26 - Hari Terakhir

14.3K 1.6K 689
                                    

Pagi itu, suasana di villa dipenuhi dengan kegiatan bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Haikal, Aji, dan Reihan masih sibuk merapikan barang bawaan mereka, memasukkan baju-baju ke dalam koper dengan teliti.

"Kal, tolong itu handuk sebelah lo," pinta Reihan.

Haikal dengan lagak srimulatnya bertingkah seolah menjadi pelayan kerajaan. "Silakan Tuan."

"Makasih, Babu," ucap Reihan, diramaikan dengan tawa Aji.

Sementara itu, Marka dan Jendral fokus pada tugas mereka untuk memanaskan mesin mobil agar siap untuk perjalanan pulang.

"Nanti mampir ke SPBU ya, Capt."

"Kenapa? Bensin lo abis?" tanya Jendral tanpa berpikir.

"Enggak, masih full, bahkan tumpah tumpah, Capt," jawab Marka dengan ekspresi disetel serius.

Jendral segera menyadari kesalahan dari pertanyaannya. "Iya, sorry, salah tanya."

Di gazebo yang berada di depan villa, Cakra dan Arga terlihat sedang duduk bersama, tengah mengobrol dengan santai.

Di gazebo yang terletak di depan villa, Cakra dan Arga duduk bersama, menikmati udara segar pagi sambil berbincang santai.

"Jadi, beneran lo beli?" tanya Arga dengan rasa ingin tahu.

"Iya, temen papa bilang perusahaan yang kita bahas kemarin kelihatannya berpotensi bagus," jawab Cakra dengan optimis.

Arga mengangguk paham. "Kalo lo yakin, okay, semoga untung ya."

Cakra melanjutkan, "Lo sendiri gimana? Pembangunan kantor lo udah berapa persen?"

"Mungkin bisa dibilang 60%," jawab Arga sambil tersenyum, "Masih butuh banyak waktu buat nyelesain bangunan itu karena gue banyak mau."

"Gak papa, punya sendiri mah bebas mau diapain. Kalo bosen, tinggal rombak aja."

Arga tertawa ringan merespons celetukan Cakra. "Bahan bangunannya bukan dari daun, Cak. Nggak semudah itu buat ngerombak, makanya gue beneran mikirin banget konsepnya."

"Lo nggak ada niatan buka kantor psikolog aja gitu, sesuai jurusan?" tanya Cakra.

"Itu udah gue atur sendiri, gue ambil psikologi juga bukan tanpa alasan, itu banyak manfaatnya kalo gue punya bisnis."

"Lo bener-bener lahir buat jadi orang sukses ya, Na, kayaknya," ujar Cakra.

Arga praktis tertawa. "Aamiin, tapi kenapa tiba-tiba mikir gitu?"

"Soalnya gue ngerasa hidup lo tuh bener-bener terorganisir banget. Usaha lo seserius itu buat ngendaliin masa depan."

"Karena masa lalu gue udah hancur, Cak. Jadi, minimal masa depan harus cerah lah, gue punya banyak harapan buat itu," ujar Arga.

"Iya, lo berhak atas itu kok."

Keduanya kemudian hening dan memperhatikan Aji yang muncul dengan koper milik Reihan.

"Yang punya koper ke mana? Kok lo yang bawa?" tanya Cakra.

"Masih bantuin bang Ekal nata isi tas," jawab Aji.

Usai memasukkan koper Reihan ke dalam bagasi mobil Cakra. Aji bergabung di gazebo. "Kalian pulang dari sini langsung mudik?" tanyanya.

"Gue sama Reihan besok," jawab Cakra.

Aji mengangguk paham, lalu menoleh pada Arga. "Lo gimana, Bang? Lebaran tahun lalu kan lo gak pulang, kalo kali ini?"

"Pulang kayaknya, tapi mepet aja, paling senin atau selasa," jawab Arga.

Melody In Ramadan (TERBIT) ✓Where stories live. Discover now