1 : 0

78 16 3
                                    

HP gue dimana, anjir?”

Pagi ini, Juyeon baru menyadari jika ponselnya telah menghilang sejak kemarin lantaran benda yang dipercayainya sebagai satu-satunya alat untuk membangunkannya dari tidur sebentar tersebut tak mengeluarkan nada sama sekali sehingga membuatnya nyaris terlambat seperti ini.

Juyeon berdesis kecil sembari mengingat-ingat terakhir kali dia melihat ponselnya. Benda itu tidaklah begitu penting baginya hingga membuatnya selalu memperhatikannya setiap saat. Jika sudah hilang seperti ini, bisa dipastikan Juyeon kerepotan untuk mencarinya.

Damn it!” Ia memekik prihatin akan nasibnya sendiri. Setelah sekian lama mencari, pada akhirnya Juyeon putuskan untuk berhenti dengan beranjak menuju kamar mandi. “Gue mana punya duit lagi buat beli penggantinya.”

Yang bisa dilakukannya hanya meringis disela-sela rintik air yang jatuh melalui guyuran shower yang kadang kala mati sendiri karena telah termakan usia.

.
[Dulcet]
.

“Terima kasih telah berkunjung. Silahkan datang lagi.”

Hembusan napas sarat akan rasa lelah yang kentara serta beban pikiran yang menyerta menjadi satu-satunya suara tatkala pengunjung telah beranjak pergi menjauhinya. Posisinya naik hari ini, mulai dari pelayan hingga merangkak jadi kasir lantaran si pemilik asli tengah mengambil cuti hingga satu minggu ke depan.

Tepukan dipunggung merupakan sebuah alarm sebagai tanda jika mereka diberikan waktu istirahat makan siang oleh rekan kerjanya. Juyeon hanya mengangguk sekilas, namun tak juga pergi meninggalkan tempatnya sebagaimana yang lainnya.

Nih,” celetuk seseorang dari depannya seraya menyerahkan sebungkus sandwich beserta susu melon yang iseng dibelinya ketika mampir ke sebuah minimarket sebelum berangkat kerja. “Cepetan dimakan, mumpung gerd lo belum ‘kangen’.”

Senyum tipis terukir sebentar sebagai respon dari candaan yang diutarakan oleh lelaki itu. “Makasih, Kak Younghoon,” ucapnya terdengar lemas.

Kim Younghoon usak gemas kepala bulat itu menggunakan telapak tangannya. Cukup singkat sebelum ia dipanggil oleh yang lain berhubungan dengan pekerjaannya sebagai manager.

Lagi-lagi. Rasio yang kerap muncul secara tak sengaja ketika tatapannya terkunci pada figur jangkung tersebut. Padahal keduanya telah menjadi teman masa kecil yang sayangnya, punya perbedaan takdir keduanya yang terbilang kontras. Dimana Younghoon tampak luar biasa dengan setelan santainya seperti biasa, sementara Juyeon begitu bersahaja dengan kemeja putih lusuh berlapis apron coklat berlabel nama café yang khusus menyediakan menu makan siang serta bawahan celana longgar berwarna hitam.

Sungguh tragis, bagi Juyeon sendiri.

Baru ingin memakan makan siang yang diberikan oleh sang manager, Juyeon dikejutkan oleh bunyi dentingan lonceng tanda ada seseorang yang baru memasuki pintu. Kurva tipisnya dipaksakan turun, berusaha menciptakan kesan ramah kepada pelanggan yang bermaksud membeli.

Juyeon angkat kepalanya agar bisa menatap langsung ke arah lelaki yang berdiri dihadapannya tersebut. Akan tetapi, senyumnya seketika memudar menyadari bahwa orang ini ternyata lumayan dikenalnya.

“Selamat siang, Tuan. Mau pesan apa?” ucap Juyeon tampak sungkan. Netranya bergulir ketika melihat lelaki itu tak menanggalkan senyumnya persis seperti kemarin.

Sea salt latte,” jawabnya tanpa berpikir.

Juyeon mengangguk, kemudian menerima uluran kartu kredit milik Hyunjae. Begitu selesai dengan pembayaran, lantas ia serahkan kembali ke pemiliknya. “Pesanan Anda sedang kami buat, silahkan menunggu di meja yang tersedia.”

Dulcet +MiljuWhere stories live. Discover now