Bab 1

1.1K 131 1
                                    

Happy reading, semoga suka.

Versi full sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya, langsung tamat.

Versi full sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya, langsung tamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

______________________________________________________________________

Gina menatap Jasmine dengan ekspresi horor. "Ya Tuhan, apa yang terjadi pada keningmu?"

"Aku tidak tahu!" erang Jasmine, masih berusaha keras mengingat apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. "Aku malah berharap kau bisa memberitahuku apa yang terjadi."

Jasmine pergi kembali ke tempat kejadian perkara – yakni di rumah sahabatnya itu, hanya supaya bisa mencari tahu apa yang terjadi atau setidaknya lokasi kejadian itu akan bisa mengembalikan memorinya yang hilang. Tapi sejauh ini, yang Gina lakukan hanyalah memberinya segudang nasihat menyebalkan yang tidak perlu didengarnya saat ini.

Jasmine masih ingin menangis karena kejadian di hotel itu. Fakta bahwa ia mengenakan blusnya terbalik telah menarik banyak perhatian yang tidak diinginkan. Bahkan seorang pria tua nyaris saja terkena serangan jantung ketika dia memasuki lift dan melihat Jasmine yang dengan panik mengaitkan bra-nya dan memasukkan stokingnya sembarangan ke dalam dompet pesta.

Yang lebih memalukan lagi, Jasmine sadar bahwa ia tampak seperti seorang pelacur yang melarikan diri dari seorang klien yang tidak puas dengan pelayanannya tapi saat itu, ia sama sekali tidak peduli. Pikirannya bahkan tidak sampai ke sana. Ia hanya ingin kabur, secepatnya. Ini juga pernah terjadi pada Jasmine sebelumnya, ketika ia menghabiskan satu malam bersama seorang pria saat ia berada di tahun kedua universitasnya dan sekeras apapun Jasmine menghalangi kenangan itu, pada akhirnya ingatan itu tetap juga keluar menyiksanya.

Pria itu tampak cukup normal saat itu, bahkan bisa dibilang menarik. Sayangnya, ketika besoknya ia terbangun dan sisa alkohol telah menguap dari benaknya, ia baru sadar bahwa pria tampan itu telah menjelma menjadi pangeran kodok.

Jasmine bergidik saat mengingatnya. Tidak, ia tidak ingin mengingatnya lagi. Tapi pagi ini ia cukup beruntung karena bisa lari tanpa harus mencari tahu dengan siapa ia menghabiskan malam, terkutuklah jika pria itu sama mengerikannya dengan pria yang pernah menghabiskan satu malam bersamanya dulu. Tidak, tidak, tidak. Jasmine tidak ingin berhadapan dengan siapapun pria itu. Sekarang, ia harus memastikan bahwa tidak ada masalah lain yang akan ia hadapi nantinya. Baru setelah itu, Jasmine bisa pulang dan tidur dengan tenang. Tapi masalahnya, Gina juga tidak bisa membantu banyak. Dia lebih sibuk berperan sebagai Ibu Jasmine.

"Astaga, Jazzy, kami tidak tahu ke mana kau pergi! Brett hampir saja menelepon polisi!"

Jasmine mengangkat satu alisnya tak percaya.

"Oh oke, dia mungkin tidak terlalu khawatir, tapi tetap saja dia cemas!"

Jasmine tahu benar bahwa Brett pasti akan terlalu sibuk menatap Luna untuk peduli di planet mana Jasmine berada, apalagi sampai sadar kalau ia menghilang. Kakak laki-laki Gina itu sedang jatuh cinta setengah pada Luna namun sayang sekali, wanita itu bahkan tidak tertarik. Poor Brett.

"Kalau saja aku bisa mengingat apa yang sudah kulakukan," desah Jasmine.

"Terakhir kali aku melihatmu, kau sedang menenggak Absolut seolah-olah itu teh lemon."

"Ohh!" erang Jasmine. "Mengapa kau tidak menghentikanku?!"

"Aku mencobanya tapi kau mengusirku pergi," ujar Gina sambil melipat tangannya dan mendengus. Dia tampak masih kesal. "Aku hanya mencoba membantu waktu itu, kau tahu?"

"Ya, aku tahu kau hanya mencoba membantuku, aku minta maaf," ucap Jasmine dengan nada meminta maaf. "Suasana hatiku saat itu benar-benar jelek. Aku setidaknya ingat akan hal itu."

Ekspresi Gina berubah lembut. "Ya, aku tahu, aku juga minta maaf. Aku sudah memberitahu Brett untuk tidak mengundang Jeremy tapi dia tidak menerima pesanku sampai semuanya terlambat."

"Tidak apa-apa, semua sudah terjadi." Jasmine lalu berdiri, sambil menggosok keningnya karena kepalanya masih berdentam keras. Ia mencoba memijatnya tapi itu sama sekali tidak membantu. "Siapapun pria itu tadi malam, kurasa itu akan menjadi misteri selamanya. Tapi lebih baik seperti itu. Baiklah, aku harus pulang sekarang, aku butuh tidur sebelum mengunjungi ibuku sore ini."

Membayangkan daging sapi panggang yang hangus dengan semolina yang menggumpal sama sekali tidak membangkitkan semangat Jasmine. Rasanya hampir sama buruknya dengan mencoba mengingat kembali apa yang telah dilakukannya tadi malam.

In Bed with a Stranger - sudah tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang