Bab 22 || Kencan

212 53 24
                                    

"Kina, Bangun! Ada Edwin tuh di depan nungguin kamu!" suara mama masuk ke telingaku dan mengganggu mimpi indahku.

"Eungh.. Ngapain sih dia dateng pagi-pagi buta gini?" racauku yang masih setengah tertidur.

"Katanya kemarin kamu udah janjian sama Edwin bakalan pergi bareng. Sekarang anaknya udah nungguin kamu di depan. Cepetan bangun!" kesal mama karena melihatku masih nyaman terbaring di atas kasur.

"Ma, ini baru jam setengah 5 pagi loh. Kina masih ngantuk, udah biarin aja dia pergi. Toh juga sekarang hari minggu, biarin Kina tidur lebih lama." sahutku dengan memeluk guling mencari posisi nyaman.

"Ini anak males banget sih disuruh bangun, ayo cepetan bangun! Siapa suruh kamu punya janji sama Edwin, kasian dia udah nungguin kamu daritadi!" marah mama.

"Mama gak pernah ya ngajarin kamu buat ingkar janji! Kamu bangun sendiri atau mama seret kamu ke hadapan Edwin sekarang juga?!" ucap mama tak terbantahkan.

Dengan terpaksa aku pun membuka mataku dan segera menemui Edwin. Belum sampai lima langkah, suara mama kembali menginterupsi.

"Eh, eh, eh, mau kemana kamu?" tanya mama sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Aku pun berbalik menatap mama dengan wajah keheranan. Bukankah tadi mama yang memaksaku bangun untuk bertemu dengan Edwin sepagi ini? Lalu kenapa mama bertanya lagi?

"Ya mau ketemu Edwin lah, ma. Kan tadi mama yang nyuruh." jawabku kesal. Mendengar jawabanku, mama langsung menuntunku ke depan cermin.

"Anak mama yang pinter, coba lihat penampilanmu sekarang. Rambut awut-awutan, belek dimana-mana, bekas iler masih nempel di ujung bibir kamu." komentar mama sambil menatapku dari ujung kaki hingga kepala.

"Yakin mau ketemu Edwin kayak gini? Kalo mama jadi kamu sih malu ya, bisa-bisa dia langsung ilfeel liat kamu." ucap mama mengompori.

Seketika aku melihat pantulan diriku pada cermin. Ternyata apa yang dikatakan oleh mama memang benar, penampilanku saat ini sangat memprihatinkan. Aku rasa melihatku seperti ini, Edwin akan benar-benar meninggalkanku.

Tunggu dulu, gue punya ide bagus! Apa gue coba temuin dia pas lagi berantakan gini ya? Siapa tau dia langsung ilfeel trus gak mau lagi deh nemuin gue? Batinku senang saat memiliki ide untuk membuat Edwin menjauh. Diam-diam aku menyeringai jahat hahahaha..

Eh, tapi nanti kalo dia beneran menjauh gimana dong? Kok rasanya gue sedikit gak rela ya? Gak, gak, gak! Ngapain gue gak rela? Kan gue juga udah punya calon tunangan. Gak boleh mendua Kina, itu dosa! Dalam hati aku meracau memikirkan segala kemungkinan.

Tanpa sadar raut wajahku berubah-ubah memikirkan hal tersebut. Mama yang berada di sebelahku, menatapku dengan khawatir.

"Kina? Kamu sehat kan?" tanya mama sambil menyentuh dahiku.

Aku mengernyit bingung. "Kina sehat kok, ma."

"Mama, khawatir liat kamu tiba-tiba senyum, trus cemberut sambil geleng-geleng kepala." jelasnya.

Mendengar hal itu, aku hanya cengengesan sambil menggaruk belakang kepalaku.

"Oh itu, nggak ma. Kina gapapa kok, hehehe.."

"Yaudah, kalo gitu sana buruan mandi. Kasian Edwin nungguin kamu di teras. Mama suruh masuk dia gak mau." perintah mama padaku.

Kini saatnya aku melancarkan ide cemerlangku tadi. Setelah mengangguk sebagai balasan perintah mama, aku langsung berbalik dan berlari keluar kamar dengan cepat untuk menemui Edwin di teras.

Mama yang melihatku kabur keluar kamar langsung berteriak kencang memanggilku.

"KINAAA!!! KAMU BENER-BENER YAA, MANDI DULU BARU KELUAR!" teriak mama. Sontak aku hanya cekikikan mendengar teriakan mama.

My True First LoveWhere stories live. Discover now