Chapter 1

1K 113 9
                                    

🔝 Cocky senior.
____________

Dengan gerakan cepat aku menuruni tangga. Ibu sudah meneriaki namaku sedari tadi dan sepertinya aku benar-benar sudah terlambat. Sial, karena hari ini aku ada ujian praktik di kampus pukul sembilan pagi ini.

Mom sedang di dapur bersama James ― adikku yang biasa aku panggil Jammie dan masih berusia 2 tahun, sambil menyuapinya dengan bubur bayi. Jammie yang melihatku muncul dari balik pintu langsung bertepuk tangan dan tertawa, memamerkan giginya yang baru tumbuh dua. Mataku beralih pada ibu yang sudah bangkit dari kursinya, sedang menyiapkan kotak bekalku.

Aku langsung memasukkannya kedalam tas dan mencium pipi ibu dengan cepat. Lalu aku berdiri di depan rumah, menunggu taksi datang. Sambil terus berharap-harap cemas aku berulang kali melirik jam tanganku, sudah 10 menit terlewati dan masih belum ada taksi yang lewat di depan rumahku.

Baiklah, mungkin ini tindakan konyol tapi aku benar-benar harus berada di kampus saat ini juga. Dengan hati berdebar-debar aku berjalan ke tengah jalan raya dan mencoba untuk memberhentikan sebuah mobil. Aku memekik dan menutup mataku ketika sebuah mobil berhenti tepat di depanku sambil terus menekan klakson mobilnya. Nafasku berhembus kencang dan perlahan aku membuka mataku, mengintip pemilik mobil ini dari balik bulu mataku.

"Apa-apaan kau?!"

"Hey! Kau tidak bisa memberhentikan mobilku begitu saja! Kau pikir ini jalan milik nenek moyangmu, huh?!"

Sang pemilik mobil menyembulkan kepalanya dari balik kaca mobil, mendengus keras, dan terus meneriakiku dengan sebutan wanita bodoh. Lantas aku menghampirinya dengan wajah merah padam ― malu.

"Apa kau akan melewati NYU?"

Pria di depanku mengerutkan keningnya, ia terlihat seperti berpikir sambil mengerucutkan bibirnya ke samping. "Mau apa kau ―"

"Shhh!" Aku mengangkat tanganku ke udara, membuatnya berhenti berbicara. "Kau akan melewati NYU, kan?"

Tanpa pikir panjang aku berjalan memutari mobilnya, membuka pintu, dan merangkak begitu saja ke dalam mobilnya lalu mengencangkan sabuk pengamanku. Pria di sebelahku ini malah menatapku terkejut dengan mulut terbuka. Aku mencebik bibirku dan meliriknya. "Bisa kita jalan sekarang? Aku sangat butuh tumpangan ini. Aku janji aku akan ―"

"Whoa!" Tubuhku langsung bergerak maju ke depan ketika pria ini menginjak pedal gasnya secara tiba-tiba. Beruntung aku sudah memakai sabuk, kalau tidak mungkin aku sudah ada di rumah sakit saat ini.

Pria di sebelahku mengemudi dengan terburu-buru, beberapa kali ia memutar kemudinya dengan kasar. Bahkan dia menyempatkan diri untuk membaca pesan di ponselnya.

Diam menyelimuti atmosfer mobil dan sepertinya baik aku atau pun dia tidak ingin memulai pembicaraan. Hal yang kudapati adalah ekspresinya berubah begitu saja setelah ia membaca isi pesannya, entah apa isinya namun perubahan suasana hatinya saat ini benar-benar berubah. Yang tadinya sudah buruk karena aku memaksa untuk menumpang, justru semakin tambah parah setelah ia membaca pesan di ponselnya.

"Terima kasih, kau sudah mau mengantarku ke kampus. Kalau kau tidak lewat tadi ―"

"Ya. Tidak perlu berbicara panjang lebar, dan sama-sama."

Aku menelan ludahku sambil memalingkan wajahku darinya. Ia terlihat begitu fokus dengan jalanan, sampai aku tidak berani untuk mengajaknya berbicara, mengingat jawabannya yang selalu terdengar ketus. Dengan suara berat, serak, dan rendah miliknya. Membuatku tercenung untuk beberapa saat.

Mobilnya bergerak begitu cepat, tidak perlu membutuhkan waktu yang banyak untuk sampai di kampus. Aku menghela nafas lega karena aku masih memiliki beberapa menit sebelum kelas di laboratorium di mulai. Mobilnya perlahan bergerak merapat ke sisi jalanan sebelum gerbang besar NYU.

PretendersWhere stories live. Discover now