02.

210 53 3
                                    

Tenggorokan Shena terasa kering, gadis itu mencoba membuka matanya yang cukup berat. Sepertinya ia tertidur atau pingsan? Entahlah yang ingat hanya Jezo yang mencengkram lehernya kuat, lantas si cantik itu turun dari kasur setelah menyingkap selimutnya.

Kakinya melangkah dan membawanya duduk di kursi dekat meja belajar, rencananya ia hanya ingin minum. Tapi laptopnya terlihat menyala, oh tugas mata kuliah umum. Pasti Jezo yang mengerjakan tugasnya lagi.

Shena tidak peduli, sekarang pukul satu dini hari. Perutnya mendadak berbunyi, belum ia isi dari sore atau mungkin siang? Dengan helaan nafas pelan, Shena meraih ponselnya untuk sekedar memesan makanan.

Cklek

Jezo membuka pintu dengan hoodie hitam dan celana pendek abunya, tangan kirinya memegang kantung berisi sate ayam dan bibirnya mengapit rokok.

"Makan." ujar Jezo setelah meletakkan kantung tersebut dihadapan Shena. Ia mematikan rokoknya pada asbak disana lalu berjalan menuju rak dekat pintu untuk mengambil dua piring.

Ada perasaan lega di dalam hati Shena, Jezo seperti lupa dengan kejadian beberapa jam lalu. "Beli dimana ini? Bungkusnya beda." timpal Shena, bertanya mengenai dua bungkus sate itu.

"Dibelakang, deket taman. Tadi ke depan nggak ada yang jualan." jelas Jezo, tidak ada nada kesal di dalam ucapannya. Biasa saja, seperti tidak ada apa-apa.

Lelaki itu menarik kursi satunya, memindahkan dua laptop diatas meja belajar lalu membukakan bungkusan makanan. Shena benar-benar hanya tinggal menyuapkan makanan saja.

"Enak ini." komentar Shena setelah memakan beberapa tusuk sate.

"Makan yang banyak." Jezo memberikan setengah porsi satenya untuk Shena, bahkan ia memisahkan dari tusuknya.

Tidak ada obrolan berarti, Jezo hanya sibuk membuat Shena nyaman dengan makan malamnya dan terus begitu hingga makanan mereka habis dan gadis itu kembali ke kasurnya.

Shena menatap Jezo yang merapihkan bekas makan mereka lalu menaruh kembali kedua laptop diatas meja, rencananya lelaki itu akan mengerjakan tugas mereka. Ya, tugas Shena juga ia kerjakan

"Tinggalin aja, besok aku libur." kata Shena, ia mengecek ponselnya serta mutasi rekeningnya. Ia menghela nafas pasrah, sudah terbiasa dengan sang pacar yang tiba-tiba merampas uangnya di atm.

Jezo menoleh, melepaskan hoodienya dan hanya tersisa kaus hitam saja. Ia mematikan lampu kamar setelah menutup kedua laptop disana, pergi tidur bersama Shena bukan hal yang buruk.

"Kamu habis ambil berapa tadi?"

"Seratus." jawab Jezo sembari merebahkan diri disamping Shena dan memeluknya dari samping, beristirahat disisa malam bersama gadisnya.

.
.
.

Pukul sembilan pagi, Shena terbangun lagi. Jezo sudah tidak ada disampingnya, mungkin sudah pergi ke kampus. Lantas Shena bangun dari kasur dan langsung merapihkan kamarnya, bajunya sudah ganti karena Jezo yang menggantikannya semalam sebelum ia terbangun karena haus.

Shena menyentuh bagian atas lehernya, beberapa bercak biru ada disana. Semoga dapat ditutup dengan make upnya.

Tok tok

"Na? Shenaa?" suara seorang gadis memanggilnya dari luar kamar.

Gadis dengan gaun tidur hitam itu menoleh dan berjalan untuk membukakan pintu. Temannya disana, berdiri dengan senyuman yang mengembang dan juga sekantung makanan ditangan kanan.

"Echi? Kok nggak ngechat kalau mau kesini?" tanya Shena yang bingung, tidak biasanya Echi datang tiba-tiba.

Sebagai tamu, Echi juga kaget atas pernyataan Shena. "Lho tadi pagi gue ngechat lo deh, kata lo suruh langsung naik terus lo titip sarapan?" Shena mengangguk dan langsung menggandeng Echi untuk masuk dan menutup pintunya.

"Jezo ya yang bales chat gue?" tanya Echi penasaran setelah meletakkan sekantung sarapan yang ia beli tadi.

Shena duduk diatas ranjangnya, mulai mengecek ponsel karena jujur saja ia belum lama bangun dari tidurnya.

Shena duduk diatas ranjangnya, mulai mengecek ponsel karena jujur saja ia belum lama bangun dari tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh iya, Jezo. Soalnya gue belum bangun jam segitu." Jawab Shena santai, ia membawakan dua piring. Sepertinya Echi juga belum sarapan, gadis itu menggelepar di lantai.

Echi menatap langit-langit kamar Shena, nampak tidak kumuh seperti yang dulu. "Eh, kosan lo yang ini bagus. Nggak kaya yang sebelumnya, berapaan na?" tanya Echi. Ini yang pertama kali ia datang ke kamar Shena, karena sempat dua kali Echi kesini dan hanya diajak mengobrol di ruang depan karena ada renovasi dilantai atas.

"Dua jutaan."

"Lumayan sih, tapi enak udah dapet semua. Mana kos bebas juga, lo bayar?"

"Jezo, nggak mampu kalau gue yang bayar." jawab Shena santai sambil memberikan sepiring nasi bungkus yang dibeli Echi tadi untuk sarapan.

Gadis dengan blus coklat muda itu bangun dan mulai menyuapkan makanan, "Bella, kelas sebelah itu. Ada ngomongin lo tau, Na. Pas kemaren lusa sebelum gue balik." ujar Echi santai sambil mengunyah makanannya.

"Oh iya? Apa katanya? Gue kepo sama berita terbarunya."

"Biasalah, membandingkan dirinya yang oke itu sama lo yang katanya sih... Jezo deserves a better girl, gue contohnya? Buset cewe pede bener, batin gue." Shena tertawa puas.

"Lho ya kalau Jezonya mau, kenapa engga?" ucap Shena acuh, ia menuangkan air dari teko ke dalam gelas untuk Echi.

"Semoga hidup lo sejahtera deh, Bell kata gue. Kayaknya dia obesses banget sama Jezo dari ospek itu yang kata gue caper lucu."

Shena menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, "Accepted, cantik." komentarnya sembari tertawa kecil. Tidak ada kata takut tersaingi di dalam kehidupan Shena, jika Bella mau pacarnya ya dia akan mendapatkannya. Garis bawahi, jika Jezo mau.
































an.
iseng aja sih jesi biar kalian nebak tapi kayanya ga ketebak🫢🫢 yang berhasil nebak cast free 1 chap deh

blackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang