12. Kamar lantai 3

30 6 1
                                    



"Din..."

Dini yang baru saja memejamkan matanya kembali terjaga, ia menoleh ke kiri, menghadap Lisya yang berada di sampingnya. Akibat insiden ribut dengan Fhina dan Wina tadi siang, Lisya meminta tukar kamar dengan Aura. Untungnya Aura mau dan jadilah Lisya tidur berdua dengan Dini di kamar yang ada di lantai satu.

Lisya menghela nafas, ia ingin tidur namun tak bisa. Kejadian tadi siang terus teringat olehnya. Ia kemudian duduk sambil bersandar dengan posisi menghadap Dini yang masih terlentang di sampingnya. Mau tak mau Dini mengikuti Lisya, merubah posisinya menjadi duduk menghadap sahabatnya ini.

"Ada yang mau diceritain?" tanya Dini yang langsung dijawab anggukkan oleh Lisya.

Tatapan mata Lisya berubah menjadi serius, menatap Dini yang kini duduk di hadapannya. Helaan nafas terdengar sebelum ia memulai apa yang ingin diceritakannya.

"Ngerasa gak kalo Rizky aneh banget? Dia keliatan kayak orang linglung tadi, dia juga ngotot bilang terakhir kali lagi bikin kopi di dapur. Dia kenapa, ya?" tanya Lisya.

Dini menyernyitkan dahi, ia bingung dengan pertanyaan Lisya dan mencoba mengingat-ingat sikap Rizky saat sedang diinterogasi.

"Dia cuma akting doang gak, sih? Biar gak ketauan sama lo kalo dia abis ngapa-ngapain sama Fhina?" balas Dini. Karena ia pribadi melihat Rizky seperti sedang berbohong saat diinterogasi. Ibarat kata mana mungkin ada maling yang mau ngaku?

"Tapi kalo akting, dia gak bakal kayak orang linglung waktu ditampar sama lo dan ditonjok sama Bangkit. Dia cuma bengong aja, kan? Kalo Rizky yang biasanya pasti bales nonjok Bangkit, gak diem aja!" balas Lisya, kali ini dengan penuh penekanan dalam ucapannya. Sebab ia yakin ada sesuatu yang aneh pada Rizky.

"Iya sih, dia agak aneh waktu itu," balas Dini. Kini ia mulai menyadari keanehan yang ada pada sikap Rizky.

Rizky yang tak bereaksi saat ditampar olehnya dan hanya bengong setelah ditonjok oleh Bangkit. Bahkan Rizky seperti tak merasakan apapun saat itu padahal sudut bibirnya robek dan mengeluarkan darah.

"Iya, kan? Kalo emang dia akting doang, dia gak bakal diem aja waktu ditonjok sama Bangkit. Dia juga gak bakal ngotot terakhir kali dia lagi bikin kopi di dapur."

"Bener, kayaknya emang ada yang salah sama Rizky, soalnya dia gak pernah mau dideketin sama Fhina. Fhina juga gak seekstrim itu ngedeketin Rizky, gak kayak Wina yang ngedeketin Puja. Mungkin gak sih Rizky dipelet sama Fhina?"

Ucapan Dini membuat Lisya terdiam. Mungkin saja Fhina bisa melakukan itu pada Rizky. Tapi untuk apa? Sesuka itukah Fhina pada Rizky? Karena seingatnya Fhina tak pernah menunjukkan ketertarikan pada Rizky sebelumnya. Memikirkan hal itu membuat Lisya pusing. Namun, ia mengingat satu hal karenanya. Wina!

"Astaga, Din! Gue lupa bilang sama lo! Waktu pagi gue liat Wina naro bunga sama benda-benda aneh di gelasnya Puja! Tar gue ambil HP dulu!" ucap Lisya.

Lisya kemudian mengambil HP nya yang ia taruh di meja, mencari foto yang ia maksud, kemudian menunjukkannya pada Dini.

"Nih! Untungnya gue foto!" ucap Lisya sambil memberikan HP nya pada Dini.

Dini langsung mengambil HP yang diberikan padanya, melihat foto yang berhasil diabadikan oleh Lisya. Meski tak begitu paham soal ilmu sihir pelet dan sejenisnya, sepertinya memang benar itu adalah media yang digunakan untuk memelet orang yang diincar.

"Astaga! Berarti bener dong! Bisa jadi mereka berdua main pelet buat Rizky sama Puja!" ujar Dini, ia kaget. Tak menyangka akan menemukan hal seperti itu di sini. Karena ia biasanya hanya melihat di film atau channel YouTube horor.

Journey to The West East North SouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang