Pernikahan Kyla

292 37 0
                                    

Hari ini Kyla resmi menjadi nyonya Keegan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini Kyla resmi menjadi nyonya Keegan. Akad dilaksanakan di kediaman Keegan pagi tadi. Sementara resepsinya akan dilaksanakan beberapa jam lagi di salah satu hotel bintang lima.

Kyla tampak cantik sekali setelah dirias oleh MUA profesional. Maklum, tidak memakai make-up pun Kyla memang sudah terlihat cantik. Pantas saja Keegan tergila-gila padanya.

Tak hanya Kyla, Geina juga ikut dirias sekalian. Make-up flawless membuatnya tampak anggun kali ini. Apalagi ditambah dress panjangnya yang terlihat berkelas. Geina tak bisa berhenti memuji MUA yang telah merias wajahnya sedemikian rupa.

"Mama dan Bunda cantik banget." Bian sekali lagi memuji Geina dan Kyla. Bocah itu memang sedari tadi menunggui kedua ibunya yang sedang dirias tanpa sekalipun berniat untuk pergi. Padahal Bram berulangkali mengajak Bian untuk keluar, tapi bocah itu menolak dan bilang bahwa ia akan menemani bunda dan mamanya.

Suara langkah kaki membuat Geina mendongak. Sudah Geina duga bahwa itu adalah Bram. Tapi kali ini Bram kesana bukan untuk membujuk Bian agar keluar, tetapi memberi tahu jika acara resepsi akan segera di mulai.

"Cantik banget calon istri," ujar Bram sambil tersenyum genit menatap Geina. Bram berjalan mendekat, ia juga mendekatkan wajahnya ke wajah Geina. "Cantik banget, jadi pengen cium."

Tentu saja Geina tak tinggal diam. Gadis itu mencubit pinggang Bram dengan keras. "Jangan macam-macam, ya, Pak." Geina melirik MUA dan Kyla yang terkikik di belakang. Sementara Bram bergegas pergi keluar bersama Bian.

"Ayo." Geina menggandeng Kyla untuk menuju ballroom hotel. Meskipun Geina bukan orang yang menikah, tetapi ia juga merasa deg-degan. Ia jadi membayangkan bagaimana jika dirinya nanti yang menikah. Mungkin dia akan semakin deg-degan, atau bahkan gemetar dan tak mampu berjalan.

Di ballroom hotel, Geina sempat menatap Keenan yang tersenyum ke arahnya. Geina ikut tersenyum, tetapi bukan untuk membalas senyum Keenan. Ia hanya tidak mau terlihat cemberut di depan tamu dan kamera fotografer.

Acara berjalan lancar dan meriah. Kini saatnya sesi yang paling Geina tunggu-tunggu, yaitu lempar bunga. Geina sudah sangat berharap ia atau Bram yang akan mendapatkan bunga pengantin. Karena mitosnya, siapa yang mendapat bunga itu akan segera menyusul menikah.

Namun, Geina sedikit kesal saat melihat Bram yang justru memilih pergi mengambil makan di saat pasukan jomblo lain bersiap untuk memperebutkan bunga pengantin. Alhasil, Geina lah yang harus lebih sigap untuk berebut menangkap bunga pengantin yang sebentar lagi akan dilempar itu.

Sayangnya, Geina tak mendapatkan bunga itu. Raut wajahnya langsung berubah kesal. Moodnya juga menjadi buruk. Dan ia menyalahkan Bram atas ini. Kalau saja Bram ikut berebut, masih memungkinkan ia akan mendapatkan bunga itu, kan?

"Kenapa?" tanya Bram dengan satu cup buah di tangannya.

"Gara-gara Bapak, saya enggak dapat bunga," ujar Geina sambil cemberut. Bram menyodorkan sepotong buah dan langsung dilahap oleh Geina.

"Kenapa gara-gara saya? Saya di sana pun belum tentu dapat bunga." Bram mencoba membela diri.

"Tapi, kan, peluangnya jadi tambah besar. Siapa tau dapat," kekeuh Geina tak mau kalah.

"Ya udah, sih. Tinggal beli aja. Nanti saya beliin bunga yang lebih besar."

Geina menatap Bram kesal. Tangannya bersedekap. Bram gemas sendiri. Ia kemudian kembali menyodorkan Geina potongan buah.

"Ini bukan masalah besar kecilnya bunganya, Pak. Tapi makna dibaliknya," ujar Geina setelah menelan habis buah suapan Bram.

"Mitos itu. Kalau mau cepet nikah, ya harus usaha. Saya ajak nikah cepet kamu enggak mau. Sekarang marah-marah karena enggak dapat bunga pengantin." Bram mulai sedikit sewot.

"Bapak kok jadi nyalahin saya?" Geina berujar lebih sewot.

"Saya enggak nyalahin kamu. Saya cuma bicara fakta. Perempuan emang sulit dimengerti."

Geina mengatupkan mulutnya. Tangannya bersiap mencakar wajah Bram, namun ia urungkan. "Bodo amat." Geina langsung beranjak pergi dengan kesal.

Bram mulai mendesah pasrah. Ia mencoba untuk lebih bersabar dan menyemangati dirinya sendiri. Perempuan memang sulit dimengerti. Jadi jika Geina tiba-tiba marah tak jelas, berarti itu bukan kesalahannya.

"Ayo kita foto." Bram langsung menarik lengan Geina. Meskipun Geina masih kesal, ia tetap menurut saja.

"Ada mbak Amira," bisik Geina.

Bram menoleh. "Biarin aja"

"Mbak Amira kenal Keegan ya, Pak?" tanya Geina. Ia menatap lurus ke arah Amira yang terlihat cantik. Ia masih tak paham pada Bram yang bisa tidak tergoda dengan Amira.

"Iya, tapi sebatas kenal karena dia sekretaris saya."

"Dia sama siapa? Kok kayak enggak asing."

Bram ikut menatap Amira dan seorang perempuan di sampingnya.

"Itu adiknya. Teman Keegan waktu kuliah. Kalian satu almamater. Namanya Renata kalau enggak salah."

Geina sedikit terkejut. Kemudian mengangguk kecil. Sudah lama ia tidak melihat Renata. Penampilannya cukup berubah dari saat kuliah dulu. Dan ... apa-apaan ini. Kenapa dia berani datang ke sini setelah apa yang ia lakukan dulu. Siapa juga yang mengundang Renata ke sini?

"Kamu kenapa?" Bram bertanya ketika menyadari bahwa tatapan Geina tak beralih dari Amira dan adiknya.

"Enggak apa-apa, kok, Pak. Ya udah ayo kita temuin Tante Mariska sama Om Brandon dulu."

Bram mengangguk dan mengikuti langkah kaki Geina.

"Cantik banget calon mantu tante," sapa Mariska saat melihat Geina. Geina meringis tak enak saat menyadari raut wajah Bram yang menjadi masam.

"Em ... kayaknya enggak bisa, deh, Tante. Gege udah putus sama Keenan," ujar Geina jujur.

Mariska tampak terkejut, namun kemudian ia tertawa. "Pasti kamu yang mutusin? Emang Keenan tuh anak nakal. Putusin aja, tante dukung kamu."

Geina tertawa sumbang menanggapi respon Mariska yang tidak ia sangka.

"Udah punya calon belum?" tanya Mariska akhirnya.

Tak menunggu lama, Bram langsung berdehem keras sebagai jawaban. Mariska yang paham langsung terkikik geli.

***

"Boleh aku ngomong sebentar."

Geina cukup terkejut saat Amira tiba-tiba menemuinya di toilet. Tidak ada orang lain di sini, hanya mereka berdua. Geina tersenyum ramah dan mengangguk. Meskipun ia sedikit curiga jika tujuan Amira menemuinya adalah untuk sesuatu yang buruk.

"Jangan percaya diri buat jadi istri Bram. Bram enggak benar-benar cinta sama kamu. Dia cuma cinta sama Rita. Jadi kamu mending tinggalin Bram."

Geina tersenyum. Sesuai dugaannya. 

"Tapi mas Bram bilang dia cinta saya, dan ... saya juga cinta mas Bram." Geina sengaja memanggil Bram dengan sebutan Mas di depan Amira. Dan caranya berhasil membuat Amira terlihat tak senang.

"Dasar perempuan murahan. Saya peringatkan kamu untuk jauhin Bram. Saya enggak rela posisi Rita diganti oleh perempuan seperti kamu." Sorot mata Amira terlihat mengerikan. Namun Geina tidak mau dianggap lemah. Ia harus bisa membuat Amira mengeluarkan sisi buruknya agar lebih mudah menendang perempuan itu pergi dari Bram dan Bian.

"Enggak rela posisi mbak Rita tergantikan atau ... enggak rela mas Bram menikah dengan orang selain kamu? Saya tau kamu suka dengan Mas Bram. Jangan mengatasnamakan orang lain untuk hal buruk yang kamu lakukan. Saya enggak akan mundur." 

Amira menatap Geina lama dengan sorot mata tajam. Ia akhirnya pergi setelah mendengar langkah kaki menuju toilet. Geina mendesah panjang. Sepertinya ia memang harus berhati-hati dengan keberadaan Amira. 

Sen Kanan Belok ke Hatimu (END)Where stories live. Discover now