Bab 5

728 128 1
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version sudah bisa didapatkan di Playstore dan Karyakarsa ya, langsung tamat ya. 

Luv,

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

Menjelang sore, kepala Jasmine sudah mulai berdenyut dan rasanya ia ingin menangis. Hari itu berlalu dari buruk menjadi lebih buruk dengan tumpukan pekerjaan yang makin menggunung sementara kepalanya terasa semakin sakit. Otaknya tak mampu memproses apapun. Mungkin saja Luna benar, Jasmine pasti sudah membakar banyak sel otaknya dengan vodka.

Apapun itu, Jasmine tidak peduli. Ia hanya ingin pulang sekarang. Tapi karena masih ada hampir satu jam sebelum waktu pulang, ia sebaiknya pergi menenangkan dirinya dulu, mungkin dengan segelas air dingin. Ia sudah minum terlalu banyak kopi hari ini.

Jadi Jasmine pergi mengambil segelas air tapi saat ia berbalik untuk kembali ke mejanya, ia tidak melihat ada seorang pria yang berjalan ke arahnya. Akibatnya, air di gelas Jasmine tumpah ke mana-mana.

"Oh, maafkan aku!" Ia bergegas meminta maaf dengan panik sambil mempelajari kerusakan yang ditimbulkannya. Kemeja sutra putih pria itu basah dan kini nyaris transparan dan Jasmine bisa melihat otot-otot dada kencang di balik balutan pakaian itu. Ia berusaha menggeleng dan mengalihkan perhatiannya, bukan itu yang penting sekarang.

Ketik Jasmine mengangkat wajah untuk menatap pria itu dan sadar bahwa dia adalah sang manajer penjualan yang tadi diperhatikannya, ia termenung sejenak karena pria itu juga melihatnya dengan ekspresi aneh di wajahnya. Seolah dia mengenali Jasmine. Tapi Jasmine cukup yakin mereka tidak pernah bertemu. Atau mereka memang pernah bertemu? Bukankah seharusnya Jasmine tahu akan hal itu?

"Apa... apakah kita pernah bertemu?' tanyanya karena sepertinya pria itu tidak akan berbicara.

"Menurutmu?" tanya pria itu singkat.

"Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya, bukan?"

"Kalau begitu, jelas kau sama sekali tidak mengenalku," ucap pria itu lagi sebelum berbalik dan pergi.

Jasmine melihat pria itu pergi dengan perasaan sedikit kesal, tapi ia merasa seolah melewatkan petunjung penting. Jika saja kepalanya lebih jernih, mungkin ia bisa berpikir tentang apa yang terjadi sejak Sabtu kemarin. Apakah ada yang dilewatkannya? Jasmine lalu mendesah. Kepalanya terasa semakin sakit setiap kali ia mencoba untuk berpikir. Ia menyerah dan memungut gelas plastiknya yang tadi terjatuh lalu kembali lagi untuk mengambil segelas air lainnya sebelum kembali ke meja. Jasmine melirik jam dengan nelangsa. Waktu pulang sepertinya masih lama.

Duh!

In Bed with a Stranger - sudah tamatOù les histoires vivent. Découvrez maintenant