3. Accident

334K 12.9K 85
                                    

“Dia udah di kantin. Sendirian, sesuai dugaan gue,” Kina memberitahu di video call bersama Alicia dan Dava. Kemudian, Kina melirik ke arah Lily yang sedang berkutat pada laptop dan sandwich.

Sejujurnya, Kina tidak yakin dengan rencana ini. Kina tidak mengenal Lily sama sekali. Begitu pula sebaliknya. Lalu, tanpa adanya hubungan saling kenal, Kina terpaksa berlagak sok kenal kepada Lily? Benar! Hanya untuk kepentingan skripsi kakaknya yang tidak tuntas! 

Semalam, Dava sudah berada di ujung usahanya. Perasaan putus asa sudah menggoyahkan semangatnya. Sehingga, Dava menyetujui saran Kina untuk meminta bantuan Lily. Meskipun saat itu ia berdalih bantuan Kina lebih baik, nyatanya Kina tidak mau membantunya. Cewek itu lebih memilih membantu Dava minta tolong kepada Lily, alih-alih dirinya sendiri yang membantu skripsi Dava. 

“Dav, lo di mana, sih? Buru cepetan ke kantin!” seru Kina setelah sepuluh menit Dava tidak kunjung datang. Ia takut Lily tiba-tiba pergi.

“Sabar, elah. Gue udah jalan dari tadi.”

“Jalan apa jalan lo? Lelet amat! Keburu pergi, ntar.”

“Gimana kalau lo recokin sekarang aja, Na?” usul Alicia tiba-tiba. “Daripada tiba-tiba pergi, kan.”

Tentu saja Kina melotot sempurna. Dari rencana keseluruhan, Kina mendapat posisi paling beresiko. “Ya, bener, sih. Tapi, hati gue masih belum siap.”

“Lo tinggal duduk di sebelah atau di depan dia. Terus, lo recokin dan sok bersalah, ‘kan?” 

Kina mengangguk, wajah galaknya seketika berubah menjadi sedih. “Kedengarannya aja gampang, Cia. Lo coba di posisi gue, malunya itu lho setengah mampus.”

“Demi gue, dek. Demi gue,” Dava menyahut, alih-alih Alicia. Cowok itu terlihat mengibaskan poninya dengan raut memelas. “Lo tega ngebiarin gue mundur sidang? Lo mau jadi adek dari mahasiswa abadi?”

Kina tersenyum sinis. “Jadi, lo nggak mempermasalahkan harga diri gue di depan Lily?”

“Ini serius pertama dan terakhir kalinya. Please.”

Oke, Kina tidak harus memperpanjang perdebatan yang sia-sia ini. Mau tidak mau ia harus ke Lily. Mengganggu perempuan asing itu dan mengajaknya berteman untuk kemudian diminta membantu Dava. 

Oleh karena itu, Kina beranjak dari kursi. Tanpa mematikan video call, ia mendekati Lily. Perempuan itu sedang membaca buku. Sesekali matanya beralih pada layar laptop. Sesekali juga tangannya bergerak menyuapkan sandwich. Lily sangat tenggelam ke dalam dunianya sendiri. Hingga ia tidak menyadari kehadiran Kina di depannya. Bersiap menyenggol gelas air mineral yang berdiri tidak jauh dari kertas-kertas Lily. 

“Ups, I’m sorry,” kata Kina mendramatisir suasana tepat setelah tangannya menyenggol gelas tersebut. Dari raut terkejut Lily, perempuan itu pasti tidak mengendus unsur kesengajaan pada diri Kina. “I’m so sorry. I didn’t mean it.”

Tangan Lily dengan sigap menyingkirkan kertas-kertas catatannya dari genangan air. Perempuan bermata biru itu mengelap cipratan air dengan tisu. Kemudian memeriksa kertasnya yang sedikit basah. 

“Kamu nggak perlu ngomong pakai bahasa inggris,” kata Lily tiba-tiba dengan fasihnya. Sukses mengejutkan Kina setengah mati. “Oh, ini nggak apa-apa, kok. Kertasnya nggak terlalu basah.”

My Disaster CEOWhere stories live. Discover now