Organ Baru

18.6K 130 2
                                    

"Bagus" Celetuk Kak Ben daribawah sama. "Kakak lihat rahim kamu dulu ya," Lanjutnya sambil menger kursinya kesamping Kimi.

Kak Ben menyalakan sebuah monitor, alat usg dan mengambil sebuah gel. Tanpa basa-basi Kak Ben membuka baju Kimi sebatas perut. Dia melirik Kimi yang sedang campur aduk. Malu, was-was dan sedikit perasaan menyesal sudah mau bergabung dengan penelitian Kak Ben. Ia merasa dijadikan mainan.

"Kenapa hal ini tidak terpikirkan sebelumnya?" Sesal Kimi dalam hati.

Kak Ben menuangkan gel diatas perut Kimi dan mulai memainkan alat USG di atas perutku. Sesekali Kak Ben bergumam, sebelum akhirnya berkata bahwa rahimku bagus dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk proyek penelitiannya. Ia kembali ke kaki Kimi dan mengambil beberapa peralatan yang rertata rapi di dalam rak, yang sejak tadi tak pernah jauh-jauh darinya. 

"Siap?" tanya Kak Ben dari balik selimut.  "Mungkin akan sedikit sakit. Tapi ingat, kamu harus tetap tenang dan jangan terbangun atau pun menarik tubuhmu kebelakang. Mengerti?" lanjut Kak Ben begitu Kimi menganggukan kepala. "Oke, tahan yaa. Rileks, Kakak masukan pelan-pelan!"

Perlahan sebuah benda didekatkan miss v Kimi. Benda itu digesek-gesekan perlahan, membuat Kimi semakit was-was. Perutnya terasa mulas yang perlahan berubah menjadi mual.

"Jangan tegang, Kimi! Rileksss...!" Tutur Kak Ben pelan sambil perlahan memainkan sesuatu dibawah sana.

Kak Ben masih menggesek-gesekan benda itu, bergerak memutari kelamin Kimi. Menuruti titah Kak Ben, Kimi pun berusaha menenangkan pikirannya. Mengatur nafas dan berusaha percaya pada Kak Ben bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Tarik nafaas...." titah Kak Ben dengan lembut, yang langsung menghipnotis Kimi untuk menarik nafas panjang dan melepaskannya perlahan. "Lagii...!" Pinta Kak Ben lagi.

Sambil memberikan aba-aba pada Kimi untuk mengatur nafas, Tanpa Kimi sadari, Kak ben telah merubah gerakan benda yang ada di tangannya. Ia menggerakan maju mundur dipintu rahim Kimi secara perlahan, membuat Kimi merasakan sensasi geli yang membuatnya sedikit lebih merasa nyaman. Perlahan gerakan maju mundur itu berubah menjadi sebuah getaran yang semakin lama semakin cepat. Rasanya kelamin Kimi merekah lebar, seolah mempersilahkan benda itu masuk lebih dalam.

"Ssshhhhh!!" Kimi merintih ketika benda itu mulai bergetar semakin dalam. Kedua tangan Kimi mencengkeram erat pegangan kursi, tak kuasa menahan rasa sakit yang ia rasakan. "Heughh! pelan-pelan, Kak!" pinta Kimi tak kuasa dengan sakitnya.

Bukanya mendengarkan permintaan Kimi, Kak Ben justru mendorong benda itu dengan kuat. Hawa dingin langsung menyelimuti tubuh Kimi, hingga membuat tubuhnya mati rasa.

"Hhhmm..." Desah Kimi tanpa sadar, ketika tubuhnya terasa melayang saking lemasnya.

"Oke, sudah berhasil masuk. Kerja bagus Kimi!" ucap Kak Ben sambil mengelus-elus perut bagian bawah Kimi. "Sakit, ya?"

"Banget, Kak!" jawab Kimi lemas. 

"Hey! Kimi!" Pekik Kak Ben.

Kimi terkulai lemas diatas kursi bersalin dengan wajah yang pucat dan nafas yang tidak teratur. Kelompak mata Kimi terasa begitu berat untuk tetap terbuka. Perlahan kepala Kimi pening hingga ia hanya dapat melihat kunang-kunang berterbangan di tengah kegelapan. Kimi masih bisa mendengar Kak Ben yang memanggil dan tepukan ringan dilenganya.  Namun Kimi tidak bisa memberikan respon apapun. Tubuhnya begitu lemas. Tenaganya habis termakan rasa sakit.

Kak Ben menurunkan punggung kursi, sehingga perlahan Kimi berbaring meski dengan kedua kaki yang masih terangkat. Kak Ben mengecek detak jantung Kimi. Menepuk-nepuk pelan perut Kimi sambil berbisik lembut,

"Kimi, maaf sudah membuatmu seperti ini. Ayo sadar!"

"Hhmm," gumam Kimi sambil menengok perlahan ke sumber suara.

Perlahan cahaya mulai terlihat. Kimi mulai mendapatkan kembali kesadarannya.

"Nggak apa-apa. Tenangin dulu, kumpulin tenaga. Atur nafas!" tutur Kak Ben yang tak lengah memperhatikan Kimi.

Menunggu Kimi benar-benar sadar, Kak Ben asik mengelus perut bawah Kimi. Perlahan naik ke atas, membuat gerakan melingkar dan memberi tepukan di bawah dada Kimi. Kembali berputar dan mengelur pelan perut bawah, seperti ada yang sangat berarti di dalam sana. Kak Ben melakukannya berulang hingga Kimi tersadar sepenuhnya.

"Eumm..." Rintih Kimi begitu mendapati kepalanya terasa pening.

Reflek Kimi memegangi kepalanya sembari menunggu kondisinya membaik. Namun Kak Ben langsung menurunkan tangan Kimi dan memberikan pijitan ringan di kepala Kimi.

"Pusing, ya?" tanya Kak Ben lembut, ketika tangan Kimi reflek memijit keningnya.

"Hmm..." Gumam Kimi yang masih belum terlepas dari rasa sakitnya. Dibawah sana masih terasa begitu berdenyut sakit, pedih dan panas.

"Minum dulu yuk, biar lebih tenang!" pinta Kak Ben sambil menyodorkan sesendok air ke bibir Kimi. Baru tiga sendok, Kimi merasa jauh lebih baik. "Syukurlah, akhirnya sadar juga," Lanjut Kak Ben sambil menyimpan minuman Kimi di atas nakas. Ia memarkirkan tanganya dia atas perut Kimi dan menepuk-nepuknya pelan.

"Sshh..sakit kak!," tutur Kimi sambil mengelus perus bawahnya.

"Jangan bangun dulu, ya! Kakak bantu turunin kaki kamu dulu. Awas, pelan-pelan!" Tutur Kak Ben sambil menurunkan kaki Kimi hingga kini Kimi terlentang sempurna.

Kak Ben duduk disamping Kimi sambil mengelus pelan perut bawah Kimi. Keduanya duduk terdiam. Kimi sibuk mengendalikan rasa sakit sementara Kak Ben asik mengelus perut Kimi dan tangan lainnya menepuk-nepuk pelan lengan Kimi, berharap jauh lebih tenang.

"Sshhhh..." rintih panjang Kimi begitu benda didalam sana tersentuh tangan Kak Ben. "Heuhh..." lenguh Kimi sambil mengatur nafasnya. "Jangan ditekan," pinta Kimi.

"Oke! Maaf!" Sahut Kak Ben dan menepuk pelan perut Kimi. "Coba duduk pelan-pelan yuk!" Ajak Kak Ben begitu Kimi kembali tenang.

Kimi mengangguk. Kak Ben meraih bagian belakang pundak Kimi dan mengangkatnya perlahan hingga Kimi terduduk.

"Uughhh...." Rintih Kimi lagi begitu benda di dalam sana ikut bergerak.

Kimi diam sejenak. Ia duduk bertumpu kedua tangannya, sementara Kak Ben masih setia menengkan perut Kimi dengan memberikan sentuhan lembutnya yang memang membuat Kimi merasa lebih nyaman.

"Minum!" Titah Kak Ben sambil menyodorkan secangkir air putih pada Kimi.

Tanpa pikir panjang, Kimi meraih gelas itu dan meneguknya hingga habis. Ia meletakan di atas nakas dan perlahan melipat kedua kakinya supaya lebih nyaman. Keduanya kembali terdiam beberapa saat. Tak hentinya Kak Ben mengelus perut bawah Kimi.

"Kita ke atas? kamu bisa tidur dengan nyaman disana!" Tutur Kak Ben.

"Hah?"

"Hanya tujuh langkah menuju lift dan kita sampai!" enteng Kak Ben.

Sementara itu, Kimi masih tak bisa membayangkan. Ia bergerak sedikit saja, benda didalam sana ikut bergerak dan rasanya sangat sakit. Namun ia harus pindah ke lantai atas.

Maiesiophilia PartnerWhere stories live. Discover now