Bab 4

954 160 1
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version bisa didapatkan via Playstore/Karyakarsa, langsung tamat.

Full version bisa didapatkan via Playstore/Karyakarsa, langsung tamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________________

Kantor sudah ramai dipenuhi karyawan ketika Jasmine berjalan masuk, jelas ia sudah telat. Ia lalu menjatuhkan barang-barangnya ke atas meja dan bergegas menuju mesin kopi. Meskipun tidur nyenyak seperti orang mati, Jasmine masih merasa berantakan. Setelah melihat kulitnya yang pucat seperti mayat di cermin kamar mandi, ia lalu membuat resolusi tahun baru yang lebih awal – bahwa selamanya ia tidak akan pernah menyentuh vodka. Ya, selamanya. Memang lebih aman seperti itu.

"Bagaimana perasaanmu, Jasmine?' Luna bertanya dengan polos ketika Jasmine menjatuhkan diri ke kursinya lalu mengubur wajahnya pada tumpukan berkas yang sudah diletakkan rapi di hadapannya. Hebat!

"Ohh, sepertinya kau tidak baik-baik saja," jawabnya sendiri ketika dia melihat benjolan di kening Jasmine. "Apa yang terjadi? Apa kau pingsan dan kepalamu membentar sesuatu?"

"Hahaha! Tidak, aku membentur pinggiran bath tub."

Luna tampak tidak yakin. "Ya ampun, kasihan. Jadi apa kau sangat pusing kemarin? Kau baik-baik saja hari ini?"

"Ya, ya, aku baik-baik saja." Jasmine tidak akan memberitahu Luna apapun karena wanita itu sama sekali tidak bisa menutup mulutnya dan pasti akan menyebarkan apapun yang didengarnya kepada orang lain. Sebenarnya, Jasmine masih belum tahu apa yang dilihat oleh Brett pada diri Luna. Bagian paling menonjol dari wanita itu adalah dada palsunya yang besar. Poor Brett.

"Oh ya, bagaimana kabar Brett?" tanya Jasmine, demi untuk mengalihkan perhatian Luna dari dirinya.

"Siapa?"

Lihat? Itu menjelaskan semuanya, bukan? pikir Jasmine jengkel. "Kau tahu, bukan, Brett, kakak lelakinya Gina – pria yang sepertinya selalu ileran setiap kali kau muncul."

"Oh, dia!" Luna lalu mengangkat bahu tak peduli. "Tidak tahu. Dia pergi untuk mengambilkanku minum dan setelahnya aku melihat dia duduk di samping seorang pria yang tampak kesal. Jadi aku pergi ke kebun sendirian dan bertemu dengan beberapa pria menarik." Lalu dia menyeringai pada Jasmine sementara Jasmine mendesah di dalam hati. Again, poor Brett. Entah apa yang dilihat oleh Brett dalam diri Luna.

Mungkin hampir sama tololnya denganmu karena kau juga tertarik pada pria bajingan itu.

Oh, shut up!

"Jadi kau tidak tertarik pada Brett?" tanya Jasmine lagi.

Luna tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. "Dia lumayan, menurutku. Kenapa?"

Setelah berpikir sejenak, Jasmine memutuskan untuk memberitahu Luna. Jika semua tergantung pada pria itu, dia tidak akan pernah memiliki keberanian untuk mengajak Luna berkencan.

"Brett tergila-gila padamu, tapi dia terlalu malu untuk memberitahumu."

"Benarkah?" Luna tampak terkejut, agak terperangah. Seolah dia memang tidak tahu bahwa Brett tergila-gila padanya.

"Ya, benar. Sekarang, kau ingin nomor teleponnya dan kalian berdua bisa membuat bayi bersama nantinya?"

Mendengar itu, Luna terbahak pelan. "Aku tidak yakin tentang bagian membuat bayi, tapi dia memang lumayan. Kupikir aku akan mengirim pesan padanya dan mari kita lihat, dia akan membawaku ke mana. Aku bebas besok."

"Oke, bagus."

Jasmine dengan cepat memberikan nomor telepon Brett pada Luna lalu menyandarkan punggungnya pada kursi dengan perasaan puas. Walaupun kehidupan cintanya berantakan tapi setidaknya ia sudah membantu memperbaiki kehidupan cinta seseorang. Walaupun ia tidak pasti, apakah Brett akan bisa mempertahankan hubungan jangka panjang dengan Luna karena wanita itu suka sekali berganti-ganti kekasih. Apapun itu, semoga Brett mendapatkan yang terbaik dan semoga Luna bisa melihat ketulusan Brett dan sisanya – serahkan saja pada mereka berdua.

Sementara Jasmine, ia masih bisa hidup dalam harapan.

Sementara Luna berjalan menjauh dengan jemari sibuk di keypad ponselnya, Jasmine melirik ke dalam kantor utama sambil berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu yang berguna sebelum rapat staf dimulai jam sebelas nanti. Matanya kemudian berhenti pada sosok tinggi yang menarik perhatiannya. Pria itu sepertinya tidak asing. Ada sesuatu dalam cara pria itu menyugar rambutnya yang membuat Jasmine merasa pernah melihatnya. Pria itu sedang berbicara dengan manajer warehouse mereka dan semakin dilihat, Jasmine semakin yakin kalau ia pernah bertemu dengan pria itu. Tapi ia tidak bisa mengingatnya.

"Siapa itu?" tanya Jasmine kemudian ketika Luna kembali. Ia menunjuk pria itu.

"Oh, dia manajer penjualan yang baru."

"Dan dia belum pernah bekerja di sini?" tanya Jasmine lagi.

"Baru artinya belum pernah." Luna lalu menatapnya seolah ia tolol. "Ya ampun, kau membunuh banyak sel otakmu Sabtu kemarin, Jazzy. Kau harus berhati-hati, minum terlalu banyak bisa berakibat buruk pada kesehatanmu. Aku pernah membacanya di artikel di majalah entah apa namanya."

"Setidaknya aku punya otak," gumam Jasmine sementara Luna berjalan cepat untuk menjawab panggilan di ponselnya.

Saat Jasmine melirik kembali ke dalam ruangan tersebut, pria tadi sudah menghilang. Jadi ia kembali ke komputernya, mulai membuka email dan menyortir pesan-pesan yang masuk.

Well, ini adalah Senin yang sibuk, sama seperti Senin-Senin lainnya.

In Bed with a Stranger - sudah tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang