KECEBONG ABDIAN #5

118 14 1
                                    

Kamar Aslan, saat itu jam sembilan malam, Aslan berdiri di balik gorden melihat ke lantai dasar ke arah putranya yang membonceng Sang mantan kekasih yang dulunya sangat dia cintai. Aslan menghela nafas, menutup tirai gorden itu seutuhnya. Terdengar suara pintu terbuka dan dia adalah Sultanah, istri Aslan.

"Alvino udah pulang.. dia baik banget loh pa, orang nya sopan.. tapi ya gitu, kaku kayak kamu" ucap Sultanah sembari melangkah dan duduk di depan meja riasnya, melepas anting dan menghapus make up yang ada di wajahnya sambil melirik ke arah Aslan yang masih cemberut duduk di tepi ranjang. "Kenapa sih pa... kok cemberut gitu, hmm? Ga suka sama Alvino?"

Hanya di jawab deheman sinis dari Aslan dan membuat perhatian Sultanah teralihkan penuh ke arahnya. "Pa, Abdian udah dewasa.. dia bisa bikin keputusannya sendiri"

Lagi lagi hanya di jawab saling pandang dan helaan nafas, Aslan menarik nafas dalam dalam, "kamu tidak mengerti, Sultanah.."

"Ini bukan tentang suka atau tidak, juga bukan tentang dia dan Abdian" lanjut Aslan sembari mengerutkan kening. "Terus apa? Kalau kamu ga ngomong ke aku, aku mana paham pa.." Sultanah meletakkan skincarenya di atas meja lalu pergi duduk di sisi Aslan, memegang lembut tangan Aslan.

"Punya konflik apa sama Alvino? Masalah perusahaan? Rebutan investor? Dendam pribadi hmm?" Sultanah mengelus pipi kiri Aslan, Aslan  berpaling. "Bukan, kau jangan pura pura lupa.. Sultanah.."

Ucapan Aslan ini membuat Sultanah menarik sentuhannya, "kita udah sepakat bertahan dan memperbaiki kan? Aku tahu semua.. kamu, siapa kamu, dan dia.. cerita kalian yang kalian sembunyiin dari aku dan Abdian. Aku tahu semua, Aslan."

Sakit, jika harus mengulang ingatan yang susah payah Sultanah kubur dalam dalam di masa lalu. Seperti serentetan film lama yang memuat trauma mendalam. "Ku berikan segalanya padamu, Aslan. Kekayaan, perusahaan yang sukses dan semakin besar, dan putra yang kau impikan. Lalu mengapa.. mengapa kau tak bisa mencintai aku?" Pertanyaan yang sama, selama 21 tahun pernikahan mereka berdua berjalan. "Mengapa hari itu kau datang padaku dan berlutut di depan ku dan memohon padaku untuk menjadi istrimu? Jawab aku, kau selalu berpaling dari pertanyaan ku selama 21 tahun.."

Aslan menangkup wajah Sultanah, "saat itu aku tak berdaya, ayahmu menekan ku dan membuat perusahaan orang tua ku rugi besar.. di ambang kehancuran.. dan agar aku bisa memulihkan itu semu, aku harus menikahi mu"

"Sultanah, tak sekalipun terpikir olehku untuk membuatmu sengsara bersama ku. Namun maaf, aku tak bisa lagi membohongi hatiku. Aku masih mencintainya.. dan selalu.. sampai kapanpun.."

"Kau adalah istriku, sah secara agama dan hukum. Namun tidak di hatiku"

Apa yang kurang dari Sultanah?
Tidak ada..
Tidak satupun..

Cantik, kaya, berpendidikan, dari kalangan elit, memiliki usahanya sendiri dan mandiri, wanita berhati baik. Wanita yang telah memberikan kecantikan, tubuh, kekayaan, dan putra pada Aslan. Wanita yang setia padanya selama 21 tahun pernikahan meski tahu Aslan tak pernah sedetikpun mencoba mencintainya di tambah fakta Aslan penyuka lelaki dan sudah berkencan dengan Alvino sejak lama, bukan hanya hitungan hari, minggu, atau bulan.. tapi tahun. Sultanah masih tetap setia, membersihkan nama baik Aslan, menjadi istri yang baik, dan ibu yang baik.

"Lalu mengapa kau meminta ku untuk bertahan dan janji mu untuk melepaskannya.. kau bawa kemana?" Sultanah menepis sentuhan Aslan, menatapnya dalam dalam.

"Apakah karena kau takut kehilangan semua ini? Kekayaan, perusahaan, investor, atau apa? Katakan.."

Dengan suara berat, Aslan menjawab, "Abdian.. dia bagian terpenting dari pernikahan kita"

"Haha.. putra kita sudah mengerti, dia akan berkeluarga, dengan Alvino yang kau cintai.. apa lagi yang tersisa?"

"Tidak ada.. aku ingin menata kembali segalanya"

"Tidak ada yang benar benar kembali, Aslan.. tidak akan ada.."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KECEBONG ABDIANWhere stories live. Discover now