Hunt 1 - Contoh Untuknya

1.7K 104 3
                                    

Ruangan yang penuh monitor itu dipenuhi para karyawan hari ini. Mereka saling bertukar informasi, bahkan ada yang berdebat. Suara banyak orang bercampur jadi satu, diiringi nyaringnya mesin serta tuts keyboard yang tak henti-hentinya ditekan.

Salah seorang karyawan yang sedang makan roti isi dikejutkan oleh warning alert yang muncul di layar gawainya. Bekal kebaratan itu tak sengaja ia remas, sampai acar berlumur saus tartar meloncat ke dahi.

"Tuan Enspiel! Ada ayakashi level tiga menerobos kubah pelindung di area enam belas!" Seru Karyawan itu lewat intercom.

"Aku mengerti," ucap Enspiel. Pria tinggi bersurai putih itu langsung berjalan ke tengah ruangan sambil meraih mikrofon. Jaket biru penuh bet logo penghargaan yang dikenakannya melambai karena tak dikancing.

"Panggilan kepada Kainan, Suēn, dan Levi! Segera menuju ruangan kepala sekolah!" Perintah Enspiel speaker akademi.

Mendengar hal ini, Kainan, Suēn, dan Levi menatap guru mereka yang sedang mengajar. Guru itu mengangguk mantap, tanda mereka bertiga mendapat izin untuk memenuhi panggilan Enspiel.

Mereka bertiga langsung berlari menyusuri koridor dan menaiki tangga menuju ruang kepala sekolah.

Levi, lelaki yang berwajah lucu dan rambutnya dikuncir akibat kepanjangan, dengan kasar mendobrak pintu. Mengacuhkan tatapan sangsi dari separuh penghuni ruangan, seenaknya ia melenggang masuk dan menghadap Enspiel.

"Beritahu kami tempatnya!" Seru Levi, nampak sudah mengetahui maksud mereka dipanggil kesana.

"Lain kali, jangan kau tendang seenaknya pintu itu! Lantas apa gunanya knop?!" Bentak Enspiel, urat di ujung alisnya timbul.

"Ini keadaan genting," balas Levi pelan.

"Mewakili anak gila ini, saya minta maaf!" Sahut Kainan dan Suēn bersamaan, sembari membungkuk siku-siku sempurna. Meski Kainan yang badannya lebih kecil terdorong dan jatuh, karena posisi Suēn yang setinggi dua meter dan mukanya bercodet agak serong.

"Tidak perlu kuno, teman-teman. Sudahlah, waktunya sedikit!" Teriak Enspiel.

Kemudian, mereka dipandu menuju ruang perlengkapan. Layaknya skene khas Roma, beragam senjata dan pakaian tempur mutakhir berjejer rapi di sana. Sayang, karena masih berstatus pelajar, mereka belum dapat izin untuk menggunakan yang mahal-mahal seperti itu. Takut rusak!

Ketiga murid lelaki tersebut tanpa basa-basi mulai mengenakan jubah hitam dengan logo Ayakashi Hunter Academy di bagian punggung, plus sebuah pedang dan pistol.

"Apa kami tidak boleh memakai senjata sendiri?" Tanya Levi.

"Maaf, tapi senjata ini sudah diatas standar mutu," Jawab seorang karyawan.

Levi sontak geram, seakan-akan senjata miliknya tidak layak pakai. Ia bersiap menarik sesuatu yang ia sembunyikan di bawah lidahnya. Namun, tangannya dihentikan oleh Kainan. "Sudah, hentikan itu. Sementara kita turuti saja mereka," Ucapnya.

Levi menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, coba menenangkan diri. Ia terpaksa memakai senjata yang tak sesuai dengan gaya bertarungnya.

"Anggap saja latihan kalau-kalau suatu hari nanti hanya ada itu di tanganmu," timpal Suēn, merujuk ke pistol dan pedang yang Levi genggam.

"Terserah!" Seru Levi penuh amarah. Mukanya merah padam, giginya bergemelutuk keras.

"Kekanakan," bisik Suēn.

"Sangat," jawab Mainan yang telinganya geli ditiup Suēn.

"Cukup celotehnya! Apa kalian semua siap?!" Tanya Enspiel.

"Siap, iya!" Jawab mereka serentak.

Mereka berempar lari menuju lift, naik ke lantai teratas. Di sana, mereka disambut oleh dua orang petugas yang sudah membukakan mereka pintu.

"Dipercepat langkahnya!" Perintah salah satu karyawan.

Kainan, Levi, dan Suēn pun masuk ke dalam kereta gantung khusus milik Ayakashi Hunter Academy™, yang disebut AHA Sky Bullet.

"Siap meluncur!" Seru Kainan, Levi, dan Suēn antusias.

"Semoga berhasil!" Kata para karyawan.

Sky Bullet meluncur dengan kecepatan tinggi. Cukup satu menit, dari Gunung Nagashi mereka sudah mencapai pusat Kota Karasumori dan bertemu kereta gantung lain.

Berbeda dengan gondola lain yang berbentuk kacang merah dengan kaca di depannya, Sky Bullet memiliki bentuk seperti bola rugby, bercat metalik, dan lagi lagi, dengan logo Ayakashi Hunter Academy™ besar di badannya. Lajunya enam kali kereta gantung biasa.

"Aaaaaaaa!!" Tiga lelaki itu reflek berteriak karena sensasinya seperti naik salah satu wahana ekstrim taman bermain. Kalian tau, lah.

"Oh iya, kalian akan diliput di televisi, jangan bikin malu," ujar Enspiel via Intercom.

"Santai, cuma level tiga!" Sahut Levi.

"Alangkah baiknya tidak meremehkan lawan, serendah apapun mereka dibanding kita," tutur
Suēn.

"Kalimatmu memang bijak, tapi diksinya tetap bikin kesal!" Seru Levi.

"Iya, sih," gumam Kainan.

Akhirnya mereka tiba di destinasi, tepat di saat monster incaran tengah berulah. Tiang utilitas yang anteng-anteng saja menancap di tanah, ia cabut satu per satu. Kalau ada yang memperlambat jalannya, alias manusia yang berjalan di sekitarnya, ia libas.

"Dia mau merusuhi sistem kelistrikan kota?!" Ucap Levi tak percaya.

Sebelum ada yang mampu merespon, Sky Bullet berhenti. Mendarat. Pertanda aksi pembasmian siap terlaksana.

"Oh, itu kameranya!" Tunjuk Levi pada kamera bersayap yang terbang rendah di dekat Suēn.

"Kesampingkan itu, lekas basmi si Ayakashi sebelum tambah banyak korbannya!"

Levi dan Suēn mengiyakan pernyataan Kainan, dan senjata pun dicabut. Setelahnya, tiga murid Ayakashi Hunter Academy, melesat maju.

Ayakashi Hunter Academy : The Hunt (Stopped)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang