06

7.9K 514 6
                                    

Tandai typo
__________



''Astaghfirullah, Mas ...! Baru aku tinggal bentar loh ke toilet tadi sekarang kenapa baju anaknya kotor gini?'' frustasi Ailen menatap Ares yang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

''Tadi- ituh- si Ezar belajar jalan tapi malah jatuh di kubangan.'' tunjuk Ares ke arah celana Ezar yang kotor dan sedikit basah.

Ailen mengusap dadanya sabar, ''Ya Allah lapangkan lah kesabaran hamba mu ini ya Allah ...'' gumamnya dramatis dengan mata terpejam.

Ezar yang berdiri di hadapan keduanya hanya diam menatap diam sang Bunda yang menahan kesal dan sang Ayah yang menggigit bibirnya khawatir akan nasibnya.

Ailen berjongkok di depan Ezar, ''Lain kali anak Bunda pilih jalan yang bagus ya, sayang? Jangan di tempat becek. Kita mau pergi ke danau loh masa anak tampan Bunda udah kotor celananya?'' ucap Ailen mengusap pipi gembul sang anak.

Ezar mengangguk antusias seraya merentangkan tangannya ke arah sang Bunda. Ailen tersenyum sebelum menggendong Ezar terlebih dahulu ia membuka celana kotor yang di kenakan bocah itu hingga kini Ezar hanya memakai pampers saja.

''Pegang!'' kesal Ailen melempar celana Ezar ke arah Ares yang dengan sigap menangkap celana kotor milik putra nya itu.

''Sabar, Res ... Gitu-gitu bini lo.'' lirih Ares mengusap dadanya sabar lalu berjalan ke arah mobil mereka terparkir dan menyusul anggota polri yang lain yang sudah melaju menuju lokasi dimana tempat mereka berkumpul nantinya.

Ares melajukan mobilnya dengan pelan karena jalanan terlihat sedikit ramai.

''Nanti di sana jangan bikin baju anaknya kotor lagi, Mas!'' peringat Ailen menatap Ares dengan tajam.

Ares hanya mengangguk lesu.

''Nda! Au nen!'' antusias Ezar menduselkan kepalanya di dada sang Bunda.

''Nanti ya sayang, kalau minum di mobil nanti tumpah.''  ucap Ailen mengusap rambut sang putra. Jika Ezar tidak meminum asi dari sumbernya maka ia akan meminumnya dengan gekas jarena ia sangat tak menyukai dot.

Ezar melengkungkan bibirnya ke bawah dan ...

''Huaaaaa nda au nen! Hiks! Hiks! Huuuuuu hiks huaaaa!'' tangis Ezar pefah membuat Ailen kelimpungan.

''Sepertinya Ezar mengantuk, susui saja dia. Jika tidak ia akan terus menangis,'' celetuk Ares.

Mau tak mau Ailen harus memberi asi pada Ezar yang masih menangis, perlahan ia menyingkap layer khusus untuk seragam bhayangkarinya yang menutupi dadanya kemudian membuka tiga kancing bajunya.

''Iya sabar, Nak ...'' ucap Ailen kala Ezar mulai mengamuk.

''Ya Tuhan ... '' lirih Ailen seraya mengarahkan putingnya ke mulut Ezar. Dengan antusias Ezar menghisapnya dengan rakus, sepertinya pria kecil itu benar-benar haus.

Dengan perlahan Ailen menarik layer khusus seragamnya menutupi payudaranya yang sedikit terlihat.

''Kita isi bensin dulu, baru meluncur ke danau.''

Ailen hanya mengangguk sebagai jawaban, ia hanya terlalu malas untuk menyahut karena fokusnya pada jejeran mobil yang mengantri hendak mengisi solar.

''Mas turun bentar nyapa temen,'' ucap Ares lalu turun dari mobil tanpa menunggu jawaban Ailen.

Ailen menatap Ares yang menyapa seorang pria yang mengisi bensin ke dalam mobil Ares, mungkin karyawan pertamina itu adalah temannya.

Tak lama kemudian Ares masuk ke dalam mobil dan kembali melajukan mobilnya menuju dimana tempat berkumpul mereka.

''Rame, Mas?'' tanya Ailen sesampainya mereka di lokasi.

Ares mengangguk lalu menyampirkan tas milik Ezar di bahu kanannya kemudian tangan kirinya merangkul pinggang Ailen.

Ailen yang sedang membenarkan posisi tidur Ezar di gendongannya langsung menegang kala Ares merangkul pinggangnya.

Mungkin jika itu Ailen asli tidak akan mengapa, tetapi ini ia, yang bahkan tak pernah berdekatan dengan lelaki.

''Ayo!'' ajak Ares menuju para ibu-ibu bhayangkari yang sedang berkumpul di bawah pohon besar dengan beralaskan tikar.

Terlihat jika para bhayangkari itu sedang mengolah makanan dan memotong buah-buahan yang ia yakini hendak di buat rujak, sedangkan para bapak-bapak polisi sedang membakar ikan dan sebagiannya sedang menjaga anak masing-masing.

''Eeeh ada Bu Ares, tadi kemacetan ya, Bu? Soalnya saya tadi juga.'' ucap seorang wanita yang berusia sekitar mhngkin 30 tahun lebih.

Ailen tersenyum kikuk, ia baru ingat jika wanita ini bernama Bu Feno, ''Iya, Bu. Tadi sempat isi bensin dulu jadi sedikit lama. Maaf ya?'' ucap Ailen merasa tak enak.

''Mas ke sana dulu,'' bisik Ares dan berlalu menuju rekan kerjanya.

''Silahkan duduk, Bu Ares.'' ucap Bu Wewen menggeser posisi duduknya agar Ailen bisa duduk.

''Terimakasih ...'' ucap Ailen lalu duduk di samping Bu Wewen.

''Anaknya gemas sekali ya, Bu? Sedari tadi dari kejauhan saya ingin sekali menyentuh pipi gembulnya ini!'' geram Bu Wewen mengusap pipi gempul Ezar.

Ailen hanya menanggapi dengan tersenyum. 

''Loh!? Bu Ares sudah sampai?'' celetuk seorang wanita yang mungkin seumurannya.

Ia mendongak menatap wanita itu yang menggendong anak laki-laku berusia tiga tahun. Ia ingat, wanita ini adalah sahabat Ailen asli yang bernama Tata Nia, suaminya adalah bawahan Ares, namun keduanya tetap menjalin hubungan layaknya sahabat karena istri, keduanya yang bersahabat dan sering berkumpul bersama saat hari minggu membuat kedua pria itu pun menjadi sahabat.

''Iya, Bu Nolan.'' jawab Ailen. Suami Tata bernama Muhammad Nolan lebih muda dua tahun dari Ares. Sedangkan putra mereka bernama Muhammad Hiqam.

Tata duduk di samping Ailen dan mendudukkan putranya di depan nya. ''Hiqam mau libat dedek Ezar, Ma.'' ucap Hiqam menggoyangkan lengan sang Mama.

Tata mengangguk lalu membawa Hiqam ke pangkuannya.

''Adeknya lagi bobo, Hiqam.'' ucap Ailen lembut seraya mengusap rambut Ezar yang menutupi dahinya.

Bahu Hiqam merosot lesu, ''Padahal Hiqam mau main sama Adek Ezar.'' sedihnya.

Ailen tersenyum lalu mengusap rambut Hiqam yang lebat, ''Nanti Adek Ezarnya bangun kok. Jadi Bang Hiqam jangan sedih.'' hibur Ailen.

''Nanti deh kapan-kapan ke rumah Tante Ailen mau?'' tawar Tata pada putranya itu.

Hiqam mengangguk antusias lalu mendongak menatap Ailen, ''Hiqam boleh cium?''

Ailen mengangguk, ''Boleh dong!'' lalu dengan perlahan Ailen mengarahkan wajah Ezar mendekati Hiqam.

''Wangi ..!'' seru bocah itu kala mencium bau telon Ezar.

Para ibu bhayangkari yang berada dk sana tertawa gemas melihat tingkah bocah tiga tahun itu.

++++


Transmigrasi Istri Polisi (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang