Bab 6

703 145 0
                                    

Happy reading, semoga suka.

Seri ini sudah lengkap di Playstore dan Karyakarsa.

Luv,

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Luv,

Carmen

___________________________________________

“Kau ikut ke pub nanti?”

Jasmine mengangkat wajahnya dari layar dan mengedip. “Ada acara apa?” Ini baru Hari Kamis dan ia masih menderita karena akhir pekan kemarin. Hal terakhir yang dibutuhkan oleh Jasmine saat ini adalah mabuk-mabukan dan menderita berhari-hari setelahnya.

“Peter mengajak minum. Ini ulang tahunya dan dia sedang bermurah hati,” ujar Luna sambil mengedik ke arah pria itu dan kembali menyeringai pada Jasmine. “Menurutku sih, dia hanya berharap untuk membuat Rebecca kagum padanya dan bersikap murah hati padanya setelah beberapa gelas minuman.”

Mereka berdua lalu kembali menatap seorang pria pendek botak dengan tubuh agak gempal yang sedang menatap Rebecca dengan penuh nafsu.

“Kelihatannya dia tidak memiliki harapan,” komentar Jasmine sambil menatap Luna kembali.

Luna terkekeh pelan sambil mengangkat bahunya. “Kurasa dia sudah sangat putus asa. Anyway, kau jadi datang atau tidak?” tanya Luna lagi.

Pilihan Jasmine adalah antara pergi ke pub atau mengunjungi ibunya dan duduk mendengarkan cerita panjang lebar ibunya tentang kursus kue yang diikutinya dan mencoba berbagai resep baru hasil eksprimen wanita itu. Jasmine bergidik pelan. Ia tidak perlu bersusah-susah memilih. Sudah jelas apa yang menjadi pilihannya.

“Oke, aku akan ikut, setidaknya memberikan dukungan mental untuk Peter.”

Luna terkikik mendengarnya.

***
“Still suffering from hangover?” tanya Luna saat menyadari bahwa Jasmine memesan jus tomat alih-alih minuman beralkohol.

“Tidak juga, aku hanya ingin menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. The last thing I need now is another hangover, Luna,” jelas Jasmine sambil mengaduk jusnya sementara Luna menatapnya prihatin.

“Poor you.”

Jasmine memutar bola matanya. Tapi Luna sudah mengalihkan perhatiannya. Wanita itu kini menjulurkan tubuhnya ke arah bar untuk membayar minumannya dan memastikan garis dadanya bisa terlihat dengan jelas. Jasmine meringis saat melihat mata bartender itu nyaris meloncat keluar sementara dia memberikan minumannya pada Luna. Dan menurut Jasmine, pria itu menahan jari-jarinya lebih lama dari yang seharusnya, menyentuh pelan jari-jari Luna sebelum wanita itu menariknya menjauh.

Apa pria memang sedangkal itu? Apa otak mereka benar-benar hanya ada di selangkangan mereka, pikir Jasmine sambil berjalan kembali ke meja tempat teman-teman kerjanya duduk. Dan entah bagaimana, mungkin pikirannya begitu sibuk, ia tersandung lalu detik berikutnya, mendapati dirinya jatuh di pangkuan sang manajer penjualan yang baru.

Dan yang mengerikan, jus tomat Jasmine berhamburan.

“Ya Tuhan!”

Jasmine dengan gelagapan berusaha meraih apapun yang bisa diraihnya untuk mempertahankan keseimbangannya. Dan sialnya, ia meraih paha pria itu dan tersentak saat menyadarinya. Rasanya tubuhnya seperti tersengat listrik. Benar-benar memalukan! Oh, this is so embarrassing.

Kemeja lilac pria itu sekarang sudah berubah warna menjadi merah muda dan celananya yang terlihat mahal kini dipenuhi noda gelap kotor. Jasmine merasa wajahnya memerah panas saat melihat akibat dari kecerobohannya.

“Oh Tuhan, maafkan aku… lagi,” bisiknya penuh penyesalan lalu buru-buru bangkit.

“Apa kau memang seceroboh itu?”

Ekspresi pria itu tampak lebih seperti geli daripada marah sehingga Jasmine merasa sedikit lega.

Well, sebenarnya, iya, kurasa.” Lalu tanpa sadar tangannya bergerak untuk menggosok benjolan di kepalanya.

Pria itu menghela napas pelan. “Kau ingin minuman pengganti?” tanyanya.

Jasmine menatap pria itu terkejut. “Kau bersedia membelikanku minuman bahkan setelah aku menumpahkan minumanku ke tubuhmu?” tanyanya dengan nada tak percaya.

“Ya, kurasa lebih aman seperti itu daripada melihatmu tersandung lagi.” Bibir pria itu melekuk membentuk senyum dan Jasmine merona lagi. “Apa yang kau inginkan? Jus tomat lagi? Atau kau lebih suka vodka?”

“Tidak, aku tidak mau…” Lalu ucapan Jasmine terhenti. “Bagaimana kau tahu kalau aku… maksudku… kenapa vodka?”

“Kau benar-benar tidak ingat, bukan?”

Ada sesuatu dari cara pria itu berbicara, cara pria itu menatapnya yang memberitahu Jasmine bahwa ia harus mencari tahu lebih banyak lagi. Apa? Apa yang terjadi? Apa yang dilupakannya? Ia menggeleng pada pria itu. “Tidak, apa yang harus kuingat?” 

“Kita pernah bertemu sebelumnya – Sabtu malam tepatnya.”

Jasmine jatuh terduduk tanpa sadar. Kini jantungnya berdegup kencang memukul dadanya dan ia bertanya-tanya apakah pria itu bisa mendengarnya. “Di mana kita bertemu?”

“Kau lari ke jalan, berhenti tepat di depan mobilku, aku hampir saja menabrakmu jika aku tidak berhenti tepat waktu.”

Jasmine kini mencoba mengingatnya, apa ia memang melakukan hal setolol itu Sabtu kemarin, tapi tetap saja ia tidak bisa mengingat apapun. Tak pelak kalau itu membuatnya frustasi.

“Kau yakin kalau aku orangnya?” Bisa saja jadi pria itu salah mengenali. Ada ratusan wanita mabuk di Sabtu malam, hal itu adalah hal yang umum terjadi.

“Jasmine, kau bukan wanita yang mudah untuk dilupakan,” balas pria itu sambil memperlihatkan senyum tipisnya.

Entah kenapa, Jasmine tahu kalau pria itu mengatakan hal yang sebenarnya. Dan bagaimana pria itu bisa tahu namanya jika mereka bahkan belum berkenalan, bukan?

“Kau benar-benar tidak mengingat apa yang terjadi, bukan?”

Jasmine menatap ke dalam mata cokelat emas pria itu dan berharap ia mengingat apa yang telah terjadi. Ia punya perasaan kuat bahwa malam itu, ia menikmati apapun yang terjadi di antara mereka. Pria itu sangat menawan. Siapa yang akan menolak ditemani pria itu selama beberapa lama? 

“Tidak, aku tidak ingat,” aku Jasmine dengan sedih. “I am sorry.”

Pria itu menunduk untuk menatap gelas minumannya sebelum mengangkat wajahnya lagi. “Well, tidak apa-apa, kita bisa memulainya lagi dari awal. Aku Archie.” 

“Jasmine,” balas Jasmine sambil menyambut uluran tangan pria itu dan merasa sedikit tolol. Ia tentu saja tahu nama pria itu, bagaimanapun dia adalah salah satu atasannya walaupun mereka berbeda divisi. Dan melihat pria itu dari dekat seperti ini, membuat Jasmine cukup gugup dan salah tingkah.

“Senang bertemu denganmu, Jasmine,” ujar pria itu sambil menyengir. “Kau ada kegiatan lain setelah ini?”

“Erm… tidak ada.” Ia akan melupakan rencananya untuk menggosok setumpuk baju ditemani film.

“Baguslah. Aku juga luang. Bagaimana kalau kita pergi ke suatu tempat yang lebih tenang dan makan malam?”

Jasmine hampir tidak perlu berpikir. Ia langsung mengiyakan. “Yes, sounds lovely.”

Ia lalu tersenyum pada pria itu. Well, setidaknya ia bisa mencari tahu hal memalukan apa yang telah ia lakukan saat mereka pertama kali bertemu. Semoga saja ia tidak melakukan sesuatu yang sangat salah, atau sesuatu yang melanggar hukum dan hal-hal semacam itu.

In Bed with a Stranger - sudah tamatHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin