18. chapter

396 71 1
                                    

Yo meskipun ujian tiba-tiba dilanjutkan dari ujian semester menuju ujian kelulusan, tenang saja. Saya punya chapter tabung untuk kalian.

Berikan dukungan jika suka cerita ini.

Selamat membaca!

    Gadis bersurai hitam itu masih bisa merasakan tangannya, lalu jantungnya berdegup dengan konstan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


    Gadis bersurai hitam itu masih bisa merasakan tangannya, lalu jantungnya berdegup dengan konstan. Perasaan yang sudah lama ia lupakan akhirnya diingat, sumber kenyamanannya. Mika tidak lagi berfikir apakah menjalin hubungan dengan iblis itu buruk, ternyata cukup tenang.
   
    "Ini tenang."
   
    Perasaan menyenangkan seakan menggelitik.
   
    "Aku menyukai perasaan ini."
   
    Bahkan jika tubuhnya terombang-ambing di atas kedalaman laut, jika kondisi dan perasaannya senyaman ini mungkin ia akan bahagia.
   
    Mika menyentuh rumput yang menjadi tempat berbaring. Tapi, dia sadar akan sesuatu dan terbangun secara tiba-tiba.
   
    "Mama lihat Mika membuat mahkota bunga."
   
    Sesosok gadis kecil berlari menuju ibunya, kemping keluarga kecil yang bahagia. Tangan kecilnya membawa mahkota bunga lalu menggunakannya untuk ayahnya, "papa seperti raja."
   
    "Mika sudah berhasil membuatnya, luar biasa," ucap ibunya penuh pujian. Si gadis kecil memerah malu mendengar pujian.
   
    "Terima kasih," ayahnya dengan senyum hangat mengangkat tubuh anak perempuannya.
   
    Mika duduk dibawah pohon rindang. Padang rumput luas yang menjadi latar belakang rumah neneknya di desa selalu menjadi yang terbaik. Layaknya menonton film, mika menikmatinya.
   
    Kenangan lama yang sudah lama terkubur sampai dia melupakannya.
   
   
    ++
   
   
    "Ayato-kun," panggil Yui.
   
    "Diam," Ayato dengan caranya memeluk Yui. Melihat gadisnya yang gelisah membuatnya khawatir, ini karena si pelayan.
   
    "Bagaimana keadaan Mika-san? Aku khawatir."
   
    Kepala merah hanya diam, selagi Yui melanjutkan obrolan sepihak nya.
   
    "Aku ingat saat Mika-san dibawah oleh ayah ke rumah."
   
    Saat itu hari sangat cerah, ayahnya datang dengan membawa gadis seumurannya. Memperkenalkan dirinya sebagai anak yatim-piatu, Yui penasaran langsung mendatangi.
   
    "Aku Komori Yui, senang berkenalan denganmu," Tangannya terulur dengan senyum hangat.
   
    Mika yang saat itu hanya diam lalu mengangguk mengerti, dengan tangan yang juga terulur membalas sapaan Yui. Yui bahagia melihat sapaannya diterima dengan baik, pandangannya terangkat menatap wajahnya.
   
    Ah, dia tidak tersenyum. Tapi setelah mereka saling pandang barulah sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman manis.
   
    Sayangnya Yui tidak merasakan apapun. "Hampa," gumamnya membuat mika mengangkat alis.
   
    "Tidak apa-apa."
   
    Sepertinya pertemuan pertama kali agak membingungkan untuk Yui. Meskipun Yui sendiri yakin bahwa Mika sendiri mendengar gumamnya namun gadis itu tidak banyak bicara.
   
    Ayato sendiri mendengar cerita Yui hanya merasakan bahwa gadis itu hidup namun tidak ada keinginan sama sekali.
   
    "Sepertinya sebelum bertemu hidupnya akan tidak menyenangkan."
   
   
    ++
   
   
    Ini sudah tiga hari, Mukami bersaudara bergantian setiap beberapa jam sekali untuk merawat Mika. Pada kenyataannya Ruki yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk menjaga Mika.
   
    "Nee-san kapan kamu bangun."
   
    Lirih suara Ruki membuat saudara yang lain menggigit bibir bawahnya, mereka ingin segera melihat manik biru yang menenggelamkan itu. Namun apa daya dengan kenyataan pahit ini.
   
    "Sebaiknya kalian bersiap untuk sekolah."
   
    Yang lain mengangguk patuh.
   
   
    ++
   
   
    Iblis duduk di dahan pohon rindang, sesekali menguap ia melihat antara gadis yang sedang menonton dengan keluarga yang sedang ditonton.
   
    Mungkin gadis ini akan segera kehilangan sebagian besar ingatannya, karena hanya setengah jiwanya yang tersisa. Vanitas hanya bisa menonton kehangatan keluarga seperti mereka.
   
    "Terlihat bahagia, aku tidak tau dimana adegan sedihnya."
   
    Karena ia melihat dibawah pohon Mika menangis. Dia meringkuk menenggelamkan wajahnya diantara lipatan lutut, bukankah ingatan ini sangat bahagia?
   
    Mika sendiri punya rasa bersalah, saat ini dia ingin sekali berlari memeluk orang tuanya. Kehangatan yang sudah ia lupakan mika ingin merasakannya sekali lagi.
   
    "Maaf, maaf."
   
    Isak tangis tak tertahan. Vanitas menatap sejenak kemudian melompat turun, melihat gadis ini bahkan tidak tertarik dengan kehadiran membuat penasaran.
   
    Mendekat vanitas duduk didepan Mika, "bukankah kamu bahagia?"
   
    Seperti seorang kakak vanitas mengelus kepala hitam, kenangan bahagia seharusnya membuat orang bahagia tapi kenapa gadis ini menangis sampai tersedu-sedu. Kenangan ini tidak menyakitkan seharusnya mika tersenyum, menurut vanitas sendiri manusia itu rumit.
   
    Sebanyak apapun ia memakan jika dan kenangan, ia tidak pernah paham arti sebuah air mata dikala hari cerah. Atau senyumnya yang manis saat badai.
   
    "Aku tidak paham kenapa kamu menangis."
   
    Wujud remaja laki-laki digunakan, instingnya bergerak sendiri saat ia memeluk hangat si gadis.
   
    "Kenapa merasa bersalah? Aku tidak mengerti."
   
    "Seharusnya aku mengingat bahwa aku pernah bahagia," Isak tangis tak tertahan lagi. Mika bersandar pada vanitas, "aku tidak akan berakhir seperti ini jika aku mengingat bahwa aku punya orang tua yang luar biasa."
   
    Mika merasa hampa, tidak banyak yang dia lakukan selain terus belajar. Ia bahkan tidak mengingat alasannya selama ini bertahan hidup meskipun sebatang kara.
   
    Sejak rusaknya keluarga, mika tidak pernah ingat jika ia pernah punya kebahagiaan sendiri, bukan rasa iri belaka.
   
    Dia tidak berharap banyak, hanya tempat bersandar meski sebentar.
   
    Ketidakmampuan untuk memahami hati manusia selalu mengganggu vanitas, jiwa pertama yang ia makan adalah seorang wanita dewasa yang berniat balas dendam. Selalu bertanya sendiri 'apa yang membuat manusia menjadi gila?'
   
    Kenapa mereka menangis?
   
    Kenapa kesedihannya membuat manusia hidup lebih baik?
   
    Bahkan tidak bisa mengharapkan apapun manusia masih terus hidup tanpa alasan.
   
    Dalam beberapa dekade vanitas hanya menargetkan perempuan sebagai mangsanya, untuk memenuhi keingintahuan terhadap hati manusia. Dan untuk pertama kalinya vanitas bergerak untuk orang lain.
   
    Pikirannya bilang, bahwa gadis ini sedang sakit hati. Merasa bersalah pada kenyataan bahwa dia melupakan orang tuanya yang memberikannya kebahagiaan.
   
    Itu sebabnya ia memeluknya erat seperti yang dilakukan oleh ingatan si gadis.
   
    Ayah anak ini memeluknya saat dia jatuh dan terluka, vanitas mengikutinya karena dia pikir situasinya sama.
   
    Cukup lama menangis Mika menatap iblis dengan mata memerah. Apa iblis ini kasihan padaku? Mengapa memelukku erat seakan kamu mengerti?
   
    Setidaknya setengah mendapatkan pelukannya mika merasa lebih baik, iblis itu bilang dia tidak mengerti tapi mika mampu untuk lebih baik saat ini karenanya. Sudut bibirnya terangkat membuka mata vanitas karena kehangatannya, "terima kasih. Kamu iblis yang cukup pengertian."
   
    Vanitas tertegun.
   
   
    ++
   
   
    "Reiji."
   
    Sulung Sakamaki memanggil adiknya. Menutup bukunya, Reina melihat Shu yang sedang menatap dengan tatapan permusuhan.
   
    "Jika ini tentangnya aku tidak akan mendengarkan," ucapnya.
   
    "Apa maksudmu mengatakan bahwa mika pelayan?"
   
    "Apa masalahnya? Ini nyata, dia dikirim bersama Komori Yui sebagai pelayan."
   
    Perang dingin diantara dua bersaudara ini menyebabkan angin dingin untuk keluarga Sakamaki. Shu melayangkan pukulan membuat tubuh Reiji terlempar kebelakang.
   
    "Ini informasi yang kita dapat."
   
    "Benar, kau yang mengatakannya. Lalu? Seorang pelayan seharusnya tetap patuh pada majikannya. Seharusnya posisinya bahwa lebih rendah daripada eve yang dikirim ayah."
   
    Kalimat merendahkan, Shu tidak suka mendengar seseorang apalagi gadisnya direndahkan seperti ini.
   
    "Setelah kau menikmati darahnya?"
   
    Reiji menyeringai, "bukankah itu fungsi awal manusia? Sebagai makanan kita bangsa vampir."
   
    Selanjutnya pukulan dan tendangan secara membabi-buta, Shu cukup menahan diri sejak kemarin. Setelah puas dia bangkit, melihat Reiji yang masih menyeringai.
   
    "Kita tidak tau apa informasi yang dia dapatkan sehingga gadis itu berakhir ditempat ini," seringai Reiji luntur mendengarnya. "Sama seperti Komori Yui yang dibohongi oleh ayahnya, mungkin dia juga ditipu oleh ayah kita."
   
    Seusai shu pergi Reiji masih terdiam, ia mengacak rambutnya setelah sedikit berfikir. Sepertinya kakak sulungnya ini membuka matanya.

 Sepertinya kakak sulungnya ini membuka matanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semangat untuk harinya semua.

See you next time.

ᕙ⁠(⁠@⁠°⁠▽⁠°⁠@⁠)⁠ᕗ

Diabolik lovers [fanfiction]Where stories live. Discover now