42

6.3K 206 9
                                    

Aylin disuruh Tika mengantar undangan ke rumah Hera. Mama Hera adalah orang pertama dalam list orang yang harus diundang Tika. Bahkan Tika juga memberi kebaya kembaran yang akan digunakan untuk menerima tamu, walaupun tamu yang akan hadir cuma tetangga.

Sampai di rumah Hera, Tika langsung disambut oleh mamanya Hera dengan ramah.

"Alhamdulillah, sebentar lagi kamu akan menikah, Nak. Selamat, ya. Tante doakan semuanya lancar. Aamiin." Mama Hera mengucapkan dengan tulus.

"Makasih doanya, Tante."

"Hera, Aylin sebentar lagi akan jadi istri orang, kamu kapan?"

Hera cemberut karena dia yang jadi sasaran kejulidan mamanya.

"Ya mana Hera tau, Ma. Jodoh kan ditangan Allah. Mama sendiri kapan, jadwalnya bertemu Allah?" jawab Hera.

"Anak kurang ajar! Lihat dia, Lin. Kerjanya cuma baring-baring di rumah, sambil pegang ponsel. Nggak mau bergaul sama orang. Gimana mau dapat jodoh? Kalau suami kamu punya kenalan, tolong kenalin sama Hera, Lin. Tante takut dia jadi perawan tua."

Hera sakit hati mendengar ucapan mamanya. "Apasih, Ma. Kalau Mama gitu terus, aku bisa nekat kawin lari sama Jaemin!" Hera masuk kamar sambil membanting pintu.

"Selalu gitu kalau dikasih tau. Kamu kenal nggak, Lin, sama pacarnya Hera si Jaemin itu?" Mama Hera bertanya dengan polos.

"Pacarnya?"

"Iya, dia bilang mereka kenalan di Facebook. Orang Korea apa China gitu, Tante lupa. Pas Tante lagi masak, dia nunjukin foto si Jaemin itu, dia nanya, Ma dia cocok nggak jadi suamiku? Mama setuju nggak? Ya terang Tante nggak setujulah. Sampai kapanpun Tante nggak akan setuju kalau Hera nikah sama si Jaemin itu. Dia kan non Islam, Lin. Tante takut dia mempengaruhi Hera supaya murtad."  Mama Hera bercerita dengan menggebu-gebu.

"Kalau Jaemin mau masuk Islam, apa Tante merestui?" Aylin tidak kuat untuk tertawa, tapi ia tahan karena takut tidak sopan.

"Tetap nggak setuju! Tante nggak mau setelah nikah Hera diboyong ke negaranya, terus Tante sama siapa?"

Hera memang anak tunggal mamanya. Setelah papanya meninggal, Hera hanya tinggal berdua dengan mamanya.

"Tolong Tante ya, Lin. Kalau kamu kenal si Jaemin itu, kamu kasih tau dia. Supaya jangan mendekati Hera lagi. Demi Allah, Tante tidak ikhlas, tidak ridho." Mama Hera bicara dengan serius.

Aylin tidak tau Harus menjawab apa, akhirnya dia hanya mengiyakan. "Baiklah, Tante. Kalau ketemu Jaemin akan saya suruh dia menjauhi Hera."

"Makasih, Lin. Kamu anak baik."

Setelah keluar pagar, Aylin pun tidak bisa menahan tawanya. Sekelas Jaemin ditolak sama mamanya Hera.

"Hera geblek! Tega banget nipu orang tua."

Saat hendak menaiki motornya, Hera tiba-tiba keluar dari rumah dan langsung duduk di boncengan.

"Gue mau pulang, Ra. Misi kurir gue udah selesai." Aylin menyuruh Hera turun.

"Traktir gue bakso." Hera masih bersikeras duduk di boncengan Aylin.

Akhirnya Aylin menuruti permintaan Hera, ya itung-itung permintaan terakhir. Sebelum dia jadi istri orang maksudnya.

"Mama gue selalu gitu. Selalu nolak calon yang gue sodorin. Giliran gue nggak kawin-kawin, dia sendiri yang panik. Dasar nenek-nenek nggak jelas." Hera memulai sesi curhatnya.

"Sama orang tua nggak boleh kurang ajar. Kuwalat lo! Lagian lo yang aneh, pakai ngaku-ngaku pacaran sama Jaemin lagi." Aylin tertawa mengingat kejadian tadi.

"Mama emang rasis. Kemarin gue 'kan kenalan sama cowok bule di Tinder, gue tanya mama, sama yang ini boleh nggak, Ma? Eh, jawabnya ... Astaghfirullah, Hera. Kamu nemu barudak VOC di mana? 350 tahun kita dijajah Belanda, kamu mau dijajah lagi?"

Aylin tertawa mendengar cerita Hera yang menggebu-gebu. Story telling Hera memang bagus, dengar dia cerita sejam pun Aylin tidak akan bosan. Seperti melihat Nadia Omara.

"Lagian lo, demennya sama yang impor, yang lokal juga banyak yang oke, kok." Aylin menanggapi cerita Hera.

"Cowok lokal mah mandang fisik semua. Wajahnya kayak opet aja yang dicari yang tinggi, langsing, putih. Beda sama bule, mereka mah lihatnya kita eksotis." Hera membela diri.

"Tapi bakalan ribet banget penyesuaiannya, Ra. Sama yang satu suku, satu bahasa saja masih sering salah paham." Aylin melihat arloji di tangannya. "Btw sekarang bukannya jadwalnya anak-anak Pramuka? Lo 'kan jadi pembinanya?"

"Gue absen ajalah. Lagian apa, sih, gunanya Pramuka? Paling diajari simpul-simpul, buat apa coba? Buat tutorial gantung diri? Gue rasa itu bocah-bocah juga terpaksa ikut Pramuka, takut nggak naik kelas."

"Jangan salah, Pramuka itu sangat berguna. Ntar kalau tersesat di hutan, bisa tepuk Pramuka. Biar nggak bosen." Aylin menertawakan Hera.

Ponsel Aylin berdering, dari Adit. Aylin segera mengangkatnya dengan wajah sumringah. Adit selalu menyempatkan waktu menelponnya saat jam istirahat kantor.

"Assalamualaikum. Kamu lagi apa, Lin?" Terdengar suara Adit yang sangat manly dan lembut di seberang sana.

"Waalaikum salam. Lagi makan bakso, Mas. Sama Hera."

Mendengar namanya disebut, Hera sontak berteriak. "Halo ... halo ... Mas Adit. Ada Hera di sini!"

Aylin mengorek kupingnya, karena Hera berteriak tepat di telinganya.

"Kok aku nggak diajak, sih?" Adit pura-pura ngambek.

"Ih, Mas mana mau makan bakso pinggir jalan gini. Ntar tipes loh." Aylin tersenyum centil, membuat Hera muak.

"Ya udah, nanti temenin aku makan bakso, ya? Nggak mau tau."

"Iya-iya, aku temenin. Apa sih yang enggak buat Mas?" Aylin tersenyum centil, lagi.

Hera menirukan cara bicara Aylin yang menurutnya sangat lebay, sok dilembut-lembutkan. Mulut Hera sampai mencong.

Setelah Aylin selesai telponan dengan Adit, Hera langsung bertanya.

"Lo yakin, mau nikah sama mas Adit?"

"Yakinlah. Emang kenapa? Lo nggak liat dia perhatian banget? Tiap siang gue ditelpon terus. Walaupun lagi sibuk. Jadi bohong banget kalau ada cowok nggak ngasih kabar dengan alasan sibuk, itu artinya lo bukan prioritas dia. Lagian kita udah pesen kebaya juga kok." Aylin menjawab santai.

Sebenarnya Aylin sedang membahas mantannya, Niko, yang cuek dan jarang ngasih kabar.

"Sampai beli kebaya segala? Kenapa nggak pinjem kebaya Niken Salindri aja?"

"Lo kenapa, sih? Jeales?" Aylin tersenyum, sengaja menggoda Hera.

"Enggak. Gue cuma heran aja gitu, kok lo bisa yakin kalau mas Adit itu setia? Jaman sekarang mana ada cowok setia? Kalaupun ada, bukan setia itu, cuma belum ketahuan aja."

"Ada kok. Bapak lo! Udah, deh. Jangan jadi setan. Temen mau nikah tuh didoakan yang baik-baik. Doa yang baik berbalik sama diri lo sendiri." Aylin menjawab bijak.

***

Bagus, Lin. Kasih paham si Hera 😁
Btw ini Aylin dan Adit udah mulai romantis, ya 😁

Menikah Dengan Kakak IparOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz