04.

226 39 6
                                    

Beberapa kali Shena menepuk pipi Idam karena lelaki itu dihinggapi nyamuk, siapa juga yang mencetuskan ide balap di jalur tol setengah jadi seperti ini. "Pelan aja, Na." tegur Idam yang kaget karena pipinya ditepuk Shena cukup kencang.

"Ini kalau Jezo kalah, aku dijual kesiapa?" tanya Shena berbisik pada Riko disebelahnya yang mengeratkan jaketnya karena angin malam yang dingin.

"Rios, itu yang disebrang. Jaket putih, nah lo dia nengok." Shena berdecak dan memukul pelan pundak Riko karena kaget, lantas ia bersembunyi dibalik tubuh Riko.

Zaki membawakan sekaleng kopi untuk Shena, gadis itu menerimanya. "Kak, lo nggak berdoa kah? Biar Jejo menang, lumayan kan motor satu sama duit sepuluh juta." jelas Zaki santai.

"Uhuk!" Shena yang sedang meneguk kopinya tersedak, dirinya hanya dihargai sepuluh juta? Ia ingin memaki siapa pun yang memegang uang taruhan.

"Gue sepuluh juta doang? Siapa yang ngatur judinya?!"

"Riko." jawab Zure santai, padahal dia dalang utamanya.

Sebelum Shena sadar, Riko sudah berpindah posisi menjadi berdiri disamping Merv karena takut Shena marah. "Ya mending lo berdoa sekarang." timpal Juno setelah melihat seutas kain merah dinaikkan oleh seorang gadis ditengah jalan.

Shena menautkan kedua tangannya di depan dada dan memejamkan mata, "Dalam lindungan dan kasih Tuhan, aku berdoa padamu agar Jezo menang dan aku dapat hasil judinya, amin." ucap gadis itu.

"Emang boleh doa minta menang judi?" bisik Zaki pada Idam setelah mendengar doa Shena barusan.

"Kepercayaannya gitu kali." sahut Idam acuh.

Merv tertawa kecil, "Lo nggak berdoa biar Jezo selamet apa?" tanyanya pelan, Shena hanya meliriknya dari ujung mata. Ia sedang tidak dalam perasaan baik untuk mendoakan keselamatan pacarnya.

"Dendam kali ya?" bisik Zaki pada Idam lagi dan hanya disahut gumaman saja.

.
.
.

Bebeberapa menit berlalu dan Jezo kembali dengan kemenangan serta amplop coklat yang berisi uang, "Rios merhatiin cewe lo terus tadi, uang bukan masalah kayaknya." bisik Idam ketika Jezo memberikannya kunci motor yang dijadikan bahan taruhan lawan, lelaki itu akan membawanya.

"Masih lanjut ini, Je?" tanya Juno setelah melihat kedatangan Jezo yang langsung merangkul Shena lalu mengecup dahi si gadis.

"Lanjut sama anak baru, gue nggak kenal. Cabut sih, gue tf nanti satu-satu." jawabnya sembari memberikan amplop coklat tersebut pada Shena, gadis itu tersenyum lebar lantas berbalik dan menyelipkan amplop tersebut kedalam bra.

Beberapa detik kemudian, suara sirine polisi terdengar dari jauh. Refleks mereka langsung bubar dan mengambil motornya, "Anjing! Kata lo kalau gue kelihatan kalah?" Jezo menarik kerah kaus Zure yang menampakkan wajah kaget

"Bukan temen bokap, ini suaranya banyak." Jezo lantas melepaskan tarikannya pada Zure, lalu berdecak karena Idam, Merv, Zaki dan Riko masih belum sampai.

"Nggak apa-apa, Zure. Nanti aku bonusin, you did well." bisik Shena pada lelaki itu, Zure langsung tersenyum lebar.

Beberapa dari mereka datang bersama motornya, Merv turun dari motor yang digunakan Jezo balapan. "Lo ditungguin Idam di depan." katanya.

"Yo, thanks." jawab Jezo dan langsung pergi dari sana bersama Shena dalam boncengannya.

.

Lima belas menit kemudian mereka sampai di kamar kos, Shena langsung merebahkan dirinya setelah melepas jaket serta gaun hitam pendek itu, hanya tersisa pekaian dalam saja. Ia membuka amplop coklat yang berisi uang dan menghitungnya, "Bayar kosan kali ya?" tanyanya pada Jezo yang sedang melepaskan kaus hitamnya.

"Atur." jawabnya pelan, lelaki itu mengunci pintu sebelum akhirnya menindih Shena yang berada di kasur.

"Doa ku tembus langit, lumayan nih. Tapi nggak aku juga yang dijadiin bahan taruhan." ucap Shena agak sedikit kesal menaruh uangnya diatas meja kecil disamping tempat tidur.

Jezo tersenyum miring, mengecupi pipi Shena yang terass dingin. Tangan lebarnya mencengkram paha mulus si gadis. "Gimme a gift." ucapnya dengan nada rendah, Shena terkekeh lalu mengusap kepala Jezo perlahan.

"Come and try your gift." suara Shena terdengar lembut dan sensual diiringi tawa kecilnya.

.

Hanya terdengar suara detik jam dinding, menunjukkan pukul empat pagi. Shena membenarkan letak kepalanya yang tengah bersandar pada bahu sang pacar, Jezo sibuk membalas chat sambil merokok tentu saja.

"Chat sama siapa?" tanya Shena pelan sambil mengintip ponsel Jezo darisana, walapun tidak terlalu peduli. Lelaki itu langsung menaruh rokoknya kedalam asbak. Menaruh semua atensinya pada Shena.

"Mami."

"Kenapa?"

"Jam segini di mekdi."

Baik, sekarang Shena peduli. "Jadi mau, deh. Tadi lewat doang nggak mampir." ujarnya dengan bibir melengkung, mengunyah nugget hangat dipagi hari sepertinya akan enak.

Jezo tertawa kecil, kembali mengecup dahi Shena dan mengusak rambut panjang si cantik, " Iya, nanti beli.". Sekarang giliran Shena yang mengecup rahang Jezo.

"Ganteng, banget." jawab Shena memuji sang pacar lalu kembali memejamkan mata untuk tidur, sedangkan Jezo masih membalas pesan di ponselnya.

" jawab Shena memuji sang pacar lalu kembali memejamkan mata untuk tidur, sedangkan Jezo masih membalas pesan di ponselnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



























































a.n
penting cuan -shena

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 26 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

blackWhere stories live. Discover now