lagi dan ini tersisa lima belas menit.

"Ya... duh, tapi ga ngerepotin lo kan ya?"

"Engga, kok. Searah juga, yaudah ayo kedepan." ujar Erza setelah Shena mengangguk pelan, sepertinya saat ini yang terpenting adalah dirinya. Persetan dengan Erza, ia akan mengusirnya nanti dengan cepat.

.
.
.

Jezo berdiri di balkon lantai tiga, jam menunjukkan pukul sepuluh lewat empat puluh menit, jari tengah dan telunjuk kanannya mengapit sebatang rokok yang tinggal setengah. Menunggu gadisnya pulang, ia sudah berdiri disini sepuluh menit yang lalu dan tidak menyangka jika Shena akan selama ini.

Disatu sisi, Shena meneguk air liurnya kasar ketika melihat Jezo yang berdiri di balkon menatapnya beberapa detik sebelum masuk ke dalam. Setelah sadar jika pacarnya itu melihat ia diantar temannya, detak jantung Shena berdebar lebih cepat.

"Makasih banyak ya, Er? Lo langsung balik aja, bapak kos gue agak galak apalagi denger suara motor jam segini." jelas Shena terburu setelah motor Erza berhenti dan gadis itu turun darisana.

"Oh iyaㅡ

"Dadah, Er!"

Erza hanya membulatkan matanya ketika Shena langsung menutup pagar dihadapannya, terpaku karena Shena terlihat seperti orang yang panik. Mungkin hanya ingin buang air, pikir Erza lalu ia menyalakan motornya lalu pergi dari sana.

Degup jantung Shena semakin cepat, ia menaiki tangga menuju lantai tiga. Matanya melirik pada pintu balkon yang tertutup, Jezo tidak ada disana.

Shena membuka pintu kamar lalu menutupnya kembali dan langsung bersimpuh saat itu juga, "Aㅡ aku minta maaf, Je. Aku minta maaf, maaf." katanya terbata meminta maaf pada Jezo yang berdiri dekat kaca menyesap rokoknya.

Lelaki dengan kaus hitam itu melirik sekilas pada Shena yang bersimpuh lalu menaruh rokoknya pada asbak di atas meja belajar milik gadisnya. "Bangun." suara Jezo terdengar.

Shena meremat celana bahannya sebelum berdiri dengan tangan gemetar, matanya menatap sang pacar beberapa detik sebelum tangan Jezo mencengkram dagunya dan mendorong tubuh kecil Shena menabrak pintu.

Bruk

Wajah Jezo terlihat datar dengan rambutnya yang sudah mulai memanjang, Shena menatapnya dengan tangan kanan mengelus tangan Jezo yang mencengkram dagunya, "Sㅡ sakit, Je." ujarnya lirih merasakan sakit disekitar leher atasnya.

Jezo mendekatkan kepalanya kearah telinga Shena, "Jangan pulang sama cowo, selain gue." ucap Jezo penuh penekanan. Shena paham, demi tuhan Shena paham.

Cengkraman Jezo mulai terlepas, Shena mengangguk pelan namun beberapq detik kemudian lelaki itu mencengkram lehernya dan mendorongnya kembali. Gadis itu merasa jika kepala belakangnya terbentur cukup keras, ia memejamkan matanya dan tidak sanggup berkata-kata lagi.

Gadis cantik berambut panjang itu hanya merasa jika hari Jezo buruk, itulah kenapa ia bersikap seperti ini. Nyatanya Jezo benar-benar marah sesaat setelah melihat Shena pulang bersama temannya.

"Jeㅡ udahh ya? Saㅡ sakit." nafas Shena tercekat, sulit mendapatkan oksigen. Bahkan ia sudah tidak mampu lagi menggapai tangan lelaki itu untuk, berharap jika cengkraman dilehernya akan terlepas. Hal yang terakhir ia lihat adalah wajah datar Jezo, semakin lama pandangannya mulai menggelap.






























































an.
[meminta maaf diatas materai] karena membuat crita 🏴🏴🏴

blackTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon