Chapter 30 : Will never

94 11 9
                                    

Jika keabadian ada di dunia. Aku hanya mau di cintai oleh laki-laki yang ku tatap hari ini.

____________________________

"Gimana keadaannya Ilham?" Tanya Mentari tergesa sambil melirik ke ruang IGD.

Fahsya dan Raka berdiri menatap Mentari yang baru datang.

"Udah ditangani sama dokter, Tar." Jawab Raka.

"Semoga dia baik-baik aja, dan nggak ada luka yang serius." Ujar Mentari cemas.

"Temen Lo itu sinting yah?!" Sembur Diva tidak habis pikir. Saat di perjalanan tadi Mentari sudah menceritakan semuanya. Rasa tidak sukanya semakin besar untuk Guntur. "Selain otaknya nggak berfungsi, hatinya juga ikut mati."

"Lo mending pulang, daripada bacot." Ketus Fahsya.

"Siapa yang Lo katain bacot?" Sungut Diva menatap Fahsya sengit. "Gue ngomong gitu, karena temen Lo emang nggak punya nurani!"

"Berisik." Decak Fahsya lalu berjalan pergi.

"Mau kemana Lo! Gue belum selesai ngomong sama Lo. Fahsya berhenti! Gue nggak terima yah Lo ngatain gue." Teriak Diva berlari mengejar Fahsya.

"Eh, kok jadi kejar-kejaran sama crush gue sih." Dumel Caca cemburu. "Nggak bisa!” Lanjutnya ikut menyusul.

"Lah dia juga ikut pergi." Bingung Nara. "Ca, Lo mau kemana?"

"Gue nggak akan biarin calon ayang gue kena amuk temen Lo." Teriak Caca.

"Tar gue nyusul mereka dulu ya, tantrum ntar tuh anak kalo nggak di awasin." Ujar Nara langsung ikut mengejar Caca.

Raka terkekeh geli. "Cinta itu mumet."

"Kadang kita cinta dianya enggak. Giliran ada yang suka sama kita, kitanya nggak suka. Bahkan ada nih yang udah sama-sama punya perasaan, eh semesta yang nggak ngerestuin." Lanjut Raka geleng-geleng kepala.

Mentari tidak menggubris perkataan Raka, ia mendekat ke depan pintu IGD. Disana dokter dan beberapa perawat masih sibuk membersihkan luka Ilham. Lagi dan lagi Guntur dan Ilham terlibat baku hantam. Entah, mau sampai kapan Guntur akan terus membuatnya khawatir. Cowok itu tidak pernah berfikir kalau dia bisa saja terkena masalah karena ulahnya.

Mentari benci perasaannya masih belum bisa lepas dari Guntur. Kecewa dan patahnya seolah membiarkan harapannya hingga bertemu lelah. Mentari ingin marah, ia ingin melampiaskan sakit hatinya, tetapi kenapa Guntur selalu saja menatapnya dengan tatapan sendu dan polos? Itu sangat menyiksa batinnya.

"Duduk aja, Tar khawatir banget dah." Ujar Raka.

Mentari melirik Raka lantas berdecak. "Kalian tuh kenapa sih? Kenapa kalian ngeroyok Ilham?"

"Siapa yang ngeroyok cucu saya?"

Mentari dan Raka kompak menoleh ke arah wanita lanjut usia dengan pakaian rapi juga beberapa bodyguard di belakangnya.

"Mati gue!" Gumam Raka pelan.

"Apa kalian tidak mendengar saya?" Intimidasi Ratna berjalan mendekat.

Mentari menelan salivanya. Untuk pertama kalinya ia bertatapan langsung dengan wanita yang sangat disegani banyak perusahaan ternama di ibukota ini. Suaranya begitu tegas dan dingin.

"Apakah kita pernah bertemu?" Tanya Ratna memegang dagu Mentari yang sedang menunduk agar menatap ke arahnya.

Mentari tersentak. Tangannya mendadak dingin. Sorot mata Ratna begitu menusuk dan dingin seakan ingin membunuhnya.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang