19: Kota Winter

446 112 26
                                    

Lembayung senja yang mengatapi merupakan hal pertama yang Elvard saksikan tatkala matanya terbuka setelah sekian lama.

"Tuan."

Elvard merasakan tangan kanannya digenggam erat dan yang melakukannya tak lain si Mutan. Tatapan iris merah sarat akan kekhawatiran. Menyaksikan itu, Elvard ingin menyuarakan jika dia baik-baik saja tetapi tenggorokannya terasa begitu kering.

Dari punggung si Mutan, sosok Fyodor datang menghambur maju tepat ketika Elvard berusaha bangkit duduk. "El!" Dia melemparkan dirinya memeluk tuannya, melupakan batas strata yang mengekang.

Istvan datang dengan langkah panjang, menarik remaja itu menjauh. "Hentikan, kamu membuat El tidak nyaman."

Buru-buru Istvan mengeluarkan kantong minuman lantas menyerahkannya pada pemuda itu untuk melegakan tenggorokannya. Dia yang paling memahami apa yang Elvard butuhkan saat ini.

Elvard membasahi kerongkongannya sembari menyatakan kebingungan di dalam benaknya, "Kukira aku akan diserbu mimpi buruk lagi mengingat pekatnya kekuatan suci yang menyentuh jiwaku, anehnya tak terjadi apa-apa."

Suara Astrapi terdengar membalas, "Salah satu efek samping pencarian jiwa telah melemahkan seluruh alam bawah sadarmu. Justru lebih aneh lagi kalau kamu masih punya kesadaran untuk bermimpi saat jiwamu jatuh ke titik terentan." Helaan napas Astrapi terdengar menggema dalam kepalanya. "Aku benar-benar tidak bisa meninggalkanmu barang sebentar."

Elvard meringis dalam hati. Rangkaian kejadian ini juga di luar kuasanya. Namun, dia tidak membantah Astrapi karena ini kesalahannya. Dia sudah lengah.

Siapa sangka kalau Kai bukan cuma ksatria tetapi juga merupakan pengguna kekuatan suci?

"Pria itu sangat berbahaya, kita harus menyelesaikan kesepakatan ini cepat-cepat dan memisahkan diri dari mereka," ujar Astrapi serius.

Elvard juga merasakan urgensi serupa mengetuk hatinya. Nyatanya, semua insiden malam itu masih terbenam jelas dalam jejak memorinya. Dari cekikan kuat Kai hingga sensasi pencarian jiwanya yang begitu menyakitkan, segala hal tentang Kai sekarang membentuk skenario yang paling ingin dihindarinya.

"... Di mana ini?" tanya Elvard serak setelah sekian lama tenggelam dalam pikirannya.

Tiga rekan perjalanannya yang sedari tadi setia menunggunya mengumpulkan kesadaran kini saling menatap.

"Aku tidak yakin tepatnya," jawab Istvan meragu. "Namun, semestinya kita tidak jauh lagi dari Kota Winter."

Kening Elvard berkerut mengetahui kenyataan tersebut.

"Maaf, kami tidak bisa menahan mereka yang bersikeras melanjutkan perjalanan. Jadi dia menggendongmu di sepanjang jalan," tukas Fyodor memberi lirikan pada si Mutan.

Tatapan Elvard mengunci satu per satu pendampingnya. "... Berapa hari aku tidak sadar?"

"Hari ini terhitung seminggu." Jawaban datang dari Istvan.

Elvard mengembuskan napas pelan, dia memijat pangkal hidungnya tampak lelah. Dia seharusnya sudah bisa mengira ini akan terjadi. Bagaimanapun, tubuhnya tidak dalam kondisi fit setelah pertarungan melawan binatang magis. Serangan dari Kai hanya memperburuk segalanya.

"Sekarang, di mana semua keparat itu?" gumam Elvard tajam, kesabarannya sedikit terkikis.

Tidak ada yang memberi jawaban sebab suara langkah terdengar mendekat lantas dari balik pohon-pohon tebal, sosok Kai dalam balutan pakaian bergaya penduduk kalangan atas Kerajaan Raithien hadir diikuti dua bawahannya yang tak lepas mengenakan jubah abu-abu.

[BL] The King's Nightmare (Original Story)Where stories live. Discover now