44. Berpisah

60 19 4
                                    

"Apa sih Mah? Benar-benar gak lucu. Kenapa Kamal tiba-tiba punya adik? Bukannya Kamal anak Mamah satu-satunya? Mamah bohong kan? Ini alasan Mamah agar Kamal gak bisa menikah sama Anneth kan?"

Kamal tertawa garing, seolah menutupi rasa takut akan kebenaran yang sudah diutarakan sang ibu.

"Mamah gak bohong Kamal. Ini adalah cerita mengapa Kamu dan Anneth adalah saudara kandung seibu. Dulu, saat di usia Kamal yang ke 8 tahun. Mamah harus cerai secara paksa dengan Papah mu, karena sebuah alasan kalau nenek mu tak pernah menyukai Mamah. Meski mamah dan papah saling mencintai satu sama lain, nenekmu benar-benar tak peduli. Ia tetap ingin Mamah dan Papah mu berpisah. Alhasil mamah terpaksa cerai dan diusir dari sana, meninggalkan kamu dan juga papah mu juga." Jedanya.

"Setelah mamah diusir nenekmu, Mamah pulang ke kampung. Seiring berjalannya waktu Mamah dipinang oleh Amir tanpa rasa cinta sedikit pun. Karena tak ada harapan lagi, akhirnya Mamah bersedia menikah dengan Amir dan dianugerahi dua putri kembar, yakni Amera dan juga Anneth. Sepanjang waktu itu pula Mamah mencoba mencintai Amir setulus hati. Tapi sayangnya tak semudah itu. Godaan tiba-tiba muncul setelah nenek mu meninggal dunia. Mamah tergoda untuk kembali ke pelukan Papah kamu, yakni untuk rujuk kembali. Bahkan Mamah memaksa Amir untuk menceraikan Mamah saat itu juga." Jeda Saras, ia menarik napas beratnya untuk sejenak. Pun untuk mengusap air mata yang jatuh ke pipi.

"Setelah itu, Mamah dengan teganya meninggalkan Amir dan kedua putri kembar Mamah, kala usia mereka masih kecil. Mamah tau, kalau Mamah jahat. Mamah sudah salah. Tapi rasa cinta Mamah untuk Papah kamu itu sangat tinggi. Jadi Mamah rela melakukan hal gila ini, bahkan sampai menyembunyikan fakta pernikahan Mamah dan Amir dari Papah kamu dan juga dari kamu sendiri. Maka dari itu kamu tak pernah tahu kalau selama ini, kamu memiliki seorang adik, yakni Amera dan juga Anneth. Memeng rumit, tapi ini fakta yang sesungguhnya." Jelas Saras panjang lebar. Air mata sang ibu tak hentinya ikut menemani cerita Saras.

"Jahat!" Ucap Anneth ketus.

Sorot matanya nampak kecewa pada Saras. Kedua tangan gadis itu meremat hingga daging telapaknya kian memutih. Sebagai tanda emosi yang tertahan. Andai Saras tahu, betapa menderitanya Amera dan Anneth kala Saras pergi.

Anneth masih ingat, kala itu mereka tak hentinya mencari-cari sosok ibu yang mereka butuhkan dalam tumbuh kembang mereka. Sampai akhirnya Amera dan Anneth harus terpisahkan jarak demi meringankan beban hidup. Dengan Amera yang dipilih untuk tinggal bersama keluarga Amir dan Mita. Sedangkan Anneth hidup di desa dengan nenek yang sudah tua.

"Maafin Bunda sayang! Bunda tahu, Bunda salah. Bunda keterlaluan. Tapi Bunda ingin berubah. Walau terkesan terlambat. Tapi Bunda ingin bawa kamu ke hidup Bunda. Sejujurnya dari dulu, Bunda selalu dihantui rasa bersalah. Maka itu bunda selalu datang menemui kamu. Tapi Amir selalu melarang Bunda untuk datang. Jadi Bunda tak bisa lagi menemui kamu. Sungguh, Bunda gak bohong! Kamu mau kan maafin bunda?" Ucap Saras, ia meraih tangan Anneth dengan perlahan. Tapi Anneth dengan cekatan menarik tangannya untuk menghindar.

Melihat itu Kamal hanya diam. Ia paham bagaimana rasa kecewa yang dialami Anneth selama ini. Ia juga tak menyangka mengapa Saras bisa setega ini menelantarkan Amera dan Anneth di usia yang masih membutuhkan sosok ibu.

Tak hanya Anneth, Kamal juga ikut merasakan sakit hatinya, dari sebuah rahasia penting yang sang ibu simpan selama ini. Jika tahu dari dulu, mungkin Kamal lah yang akan lebih dulu menjemput Amera dan Anneth untuk tinggal dan hidup layak bersama dirinya. Tapi percuma, nasi sudah menjadi bubur. Waktu tak bisa kembali, pun dengan rasa percaya yang berubah menjadi kecewa.

Kamal juga masih mencerna cerita itu yang sejujurnya ingin ia ingkari. Kamal benar-benar berharap kalau apa yang ibunya ceritakan padanya hanyalah fiktif semata.

Garis Lintang (PARK JIHOON) by Pupuriri30 Where stories live. Discover now